Perkuat Wawasan Keberagaman dari Pengetahuan Sejarah
Sejak dalam DNA, masyarakat Indonesia sudah bineka. Karena itu, keberagaman harus dimasukkan dalam kesadaran supaya generasi muda dan masyarakat melihat semua orang sebagai saudara.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·3 menit baca
KOMPAS/ESTER LINCE NAPITUPULU
Sebanyak 25 guru dari sejumlah daerah mengikuti Sekolah Guru Kebinekaan Lanjutan yang digagas Yayasan Cahaya Guru. Yayasan ini fokus membantu peningkatan mutu guru dalam pembelajaran, terutama menjadikan guru sebagai rujukan keberagaman, kebangsaan, dan kemanusiaan.
JAKARTA, KOMPAS — Wawasan keberagaman ternyata sudah menjadi milik bangsa Indonesia sejak dari genetikanya. Bukti-bukti ilmiah dari analisis genetika, kebudayaan, hingga bahasa menunjukkan evolusi pembauran manusia Nusantara berlangsung sejak ribuan tahun lalu, dan kian intensif sejak pembentukan Indonesia sebagai negara berdaulat pada tahun 1945.
Oleh karena itu, penting bagi para guru sejarah untuk menarasikan tentang sejarah pembentukan manusia Indonesia yang dimulai dari masa prasejarah untuk memantik kesadaran siswa bahwa manusia modern di Indonesia ini terbukti secara ilmiah hasil dari pembauran. Manusia Indonesia ialah campuran beragam genetika, dan semuanya pada dasarnya berasal dari Afrika.
”Kita punya pegangan dari riset DNA. Sejak dalam DNA, kita sudah bineka. Karena itu, keberagaman harus dimasukkan dalam kesadaran supaya generasi muda dan masyarakat melihat semua orang sebagai saudara,” kata Ketua Yayasan Cahaya Guru Henny Supolo Sitepu di acara virtual diskusi dan Refleksi Hari Kebangkitan Nasional bertajuk ”Geneka Tunggal Ika: Menjadi Satu Indonesia” yang digelar Yayasan Cahaya Guru, Kamis (20/5/2021). Para guru dari sejumlah daerah dan pegiat keberagaman hadir dalam diskusi daring ini.
Sebagai bentuk penerimaan keberagaman, diskusi daring dimulai dengan pembacaan doa yang dipimpin peserta penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang membawakan doa Pupuh Kinanti. Para peserta yang mendaftar juga ditanyai soal agama, suku, dan kemampuan menguasai bahasa ibu.
Herawati Supolo Sudoyo, ilmuwan dan peneliti DNA dari lembaga Eijkman, mengatakan, memberikan pelajaran sejarah dengan cara bercerita akan menyenangkan siswa dibandingkan dengan memaparkan angka-angka tahun untuk dihapalkan. Sayangnya, para guru sejarah dalam memaparkan sejarah Indonesia tak banyak yang mau membahas dari zaman prasejarah karena menganggap sejarah zaman modern lebih penting.
”Padahal di zaman prasejarah banyak hal menarik, (dan) sekarang menjadi kunci untuk memahami peradaban sekarang ini. Para guru justru dapat memperkuat wawasan keberagaman,” kata Herawati.
Selama 20 tahun, Herawati meneliti DNA manusia Indonesia. Riset DNA manusia Indonesia ini juga dikaitkan dengan budaya dan bahasa daerah yang ada. ”Hasilnya, aneka gen atau beragam gen. Namun, meskipun aneka gen, ya satu Indonesia atau Geneka Tunggal Ika,” ujar Herawati.
KOMPAS/AHMAD ARIF
Prof Herawati Supolo Sudoyo (tengah) dan tim Lembaga Eijkman tengah menuju Kampung Somlak, Distrik Joutu, Kabupaten Asmat, Papua, untuk pengambilan DNA, Kamis (15/8/2019). Kajian ini untuk melengkapi pemetaan asal-usul dan migrasi manusia Indonesia, selain mempelajari kerentanan dan daya tahan terhadap berbagai penyakit terkait genetik.
Pemahaman identitas Indonesia, ujar Herawati, adalah pijakan kita untuk menentukan masa depan bangsa. Indonesia sendiri sangat penting untuk dunia. Sebab, Indonesia menjadi tempat persilangan dari migrasi manusia modern (homo sapiens). Nenek moyang Indonesia nyatanya merupakan pendatang, dan dalam perjalanan sejarahnya terjadi pembauran.
”Sangat penting untuk meningkatkan proses saling memahami budaya untuk membangun kemajemukan,” ujar Herawati.
Berikan pengalaman
Sementara itu, Henny mengingatkan guru untuk memberikan pemahaman konteks saat belajar sejarah dan memberikan kesempatan untuk berefleksi. Para siswa diajak berpikir dengan pertanyaan-pertanyaan sehingga sejarah tidak sekadar menjadi pelajaran hapalan, tetapi tuntutan. ”Butuh guru yang juga mau berhenti untuk bertanya mengapa ini penting. Para guru di semua lintas pelajaran penting untuk memperkuat wawasan keberagaman,” ujar Henny.
Momen Hari Kebangkitan Nasional yang memperingati pergerakan yang dilakukan oleh Boedi Oetomo, tambah Henny, mengingatkan pentingnya pendidikan bagi anak bangsa. Ketika kebinekaan dan kebangsaan mengalami tantangan serta otonomi daerah menghasilkan peraturan daerah yang mengangkat perspektif agama tertentu bukan perspektif keagamaan yang mengarah pada keseragaman, wawasan keberagaman semakin penting.
”Kebangsaan dan kebinekaan ada di ranah kesadaran, butuh proses reflektif dan pengalaman. Membuat ruang perjumpaan pada perbedaan dan keberagaman untuk guru dan siswa sebagai pembelajaran untuk meresapi kebinekaan dan kebangsaan,” ujar Henny.