Setelah SKB 3 Menteri Dicabut, Pastikan Tak Ada Pemaksaan Seragam Sekolah
Setelah Mahkamah Agung membatalkan SKB Tiga Menteri terkait seragam sekolah, pemerintah mesti memastikan tidak ada lagi pemaksaan penggunaan atribut keagamaan pada siswa, khususnya di sekolah negeri.
Sejumlah siswa Protestan yang mengikuti aturan berjilbab di SMK 2 Padang, Sumatera Barat, menceritakan pengalaman dan perasaannya saat diminta berjilbab di sekolah, Senin (25/1/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Agung yang membatalkan Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri terkait pakaian seragam agar tak membuat pemerintah daerah dan sekolah kembali memaksakan pemakaian atribut kekhasan agama pada siswa. Pemerintah diminta terus mencari jalan lain demi melindungi siswa, terutama anak-anak perempuan Indonesia, dari pemaksaan tersebut.
Penyelenggaraan pendidikan di sekolah-sekolah negeri oleh pemerintah daerah sudah seharusnya memperkuat nilai-nilai kebangsaan, persatuan, dan kesatuan serta menyemai keberagaman. ”Karena peserta didik yang bersekolah di sekolah negeri berasal dari berbagai suku dan agama yang berbeda sehingga sangat tidak tepat jika di sekolah negeri mengatur ketentuan penggunaan seragam sekolah dengan didasarkan pada agama tertentu,” ujar komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Retno Listyarti Retno, Jumat (7/5/2021).
Ia pun berpendapat, keberadaan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Didik, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemda pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah sudah tepat. Dalam pengawasan KPAI ada beberapa kasus yang menunjukkan anak-anak perempuan mengalami perundungan dalam bentuk kekerasan verbal dan kekerasan psikis karena tidak menggunakan jilbab.
Retno mencontohkan kasus seorang siswi di SMAN 1 Sragen, Jawa Tengah, yang mengalami perundungan oleh kakak kelasnya lantaran tak berjilbab, baik kekerasan verbal secara langsung maupun melalui media sosial. Akibatnya korban akhirnya memilih pindah sekolah, karena mengalami trauma.
Penggunaan seragam dan atribut bagi peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah di lingkungan sekolah yang diselenggarakan pemerintah daerah merupakan salah satu bentuk perwujudan moderasi beragama dan toleransi atas keragaman agama.
Hal tersebut diamanatkan Pasal 4 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), yakni prinsip penyelenggaraan pendidikan di sekolah harus demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.
”Mendidik perilaku yang baik kepada anak-anak harus dilakukan dengan cara-cara yang baik dan didasarkan pada kesadaran dirinya, bukan atas dasar paksaan, termasuk mendidik mengenakan jilbab atau menutup aurat. Kesadaran dibangun melalui proses dialog memberikan pengetahuan, memberikan kebebasan memutuskan, dan orang dewasa di sekitar anak memberikan contoh,” kata Retno.
Para pendidik jangan hanya berhenti di simbol, melainkan harus juga dimaknai dalam kehidupan sosial. (Elga Sarapung)
Anak perempuan, menurut Retno, seharusnya diberikan kebebasan dalam menentukan apa yang dikenakan. Selain sesuai hak asasi manusia, SKB Tiga Menteri sejalan dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Ketentuan SKB Tiga Menteri yang tidak mewajibkan serta tidak melarang seragam dan atribut dengan kekhususan agama sejalan dengan prinsip ”kepentingan terbaik bagi anak” sebagaimana diamanatkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA).
KOMPAS/RIZA FATHONI
Ilustrasi kegiatan di sekolah. Siswa memberikan salam kepada guru di SDN 05 Pagi Pondok Kelapa, Jakarta Timur, saat uji coba pembelajaran tatap muka terbatas, Rabu (7/4/2021).
Di lapangan, pencabutan SKB Tiga Menteri itu mengecewakan sejumlah siswa. EM, siswa kelas XII di Padang, Sumatera Barat, menyayangkan pencabutan SKB Tiga Menteri itu. Ia beralasan aturan ini sebenarnya sudah tepat.
”Saya merasa agak khawatir meskipun sekarang lebih berani melepaskan jilbab. Adik-adik saya di sekolah lain masih pakai jilbab meskipun sudah ada SKB Tiga Menteri. Apalagi kalau nanti SKB ini dihilangkan,” ujarnya.
Simbol
Direktur Institut Dialog Antar-iman di Indonesia (Institut Dian/Interfidei) Elga Sarapung mengatakan, kehidupan beragama jangan terjebak pada simbol semata. Generasi muda harus dibantu untuk memahami makna simbol agama dalam realitas dan kehidupan sosial.
”Para pendidik jangan hanya berhenti di simbol, melainkan harus juga dimaknai dalam kehidupan sosial. Jangan ada sikap eksklusif dalam dunia pendidikan atas nama agama,” kata Elga, Jumat, di Yogyakarta.