Teguh Esha, Penulis Novel "Ali Topan Anak Jalanan" Berpulang
Penulis novel "Ali Topan Anak Jalanan" Teguh Slamet Hidayat atau Teguh Esha meninggal dunia pagi ini. Ia menderita beberapa penyakit.
Oleh
SEKAR GANDHAWANGI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Penulis novel Ali Topan Anak Jalanan, Teguh Slamet Hidayat atau akrab dipanggil Teguh Esha (74), meninggal dunia pada Senin (17/5/2021) pagi di Rumah Sakit dr Suyoto, Bintaro, Jakarta Selatan. Sebelumnya, almarhum menderita komplikasi beberapa penyakit.
Anak kedua almarhum, M Adrai (37), mengatakan, kondisi kesehatan ayahnya turun sejak awal 2007, kemudian sempat dinyatakan sehat sekitar 2008. Almarhum sempat menderita sakit demam berdarah, tifus, diabetes, hingga hipertensi. Adrai menambahkan, ayahnya didiagnosis mengalami stroke ringan tahun ini.
“Almarhum hidup (dengan kondisi) prihatin sejak kecil sehingga terbiasa menahan sakit. Jika kondisinya tidak drop banget, maka tidak akan ke rumah sakit. Almarhum bukan orang yang cengeng dan manja,” kata Adrai.
Adapun adik Adrai dan suaminya dinyatakan positif Covid-19. Seluruh anggota keluarga, termasuk almarhum Teguh, dites Covid-19. Teguh didiagnosis positif Covid-19.
Menurut pihak RS dr Suyoto, pasien bernama Taufik Slamet Hidayat masuk rumah sakit pada 9 Mei 2021. Ia dinyatakan positif Covid-19 berdasarkan hasil tes usap. Almarhum dirawat di unit perawatan intensif pada 10 Mei 2021. Kondisi kesehatan almarhum menurun di 17 Mei 2021, kemudian dinyatakan meninggal. Teguh Esha dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta Selatan dengan protokol kesehatan.
Novel legendaris
Teguh Esha dikenal publik sebagai penulis novel legendaris Ali Topan Anak Jalanan. Novel itu meledak di tahun 1970-an dan disebut sebagai parameter anak muda gaul pada zamannya. Novel ini diangkat menjadi film pada dekade yang sama, kemudian dibuat menjadi sinetron pada tahun 1990-an.
Teguh Esha dikenal publik sebagai penulis novel legendaris Ali Topan Anak Jalanan. Novel itu meledak di tahun 1970-an dan disebut sebagai parameter anak muda gaul pada zamannya.
Kepala Humas Persatuan Artis Film Indonesia (Parfi) Evry Joe mengatakan, film Ali Topan Anak Jalanan merupakan salah satu film legendaris di Indonesia. Sinetronnya pun disiarkan di jam tayang utama (prime time) dan digemari masyarakat pada masa itu.
Pada 1997, Evry menandatangani kontrak sebagai artis pendukung sinetron Ali Topan Anak Jalanan. Ia memerankan karakter Didi, seorang bartender sekaligus teman Ali Topan. Ia tampil di episode 14, 15, dan 18.
“Saya pernah bertemu almarhum di proses produksi sinetron dan pada beberapa acara seni. Umumnya penulis itu sedikit idealis, namun almarhum begitu terbuka dan mampu bekerja dengan banyak pihak sehingga bisa menghasilkan karya besar. Saya merasa kehilangan salah satu seniman dan penulis besar,” ucap Evry.
Menurut pengamat sastra dari Universitas Indonesia Maman S Mahayana, novel Teguh Esha populer karena mencerminkan kehidupan sosial yang pada masanya didominasi anak SMA. Karakter Ali Topan yang gondrong, urakan, dan suka nongkrong dianggap sebagai “pahlawan” anak muda tahun 1970-an. Cerita percintaan dalam novel pun dinilai menarik pembacanya.
“Kekuatan novel itu ada pada kelancaran bercerita, kosakata yang sesuai dengan zamannya, serta menunjukkan latar sosial (dan tempat) yang benar-benar ada di masa itu,” kata Maman.
Motivator anak jalanan
Selain menulis novel dan puisi, almarhum Teguh yang lahir pada 5 Mei 1947 ini juga bergaul dengan seniman serta anak jalanan. Ia kerap mendorong teman-temannya untuk berkarya.
“Bapak selalu ingatkan agar kita jadi seniman, bukan preman. Biarkan karya yang berbicara. Bapak selalu mengajak orang-orang untuk bangkit, maju bersama, dan berkarya. Dia selalu memberi semangat dan sangat blak-blakan,” kenang Adrai.
Kerabat almarhum sekaligus Ketua Kelompok Penyanyi Jalanan, Anto Baret (65), mengatakan, Teguh berperan besar bagi kehidupannya. Selain diberi semangat untuk berkarya dan hidup dengan baik, Teguh membantu Anto dan teman-temannya membuat album. Album itu berjudul Laskar Bingung Menyerbu Jakarta yang rilis pada 1982. Kelompok musik Anto bernama Laskar Bingung.
“Kami mulanya ngamen di Pasar Kaget, kemudian almarhum memanggil kami dan bertanya apa kami punya karya atau tidak. Akhirnya almarhum mengenalkan kami dengan dapur rekaman. Dia adalah guru yang memberi kami semangat hidup di jalanan,” kata Anto.