Sekolah Berasrama di Sumbar Belajar dari Pengalaman Jadi Kluster Covid-19
Penularan Covid-19 dan munculnya beberapa kluster di Sumatera Barat diduga dipicu oleh kunjungan orangtua dan lemahnya penerapan protokol kesehatan di sekolah.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Sekolah berasrama yang pernah menjadi kluster penularan Covid-19 memperketat kunjungan orangtua dan penerapan protokol kesehatan di lingkungan untuk mencegah kejadian serupa.
SMA 1 Sumbar di Padang Panjang sempat menjadi kluster penularan Covid-19 pada Maret 2021. Data Dinkes Padang Panjang menyebutkan, 61 siswa (versi sekolah 58 siswa) di SMA berasrama itu positif Covid-19. Penularan diduga dipicu oleh kunjungan orangtua dan lemahnya penerapan protokol kesehatan di sekolah.
Kondisi hampir serupa terjadi di Pondok Pesantren Perguruan Diniyyah Putri Padang Panjang pada November 2020. Sebanyak 135 siswa tingkat SMP dan SMA di pondok pesantren itu dinyatakan positif Covid-19. Munculnya kluster di pondok pesantren ini diduga dipicu oleh kunjungan orangtua.
Kepala SMA 1 Sumbar Budi Hermawan mengatakan, tiga minggu sejak kasus pertama kali ditemukan di sekolah ini pada 19 Maret 2021, semua siswa sudah dinyatakan negatif Covid-19. Sekarang, pembelajaran yang selama Ramadhan diganti dengan pesantren Ramadhan dilakukan secara daring melalui konferensi video.
Budi menyatakan, sekolah berkeinginan untuk kembali melakukan tatap muka seusai Idul Fitri yang menyisakan 1,5 bulan masa semester genap sebelum penerimaan rapor. Apalagi, siswa kelas XII harus bertarung untuk seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi.
”Kami mengusulkan ke cabdin (Cabang Dinas Pendidikan Sumbar) agar bisa kembali pembelajaran tatap muka dengan memperbaiki prokes penerapan protokol kesehatan. Pelaksanaan kembali pembelajaran tatap muka tergantung izin Dinas Pendidikan (Sumbar) dan izin oangtua siswa,” kata Budi, Sabtu (1/5/2021).
Jika diperbolehkan kembali menggelar pembelajaran tatap muka, kata Budi, sekolah bakal ekstraketat menerapkan protokol kesehatan. Orangtua siswa tidak diizinkan berkunjung dan hanya boleh mengirimkan atau menitipkan barang di gerbang sekolah.
Biasanya orangtua bertemu anaknya dari balik gerbang, tetapi ada juga yang sempat diizinkan sampai halaman. Sekarang tidak boleh lagi. Orangtua banyak lemah penerapan protokol kesehatannya. (Budi Hermawan)
”Biasanya orangtua bertemu anaknya dari balik gerbang, tetapi ada juga yang sempat diizinkan sampai halaman. Sekarang tidak boleh lagi. Orangtua banyak lemah penerapan protokol kesehatannya,” ujar Budi.
Sementara itu, untuk siswa, lanjut Budi, penerapan protokol kesehatan juga diperketat. Siswa tidak boleh keluar dari kawasan sekolah. Kalau ada keperluan, siswa dibantu oleh pembina asrama. Siswa juga tidak boleh saling mengunjungi kamar yang bisa memicu kerumunan.
Siswa juga tidak diperkenankan berbagi makanan dan meminjam alat-alat makan. Ketika jadwal makan, jarak antarsiswa diatur. ”Jadi, ada SOP-nya yang mesti dipatuhi. Masuk asrama cuci tangan dulu, tempat cuci tangan sudah tersedia di depan pintu asrama,” kata Budi.
Sekolah juga menunggu instruksi dari Dinkes Padang Panjang untuk vaksinasi guru. Maret lalu, kata Budi, vaksinasi guru sudah dijadwalkan, tetapi tertunda karena munculnya kluster Covid-19 di sekolah. Dinkes dan sekolah saat itu fokus pada tes usap PCR siswa, guru, dan pegawai sekolah.
Jika diperkenankan kembali mengadakan pembelajaran tatap muka, lanjut Budi, guru, pegawai, dan siswa akan dites usap PCR. Hanya yang sudah dinyatakan negatif Covid-19 yang bisa masuk sekolah. Total di SMA 1 Sumbar ada 363 siswa dan 57 guru dan pegawai.
”Warga sekolah mesti menerapkan 5M. Selain mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, warga sekolah juga harus menjadi satgas (Covid-19) pribadi dan lingkungan serta menjaga etika ketika membuang cairan dari hidung dan mulut, jangan sembarangan,” kata Budi.
Pimpinan Pondok Pesantren Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang Fauziah Fauzan mengatakan, 135 siswa yang positif Covid-19 dengan tanpa gejala itu sudah sembuh. Sejak 15 Januari 2021, pembelajaran tatap muka sudah kembali digelar. Sejak saat itu sampai siswa diliburkan pada 24-25 April 2021 tidak muncul kasus Covid-19.
Sebagai antisipasi, kata Fauziah, siswa masuk sekolah harus membawa hasil negatif Covid-19 tes usap PCR atau tes cepat antigen. Saat itu, sebagian besar siswa membawa hasil tes usap PCR dari daerah masing-masing maksimal tiga hari seusai dites. Sekolah membekali siswa dengan surat agar daerah masing-masing memberikan fasilitas tes usap PCR gratis bagi siswa.
Fauziah mengatakan, belajar dari pengalaman sebelumnya, sekolah memperketat kunjungan orangtua ke sekolah. Yang bisa berkunjung betul-betul orangtua yang sangat perlu menemui anak-anak mereka. Selain itu, orangtua juga lebih sadar dan hati-hati dalam menerapkan protokol kesehatan ketika berkunjung.
Sebelumnya, adanya kluster Covid-19 di Perguruan Diniyyah Putri, kata Fauziah, semua orangtua punya kesempatan mengunjungi anaknya. Meskipun saat kunjungan itu siswa dan orangtua bertemu di meja dengan pembatas kaca, masih ada orangtua yang curi-curi kesempatan untuk berinteraksi lebih dekat. Sepekan setelah itu, muncullah kluster penularan Covid-19.
”Sekarang, anak-anak yang betul-betul perlu ditemui orangtua yang melapor untuk bisa datang. Orangtua punya kesadaran lebih tinggi, lebih hati-hati, lebih paham,” kata Fauziah.
Penerapan protokol kesehatan, seperti mengenakan masker, menjaga jarak, dan mencuci tangan, juga diterapkan. Pembina asrama, kata Fauziah, terus memantau jika anak-anak yang tidak fit sebagai antisipasi.
Selepas munculnya kluster, lanjut Fauziah, kesadaran siswa untuk menjaga kesehatan, kebersihan, dan menerapkan protokol kesehatan lebih tinggi. ”Mereka berjuang menjaga kesehatan sendiri dan saling mengingatkan kawannya,” ujar Fauziah.
Siswa yang belum pernah terpapar Covid-19 belajar dari pengalaman temannya yang pernah menjalani karantina di sekolah karena positif Covid-19. Siswa yang pernah positif Covid-19 juga belajar dari pengalaman bahwa tidak menyenangkan saat dikarantina.
Saat kembali untuk pembelajaran tatap muka seusai Lebaran, kata Fauziah, siswa diharuskan membawa hasil tes negatif Covid-19 dari tes usap PCR ataupun tes cepat antigen, begitu pula bagi orangtua yang mengantarkan. Masa berlakunya sesuai dengan kebijakan pemerintah. Sementara untuk guru dan pegawai mengikuti tes cepat antigen.