Sejumlah sekolah mulai bersiap menyongsong kembali pembelajaran tatap muka. Komitmen sekolah untuk menyediakan sarana penunjang dan aturan ketat terkait protokol kesehatan jadi modal utama agar tak ada klaster Covid-19.
Oleh
KRISTI UTAMI
·6 menit baca
Suatu pagi di pekan kedua April 2021, Rio (17) bangun dengan gembira. Hari itu adalah hari pertamanya kembali belajar di sekolah setelah hampir setahun lebih belajar daring di rumah. Sekolah Rio ditunjuk sebagai salah satu dari 140 sekolah di Jawa Tengah yang bisa menyelenggarakan pembelajaran tatap muka, 5-16 April 2021.
Usai mandi dan sarapan, siswa kelas 11 di sebuah sekolah menengah atas di Kota Tegal itu mulai mengemasi tas sekolahnya. Ke dalam tas, ia masukkan selembar masker kain cadangan dan sebotol gel pembersih tangan. Rio kemudian berangkat sekolah diantar ayahnya menggunakan sepeda motor.
Setelah menempuh perjalanan sekitar 12 menit, Rio dan ayahnya tiba di depan gerbang sekolah. Saat Rio sedang melepas helm, ayahnya berpesan agar Rio selalu menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
”Ingat, maskernya jangan dilepas kalau belum sampai di rumah. Sebelum dan sesudah memegang sesuatu harus pakai hand sanitizer. Terus, jangan makan atau minum satu piring dan satu gelas dengan teman, ya!” kata ayah Rio yang kemudian dijawab dengan anggukan oleh Rio.
Medio September 2020, salah satu teman sekelas Rio ada yang terpapar Covid-19. Kasus itu diketahui saat sekolah Rio sedang menggelar pembelajaran tatap muka. Buntutnya, Rio dan teman sekelasnya, beserta guru-guru dites usap. Hasilnya, seluruh guru dan siswa yang mengikuti tes dinyatakan negatif.
Sebelum menggelar pembelajaran tatap muka, orangtua dimintai persetujuan. Orangtua atau siswa yang keberatan boleh tidak ikut pembelajaran tatap muka. Siswa yang tidak mendapat izin mengikuti pembelajaran tatap muka dari orangtua akan dilayani dengan pembelajaran jarak jauh secara daring.
Meski saat pembelajaran tatap muka tahun lalu ada salah satu temannya yang terpapar Covid-19, Rio mengaku tidak takut. Ia bertekad lebih disiplin menerapkan protokol kesehatan supaya tidak terpapar Covid-19.
”Sejak kejadian itu (adanya siswa yang terpapar Covid-19), peraturan sekolah jadi lebih ketat. Kalau misalnya ada yang ketahuan berkerumun atau menurunkan masker langsung ditegur oleh guru. Jadi kami takut melanggar,” tutur Rio.
Tak hanya siswa, orangtua siswa juga antuasias menyambut pembelajaran tatap muka. Kuncoro (47), orangtua siswa Madrasah Aliyah Negeri Tegal, sudah sejak lama ingin agar anaknya bisa belajar di sekolah.
”Anak saya sudah bosan belajar di rumah, jadi semangatnya menurun. Katanya ingin bisa segera masuk sekolah, bertemu guru-guru dan temannya,” ucap Kuncoro.
Di tempat anaknya bersekolah, pernah ada siswa yang juga terpapar Covid-19. Kuncoro sebenarnya khawatir, tetapi dia juga ingin agar anaknya bisa segera belajar di sekolah.
Agar tidak terpapar Covid-19, Kuncoro meminta anaknya untuk mematuhi protokol kesehatan. Ia juga menuntut sekolah untuk menyiapkan sarana penunjang protokol kesehatan agar para siswa tidak terpapar Covid-19 saat pembelajaran tatap muka digelar.
Tidak setuju
Saat sebagian siswa dan orangtua siswa antusias menyambut pembelajaran tatap muka, masih ada sejumlah orangtua yang khawatir anaknya belajar di sekolah. Alasannya, orangtua belum yakin anak-anak bisa disiplin menerapkan protokol kesehatan di sekolah.
Yang dewasa saja belum disiplin menerapkan protokol kesehatan, apalagi anak-anak. Sebenarnya bisa, sih, saya mendisiplinkan anak saya, tapi tidak ada jaminan kalau teman-temannya juga menerapkan hal yang sama. (Endah)
”Yang dewasa saja belum disiplin menerapkan protokol kesehatan, apalagi anak-anak. Sebenarnya bisa, sih, saya mendisiplinkan anak saya, tapi tidak ada jaminan kalau teman-temannya juga menerapkan hal yang sama,” kata Endah (40), orangtua siswa sebuah SMP Negeri di Kota Pekalongan.
Sementara ini, anak Endah mengikuti pembelajaran jarak jauh secara daring di rumah. Jika ada tugas yang harus dikumpulkan di sekolah, Endah sendiri yang akan pergi ke sekolah anaknya untuk mengumpulkan tugas.
Untuk menepis keraguan orangtua, sejumlah sekolah berupaya menyiapkan sarana penunjang protokol kesehatan ketat. Di SMA Negeri 1 Kota Pekalongan, misalnya, pihak sekolah menyiapkan masker cadangan serta tempat cuci tangan lengkap dengan air mengalir dan sabun. Tak hanya itu, pihak sekolah juga memastikan anak-anak yang masuk ke sekolah dalam kondisi sehat, salah satunya dengan pengecekan suhu tubuh mereka sebelum masuk lingkungan sekolah.
Selama berkegiatan di sekolah, guru dan siswa diwajibkan selalu memakai masker dan menjaga jarak. Pihak sekolah akan menegur siswa maupun guru yang kedapatan melanggar aturan penerapan protokol kesehatan tersebut.
”Jalur masuk siswa ke sekolah diatur untuk menghindari kerumunan. Saat pulang sekolah, wali kelas juga akan memantau perjalanan siswanya hingga ke rumah masing-masing melalui Google Meet. Ini dilakukan untuk memastikan siswa langsung pulang ke rumah, tidak mampir ke mana-mana,” tutur Budi.
Menurut Budi, siswanya juga dilarang pergi atau pulang sekolah menggunakan angkutan umum. Para siswa hanya boleh berjalan kaki atau dijemput oleh orang yang serumah dengannya. Hal itu untuk membatasi interaksi siswa dengan orang asing.
Di Batang, sebuah sekolah peserta uji coba pembelajaran tatap muka dikirimi surat teguran oleh Bupati Batang Wihaji. Sekolah itu juga diminta menghentikan uji coba pembelajaran tatap muka.
”Kami sempat mengirim surat teguran kepada satu sekolah. Sekolah itu kami anggap teledor karena membiarkan siswa tidak menggunakan masker di kelas, mentang-mentang sudah ada pembatasan jarak,” kata Wihaji.
Setelah dibina oleh pengawas pendidikan selama sepekan dan berjanji tidak akan mengulang kesalahan, sekolah itu kembali diizinkan menggelar pembelajaran tatap muka. Teguran kepada sekolah ini menjadi contoh bahwa pemerintah tidak menoleransi sedikit pun adanya pelanggaran terhadap protokol kesehatan.
Tes antigen
Setelah masa uji coba berakhir, sekolah peserta uji coba dievaluasi. Salah satu bentuk evaluasi tersebut yaitu tes antigen. Di Kota Tegal, tes usap antigen dilakukan kepada ratusan siswa dan guru di lima sekolah yang menjadi peserta pembelajaran tatap muka, yakni SMP Negeri 1 Tegal, SMA Al Irsyad, MA Negeri 1 Tegal, SMK Muhammadiyah 1 Kota Tegal, dan Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Kota Tegal.
”Hasil tes antigen terhadap guru dan siswa negatif. Tes antigen akan dilakukan setiap kali masa uji coba pembelajaran tatap muka berakhir untuk mendeteksi ada atau tidaknya peserta yang terpapar Covid-19,” ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal Sri Primawati Indraswari.
Baru-baru ini, ada satu MTs swasta di Kota Tegal yang menyelenggarakan pembelajaran tatap muka tanpa izin. Di sekolah tersebut kemudian ditemukan adanya 13 siswa dan guru yang positif Covid-19. Kini, mereka diisolasi dan kegiatan pembelajaran tatap muka di sekolah itu dihentikan.
Menurut Prima, setiap sekolah yang ingin melaksanakan kegiatan pembelajaran tatap muka wajib mengajukan surat rekomendasi kepada dinas kesehatan. Sebelum uji coba dilakukan, petugas dinas kesehatan akan mengecek satu per satu sarana penunjang protokol kesehatan di sekolah.
Sekolah yang dianggap memiliki sarana penunjang baik dan siap mengadakan pembelajaran tatap muka akan diberi surat rekomendasi. Prima menyebut, surat rekomendasi tersebut bisa digunakan oleh sekolah untuk mengajukan izin menyelenggarakan sekolah tatap muka kepada Satuan Tugas Covid-19.
Adanya kasus-kasus atau kluster-kluster penyebaran Covid-19 di sekolah selama ini mestinya bisa menjadi pembelajaran untuk berbagai pihak dalam penyelenggaraan pembelajaran tatap muka. Oleh karena itu, tidak ada lagi siswa atau guru yang terpapar Covid-19 karena kendurnya penerapan protokol kesehatan di sekolah.