Pandemi Dorong Digitalisasi Museum Perguruan Tinggi
Pengembangan museum digital di masa pandemi merupakan suatu keniscayaan. Kondisi ini menjadi tantangan, namun di lain sisi juga membawa peluang bagi keberlanjutan museum.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Situasi pandemi memaksa operasional sebagian besar museum, termasuk museum perguruan tinggi ditutup. Sekalipun ada museum yang secara terbatas mulai membuka layanan, tingkat kunjungannya sangat rendah. Oleh karena itu, teknologi digital diharapkan bisa lebih dimanfaatkan agar masyarakat bisa tetap mengakses informasi dan literatur tanpa harus berkunjung secara tatap muka ke museum.
Ketua Dewan Kurator Museum Jenderal TNI (Purn) Soesilo Soedarman Cilacap Indroyono Soesilo menyampaikan, pengembangan museum digital pada masa pandemi merupakan suatu keniscayaan. Kondisi ini menjadi tantangan, tetapi di lain sisi juga membawa peluang bagi keberlanjutan museum.
”Melalui digitalisasi, masyarakat bisa semakin terlibat di dalam museum. Dukungan generasi muda juga bisa ditingkatkan. Setidaknya dengan layanan digital, misalnya dengan pameran virtual, masyarakat bisa berkunjung ke museum lewat internet dengan tampilan yang juga interaktif,” katanya dalam kegiatan ”Digital Universeum 2021” yang diikuti secara virtual di Jakarta, Minggu (23/5/2021).
Paradigma tentang museum yang terkesan menyeramkan, tidak atraktif, kaku dan membosankan, serta menampilkan obyek pamer yang pasif harus diubah.(Blasius Suprapta)
Pengelola Harian Museum Pembelajaran Universitas Negeri Malang (UM) yang juga Dosen Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial UM Blasius Suprapta menuturkan, paradigma tentang museum yang terkesan menyeramkan, tidak atraktif, kaku dan membosankan, serta menampilkan obyek pamer yang pasif harus diubah. Tata pamer yang baik dapat mendorong pemahaman yang lebih baik dari pengunjung mengenai obyek pamer.
Karena itu, museum yang baik perlu memanfaatkan teknologi secara optimal dalam upaya pelestarian dan konservasi. Teknologi bisa membantu proses penyampaian nilai, makna, dan informasi yang disuguhkan di museum dengan cepat dan menarik. Selain itu, teknologi juga bisa menjadi solusi atas ruang museum yang terbatas dengan jumlah artefak yang tidak terbatas.
”Museum pembelajaran UM perlu ditata agar dapat mengikuti perkembangan teknologi. Ini juga sesuai dengan misi museum kami, yakni sebagai tempat publikasi, edukasi, dan rekreasi dalam rangka mencerdaskan bangsa. Sebagai sarana rekreasi, museum harus menyediakan ruang rekreatif,” tutur Blasius.
Sejumlah inovasi yang telah dilakukan di Museum Pembelajaran UM, antara lain, pemanfaatan teknologi realitas virtual (virtual reality/VR) dalam eksplorasi museum. Teknologi ini membuat pengunjung dapat berinteraksi di ruang pamer museum yang disimulasikan melalui komputer dengan bantuan kacamata khusus VR. Lewat kacamata ini ruang pamer dapat terlihat dengan sudut pandang 360 derajat sehingga seolah-olah pengunjung sedang menikmati perjalanan keliling museum.
Blasius menambahkan, permainan interaktif juga menjadi bentuk inovasi untuk menarik minat dari pengunjung virtual. Permainan ini akan merangsang interaksi antara pengunjung dengan tata ruang pamer museum.
”Tahun ini kami akan mengembangkan teknologi tiga dimensi hologram untuk setiap koleksi di Museum Pembelajaran UM. Kami akan mulai dengan tampilan ruang rektor. Dengan teknologi ini pengunjung seakan-akan sedang masuk ke ruang rektor dengan berbagai informasi yang disajikan secara virtual dan mendetail,” katanya.
Pentingnya pemanfaatan teknologi untuk tata pamer di musem juga disampaikan oleh Kepala Museum Serangga IPB University Purnama Hidayat. Selama masa pandemi, operasional museum ditutup sementara untuk mencegah potensi penularan Covid-19. Sementara kebutuhan masyarakat, terutama mahasiswa, untuk mengakses informasi yang ada di dalam museum masih tinggi.
Menurut dia, museum perguruan tinggi memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai sumber pengetahuan kepada pelajar, mahasiswa, dan masyarakat serta sebagai sarana penunjang dalam pendidikan dan penelitian. ”Apabila museum ditutup, fungsi ini tidak akan berjalan. Untuk itulah, teknologi seharusnya bisa menjadi solusi. Dukungan pendanaan pun amat dibutuhkan,” tuturnya.
Apabila museum ditutup, fungsi ini tidak akan berjalan. Untuk itulah, teknologi seharusnya bisa menjadi solusi.
Rektor Universitas Indonesia Ari Kuncoro menambahkan, teknologi juga memungkinkan siapa pun dapat mengakses informasi tentang suatu artefak, memorabilia, dan berbagai jenis koleksi museum lainnya tanpa batas waktu dan wilayah. Bahkan, dengan teknologi internet, koleksi museum dapat diakses dengan jangkauan lebih luas melampaui batas daerah dan negara.
”Pemanfaatan teknologi ini menjadi bentuk adaptasi dari museum. Museum yang pada hakikatnya bersifat real touch yang mengharuskan pengunjung hadir secara langsung untuk mendapatkan pengetahuan yang terkandung dalam koleksi museum, kini seolah dipaksa untuk beralih dalam jaringan virtual,” katanya.
Saat ini setidaknya terdapat 45 museum perguruan tinggi di Indonesia. Jumlah ini masih sangat minim jika dibandingkan dengan jumlah perguruan tinggi yang mencapai 4.582 perguruan tinggi. Adapun museum perguruan tinggi tersebut, antara lain, Museum Anatomi Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Museum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Museum Wallacea Universitas Halu Oleo Sulawesi Tenggara, dan Museum Patung Burung Universitas Udayana Bali.
Posisi unik
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Hilmar Farid menuturkan, jejaring museum perguruan tinggi perlu diperkuat agar museum yang sudah ada bisa menjadi lebih unggul. Museum perguruan tinggi memiliki posisi yang unik di masyarakat, yakni sebagai sumber belajar terkait capaian dari setiap universitas sekaligus sebagai sumber informasi mengenai sejarah dan pencapaian dari universitas itu sendiri.
”Strategi komunikasi juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan. Itu bisa ditawarkan melalui penyajian pengalaman yang menarik. Informasi dan koleksi yang ada di dalam museum pun perlu disajikan secara kreatif dan komunikatif,” ucapnya.