Partisipasi Setara Perempuan Jadi Kunci Kesejahteraan
Kesetaraan Jender di Indonesia masih menjadi pekerjaan rumah bagi Indonesia. Karena itu, perlu ada gerak bersama untuk mendobrak budaya patriarki yang menempatkan dan memandang perempuan lebih rendah dari laki-laki.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·3 menit baca
Konstruksi budaya patriarki yang terus-menerus dan turun-temurun dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat membuat posisi perempuan dan laki-laki tidak setara. Hingga kini perempuan masih jauh tertinggal dari laki-laki di berbagai bidang, termasuk di dunia usaha.
Padahal, partisipasi yang setara dan penuh dari seluruh masyarakat menjadi kunci kesejahteraan suatu bangsa. Bahkan, kesetaraan dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan kepentingan perempuan.
”Kalau lihat populasi penduduk, jumlah perempuan hampir setara dengan laki-laki. Tapi, kalau melihat realitas yang ada, kita bisa lihat data Indeks Pembangunan Manusia dan Indeks Pemberdayaan Jender, ini jadi pekerjaan rumah kita bersama. Ada apa dengan perempuan?” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati pada Senior Leaders Meeting on Women Empowerment, Kamis (27/5/2021), secara daring dan luring.
Menurut Bintang, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tahun 2020 pada angka 71,94, atau lebih rendah dibandingkan dengan laki-laki (69,19 berbanding 75,98). Bahkan, IPM laki-laki sudah masuk dalam kategori pencapaian tinggi, sementara IPM perempuan masih dalam taraf sedang.
Begitu juga dengan Indeks Pemberdayaan Jender (IDG) yang merupakan salah satu indikator untuk mengukur peran aktif perempuan dalam ekonomi, pengambilan keputusan dan politik, juga belum meningkat signifikan. IDG tahun 2019 sebesar 75,24 dan tahun 2020 angkanya 75,57.
Pengarusutamaan jender
Untuk itu, Bintang menegaskan, perlu dukungan semua pihak dalam menghimpun kekuatan yang lebih besar lagi dalam menciptakan dunia yang lebih setara bagi laki-laki dan perempuan, khususnya dunia usaha. Kesetaraan bagi perempuan harus bisa diterima dan dirasakan secara merata oleh semua perempuan Indonesia.
Kesetaraan dalam pengambilan keputusan merupakan salah satu syarat untuk mewujudkan kepentingan perempuan yang harus diperhitungkan karena tanpa partisipasi perempuan dan penggabungan perspektif perempuan di semua tingkatan pengambilan keputusan, tujuan pembangunan tidak akan tercapai.
”Dari diskusi, kita mendengar ada masalah. Jadi, kalau perempuan jadi pemimpin, ada pandangan kalau tegas dibilang galak, kalau detail dibilang cerewet. Tapi, kalau itu untuk mendapatkan hasil maksimal, mengapa tidak itu dilakukan,” ujar Bintang.
Karena itu, dia berharap pengarusutamaan jender (PUG) di perusahaan harus diwujudkan. Pimpinan perusahaan didorong untuk memberikan tempat setara bagi perempuan.
Kondisi pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk memperkuat ketahanan ekonomi perempuan. Sebab, pandemi berdampak pada kondisi sosial ekonomi yang memengaruhi upaya untuk peningkatan kesetaraan jender, termasuk di dunia usaha.
CEO Grab Indonesia Neneng Gunadi mengungkapkan, tanggung jawab sebagai perempuan pemimpin adalah menjadi role model bagi semua perempuan di lingkungan pekerjaan, tetapi juga membuka jalan bagi perempuan pada masa depan.
Head of Programmes UN Women Indonesia Dwi Yuliawati Faiz mengungkapkan, dari penelitian UN Women, posisi perempuan sebagai CEO masih sangat minim.