Sejumlah Siswa di DIY Tak Diizinkan Orangtua Ikuti Pembelajaran Tatap Muka
Sejumlah sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta telah memulai uji coba pembelajaran tatap muka. Meski begitu, masih ada orangtua siswa yang tidak mengizinkan anak mereka mengikuti pembelajaran tatap muka.
Oleh
HARIS FIRDAUS/NINO CITRA ANUGRAHANTO
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Sejumlah sekolah di Daerah Istimewa Yogyakarta telah memulai uji coba pembelajaran tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan. Meski begitu, masih ada orangtua siswa yang tidak mengizinkan anak mereka mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah karena khawatir tertular Covid-19.
Uji coba pembelajaran tatap muka di DIY diawali dari jenjang SMA/SMK. Jenjang pendidikan tersebut telah memulai uji coba pembelajaran tatap muka sejak 19 April 2021. Ada sembilan sekolah pada jenjang SMA/SMK yang diizinkan lebih dulu memulai pembelajaran tatap muka.
Sembilan sekolah itu terdiri dari SMKN 1 Pajangan dan SMAN 1 Bantul di Kabupaten Bantul, SMAN 1 Gamping dan SMKN 1 Depok di Kabupaten Sleman, SMAN 1 Sentolo dan SMKN 2 Pengasih di Kabupaten Kulon Progo, SMAN 2 Playen dan SMKN 1 Wonosari di Kabupaten Gunungkidul, dan SMKN 1 Yogyakarta di Kota Yogyakarta.
Kepala Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY Didik Wardaya mengatakan, ada sejumlah orangtua siswa yang masih ragu dan takut sehingga anak mereka tidak diizinkan mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah. Siswa yang tak diizinkan orangtuanya mengikuti pembelajaran tatap muka itu tersebar di sembilan SMA/SMK yang melakukan uji coba sejak 19 April lalu.
Memang ada masyarakat yang masih ragu dan takut sehingga anaknya tidak diperkenankan berangkat ke sekolah. Itu di sembilan sekolah (yang melakukan uji coba) masing-masing ada.
”Memang ada masyarakat yang masih ragu dan takut sehingga anaknya tidak diperkenankan berangkat ke sekolah. Itu di sembilan sekolah (yang melakukan uji coba) masing-masing ada,” ujar Didik saat dihubungi, Rabu (28/4/2021).
Didik menjelaskan, dari sembilan SMA/SMK itu, rata-rata terdapat kurang dari 10 siswa di setiap sekolah yang tak diizinkan mengikuti pembelajaran tatap muka. Meski begitu, dia menyebutkan, di salah satu sekolah terdapat sekitar 30 siswa yang tak diizinkan mengikuti pembelajaran tatap muka.
”Selama seminggu pertama ada sekitar 30 siswa di satu sekolah yang belum berani mengikuti pembelajaran tatap muka,” ucapnya.
Didik menuturkan, untuk para siswa yang tak diizinkan orangtuanya mengikuti pembejalaran tatap muka, pihak sekolah akan menggelar pembelajaran jarak jauh untuk mereka. Hal ini dilakukan agar para siswa tersebut tidak ketinggalan pelajaran di sekolah.
”Pembelajaran tatap muka tidak meniadakan pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran tatap muka itu bagian dari alternatif layanan pendidikan yang harus kita berikan di masa pandemi Covid-19,” ungkap Didik.
Didik menambahkan, selama uji coba pembelajaran tatap muka dilakukan, Disdikpora DIY terus memantau dan melakukan evaluasi terhadap protokol kesehatan yang diterapkan di sekolah. Berdasarkan hasil evaluasi sementara, ia memaparkan, penerapan protokol kesehatan di sembilan SMA/SMK yang melakukan uji coba pembelajaran tatap muka sudah cukup bagus.
Meski begitu, ia menyebut, sempat muncul persoalan di salah satu sekolah ketika sejumlah siswa terlambat dijemput oleh orangtuanya. Dalam uji coba pembelajaran tatap muka itu, siswa memang wajib diantar dan dijemput oleh orangtuanya. Namun, saat ada sejumlah siswa yang terlambat dijemput, mereka pun terpaksa menunggu bersama-sama di dekat sekolah sehingga berpotensi menimbulkan kerumunan.
Namun, Didik mengatakan, persoalan itu sudah diatasi dengan menyediakan tempat duduk yang diatur secara berjarak untuk para siswa yang menunggu dijemput orangtuanya. Dengan adanya tempat duduk itu, para siswa bisa menunggu jemputan tanpa harus berkerumun. ”Jadi, anak-anak tidak menunggu di depan gerbang dan berkerumun,” katanya.
Pantauan
Berdasarkan pantauan Kompas, Rabu (28/4/2021), protokol kesehatan diterapkan dengan ketat dalam pembelajaran tatap muka di SMKN 1 Yogyakarta. Sejak memasuki gerbang sekolah, setiap siswa diukur suhu tubuhnya. Mereka juga diminta mencuci tangan terlebih dahulu.
Saat pembelajaran berlangsung, tempat duduk siswa di dalam kelas diberi jarak sekitar 1 meter antara satu siswa dan siswa lain. Kapasitas kelas pun dibatasi hanya 50 persen dari seharusnya. Dalam kondisi normal, satu kelas di SMKN 1 Yogyakarta bisa menampung 36 siswa. Namun, dalam uji coba pembelajaran tatap muka, satu kelas hanya diisi 18 orang.
Selain itu, semua siswa juga selalu mengenakan masker dengan taat. Bahkan, sejumlah siswa menambah alat proteksi diri mereka dengan pelindung wajah. Pembelajaran juga dibuat dua sif agar tidak menimbulkan kerumunan.
”Selama penerapan pembelajaran satu pekan ini, kami melakukannya secara konsisten. Tidak ada masalah. Semua siswa ternyata juga bisa beradaptasi dengan baik terhadap protokol kesehatan,” kata Kepala SMKN 1 Yogyakarta Elyas.
Elyas menambahkan, pengaturan alur masuk-keluar siswa dilakukan dengan pembagian sif. Ada dua sif setiap harinya. Dengan adanya pembagian menjadi dua sif itu, diharapkan tidak terjadi kerumunan sewaktu siswa keluar.
”Setelah selesai jam pelajaran harus langsung pulang. Jadi, tidak ada penumpukan-penumpukan siswa sehingga mencegah pula terjadinya kerumunan,” kata Elyas.
Penyemprotan disinfektan juga dilakukan setiap hari setelah pembelajaran tatap muka selesai. Langkah tersebut merupakan salah satu upaya pencegahan penularan Covid-19 dengan memastikan setiap ruang kelas steril.
Terkait penambahan sarana protokol kesehatan, Elyas menyatakan, pihaknya tak merasa kesulitan. Pengadaan sarana tersebut memanfaatkan dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Satgas Covid-19
Selain diwajibkan memiliki sarana protokol kesehatan, setiap sekolah juga harus membentuk satuan tugas (satgas) Covid-19. Satgas Covid-19 itu bertanggung jawab menyiapkan dan memastikan protokol kesehatan benar-benar bisa berlangsung ketat. Salah satu tugas utamanya termasuk mendata kondisi kesehatan siswa dan guru serta mengecek zona penularan Covid-19 dari seluruh warga sekolah.
Kepala SMK Negeri 1 Depok, Sleman, Suprapto menyatakan, pihaknya selalu mengirimkan formulir daring kepada seluruh warga sekolah, baik siswa maupun guru. Formulir itu berisi tentang kondisi kesehatan terkini para siswanya. Dengan demikian, kondisi kesehatan seluruh warga sekolah selalu terpantau.
Selain itu, Suprapto menambahkan, mekanisme pengaturan tempat duduk juga dilakukan secara khusus oleh satgas Covid-19 tingkat sekolah. Siswa duduk sesuai dengan nomor presensinya. Tujuannya, untuk memudahkan pelacakan jika sewaktu-waktu ditemukan kasus positif.
”Kondisi kesehatan siswa selalu dipantau. Lalu, apabila ada siswa yang berasal dari zona merah, nanti akan diminta untuk belajar jarak jauh dulu,” katanya.
Sementara itu, Kepala SD Negeri Serayu, Kota Yogyakarta, Marsono menyebutkan, pihaknya juga turut membentuk satgas Covid-19 tingkat sekolah. Sejak Rabu (28/4/2021), SDN Serayu memang telah menggelar uji coba pembelajaran tatap muka dengan menerapkan protokol kesehatan.
Marsono menyatakan, setiap protokol kesehatan yang diterapkan akan diawasi oleh satgas Covid-19 tingkat sekolah. Satgas itu juga akan selalu mengingatkan warga sekolah yang lalai dalam menerapkan protokol kesehatan.
”Mereka ada yang bertugas mengawasi hingga penjemputan siswa. Jangan sampai orangtua yang menunggu jemputan justru berkerumun,” katanya.