Pelestarian Budaya Perlu Pemetaan dan Inventarisasi
Inventarisasi warisan budaya diperlukan untuk menunjang upaya pelestarian budaya. Karena itu, diperlukan kolaborasi bersama memetakan warisan budaya yang belum tercatat, hilang, masih ada, hingga yang nyaris punah.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perkembangan kota yang cepat dikhawatirkan berdampak pada kelestarian budaya lokal. Pemerintah menyiasati itu antara lain dengan memetakan potensi budaya, menginventarisasi budaya secara berkala, dan berkolaborasi dengan para pegiat seni budaya.
Kepala Dinas Kebudayaan DKI Jakarta Iwan Henry Wardhana pada Kamis (27/5/2021) mengatakan, pembangunan kota menggeser fungsi dan makna kebudayaan. Hal itu membuat sejumlah kebudayaan terancam hilang, bahkan punah.
”Saya harap kita mampu memetakan warisan budaya di DKI Jakarta. Dengan mengetahui titik-titiknya, kita bisa mempertahankan, menjaga, dan mengembangkan warisan budaya. Akan lebih baik jika hal ini juga didukung masyarakat,” kata Iwan dalam webinar Strategi Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam Pengajuan dan Pemetaan Warisan Budaya Tak Benda Kota Jakarta.
Berdasarkan Pokok Pikiran Kebudayaan Daerah (PPKD) DKI Jakarta, provinsi ini menyimpan ratusan potensi budaya. Rinciannya, DKI Jakarta memiliki 86 manuskrip, 30 tradisi lisan, 50 adat istiadat, 60 ritus, 89 pengetahuan tradisional tentang obat-obatan, 16 pengetahuan tradisional busana, dan 144 pengetahuan tradisional kuliner.
Selain itu, DKI Jakarta memiliki potensi budaya berupa 7 teknologi tradisional, 10 kesenian tradisional, 1 bahasa tradisional dengan beragam dialek, 75 permainan tradisional, 156 sanggar, 27 SMK bidang kebudayaan, dan 25 perguruan tinggi bidang kebudayaan.
Dari semua potensi itu, 65 di antaranya ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda yang dikelola Direktorat Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi. Beberapa di antaranya ialah ondel-ondel, gambang kromong, dan tanjidor.
Sementara itu, dua potensi budaya DKI Jakarta tercatat sebagai warisan budaya tak benda oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Keduanya adalah pencak silat dan pantun Betawi.
Kepala Badan Pelestarian Nilai dan Budaya (BPNB) Jawa Barat Jumhari mengatakan, inventarisasi penting buat pelestarian budaya. Itu bertujuan untuk memetakan warisan budaya yang belum tercatat, hilang, masih eksis, hingga yang nyaris punah.
BPNB Jawa Barat mencatat ada 204 karya wisata pada periode 2013-2020 di empat wilayah kerjanya. Keempatnya adalah DKI Jakarta (65 karya budaya), Jawa Barat (65), Lampung (52), dan Banten (22).
Masih ada banyak karya budaya di masyarakat yang jadi pekerjaan rumah kami (untuk dicatat). Kami berkolaborasi dengan dinas dan lembaga kebudayaan setiap tahun untuk berbagi data.
”Masih ada banyak karya budaya di masyarakat yang menjadi pekerjaan rumah kami (untuk dicatat). Kami berkolaborasi dengan dinas dan lembaga kebudayaan setiap tahun untuk berbagi data,” kata Jumhari.
Menurut Pamong Budaya Ahli Muda Direktorat Pelindungan Kebudayaan Kemendikbud Ristek Anton Wibisono, pemetaan dan inventarisasi perlu dilanjutkan dengan menyusun prioritas perlindungan budaya. ”Kalau melindungi semua kebudayaan, sepertinya belum sanggup. Jadi, sebaiknya dibuat pemetaan dan prioritasnya,” ucapnya.
Menurut Iwan, pengembangan kebudayaan perlu beradaptasi dengan perkembangan kota. Itu bertujuan untuk menjaga relevansi budaya dengan perubahan zaman dan generasi muda.
”Jadi, bukan hanya menjaga dan melestarikan, melainkan juga mengembangkan kegiatan yang bisa disesuaikan dengan perkembangan kota. Ini tugas kita semua untuk menjaga dan melestarikan budaya di Jakarta. Sebab, masyarakat dan kebudayaan itu satu kesatuan yang saling memengaruhi,” katanya.
Adaptasi ruang ekspresi seni budaya juga dibutuhkan selama pandemi. Jumhari mengatakan, pemerintah telah menggelar berbagai kegiatan seni budaya daring, seperti festival, pertunjukan, dan lokakarya. Kegiatan itu melibatkan para pegiat seni budaya.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan, akses publik terhadap seni tradisional Betawi dan seni Nusantara akan diperluas. Sebab, seni Betawi selama ini terpusat di pusat pengembangan budaya Betawi di Setu Babakan. Jalan-jalan utama, seperti Jalan Jenderal Sudirman, MH Thamrin, dan Cikini Raya, dapat dijadikan ruang ekspresi seni (Kompas.id, 23/6/2020).