Situasi pandemi Covid-19 yang berubah memengaruhi kesiapan daerah untuk uji coba sekolah tatap muka. Padahal, sekolah tatap muka akan diberlakukan mulai tahun ajaran 2021/2022 dengan penerapan ketat protokol kesehatan.
Oleh
AMBROSIUS HARTO
·4 menit baca
Pandemi Covid-19 di Jawa Timur belum memperlihatkan tren penurunan signifikan. Bahaya atau tingkat risiko penularan di suatu kabupaten/kota juga kerap berubah. Situasi ini turut berdampak terhadap rencana pelaksanaan sekolah tatap muka.
Wabah Covid-19 menyerang Jatim sejak 17 Maret 2020. Sampai dengan Sabtu (1/5/2021), menurut laman resmi http://infocovid19.jatimprov.go.id, yang terjangkit 147.747 orang. Dari jumlah itu, mayoritas berhasil sembuh, yakni 135.052 orang, dengan angka kematian 10.703 orang. Adapun yang masih dirawat 1.991 orang dengan tingkat kesembuhan 91,4 persen dan tingkat kematian 7,2 persen.
Sebanyak 11 daerah dari 38 kabupaten/kota di Jatim berstatus risiko penularan rendah (zona kuning), meliputi Sumenep, Pamekasan, Sampang, Bangkalan di Pulau Madura, lalu Tuban, Bojonegoro, Kabupaten Mojokerto, Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Situbondo, dan Bondowoso. Sementara itu, kebanyakan kabupaten/kota atau 27 daerah berstatus risiko sedang (zona oranye).
Dalam kebijakan pendidikan, serangan pandemi memaksa aparatur menerapkan pembelajaran daring. Namun, situasi wabah terus berubah. Ada saat membaik, tetapi juga memburuk. Akhirnya, sejak Agustus 2020 atau lima bulan setelah serangan pandemi, Jatim mulai mendorong uji coba sekolah tatap muka atau pembelajaran luring. Uji coba dilakukan dengan penerapan protokol kesehatan untuk menekan risiko penularan Covid-19.
Menurut Dinas Pendidikan Jatim yang menangani sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK), seluruh kabupaten/kota sudah melaksanakan uji coba pembelajaran tatap muka (PTM) tingkat SLTA. Uji coba diharapkan diperkuat untuk persiapan sekolah tatap muka tahun ajaran 2021/2022.
”Uji coba penting karena sekolah tatap muka telah diizinkan diselenggarakan mulai tahun ajaran 2021/2022 meski secara terbatas dan menerapkan protokol kesehatan secara ketat,” kata Kepala Dinas Pendidikan Jatim Wahid Wahyudi.
Menurut Wahid, mengutip kajian Bank Dunia, pembelajaran online memicu penurunan nilai ujian siswa siswi sampai 25 persen. Efektivitas pelajar menempuh pendidikan dasar juga turun dari 7,9 tahun menjadi 7,3 tahun. Kompetensi pelajar juga turun karena tidak semua kecakapan dan keterampilan dapat dipelajari secara online.
”Kami mencegah potensi penurunan mutu pengajaran serta melihat dari kecenderungan pelajar sehingga mendorong semua daerah uji coba sekolah tatap muka,” kata Wahid.
Secara terpisah, Direktur Surabaya Survey Center (SSC) Moechtar Oetomo mengatakan, pihaknya telah mengadakan jajak pendapat terhadap hampir 1.100 pelajar se-Jatim pada Maret 2021. Hasilnya, mayoritas atau 77,4 persen responden ingin sekolah tatap muka, kemudian sebanyak 19,3 persen responden nyaman dengan sekolah online dan yang tidak berpendapat atau tidak menjawab 12,7 persen responden.
”Menurut responden yang ingin sekolah tatap muka, pembelajaran online kurang membawa pengalaman dan interaksi dengan teman,” kata Moechtar.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, uji coba PTM sebenarnya sudah diadakan secara amat terbatas di tingkat SMP. Uji coba di tingkat SLTA juga baru dilaksanakan. Frekuensi uji coba akan ditingkatkan. Surabaya ingin memastikan keamanan pelajar dari potensi penularan Covid-19. Namun, saat tahun ajaran baru berlangsung, sekolah tatap muka dipastikan berjalan, tetapi dengan penerapan protokol kesehatan.
”Uji coba sekolah tatap muka memperhatikan situasi pandemi Covid-19 di daerah,” kata Eri.
Surabaya, ibu kota Jatim, berstatus zona oranye. Dampaknya, uji coba sekolah tatap muka hanya bisa ditempuh maksimal 25 persen dari total sekolah. Tatap muka di sekolah juga hanya bisa dihadiri oleh maksimal 25 persen pelajar. Waktu tatap muka hanya tiga jam. Pelajar harus berpelindung (masker, sarung tangan, dan atau face shield) dan mematuhi protokol kesehatan.
Ketua Dewan Pendidikan Jatim Akhmad Muzakki mengatakan, kebijakan sekolah tatap muka bergantung pada kepala daerah. Namun, bupati/wali kota harus sensitif dan peka terhadap situasi pandemi Covid-19. Kedepankan keselamatan pelajar agar tidak tertular Covid-19.
”Covid-19 mematikan bagi yang punya sakit bawaan sehingga perlindungan utama bagi pelajar adalah jangan sampai mereka tertular untuk menjamin keselamatan,” kata Muzakki, yang juga Guru Besar Sosiologi Pendidikan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel, Surabaya.
Kebijakan sekolah tatap muka juga harus memperhatikan kebutuhan pelajar dan keluarga. Harus dihormati jika ada pelajar atau orangtua yang belum mau sekolah tatap muka sebagai upaya pencegahan dari penularan Covid-19. ”Sekolah online harus dimaksimalkan dengan berbagai terobosan pengajaran agar tidak terjadi penurunan mutu dan kompetensi,” ujar Muzakki.
Untuk persiapan sekolah tatap muka, kalangan tenaga pendidikan telah mendapat vaksinasi Covid-19. Vaksinasi diharapkan meningkatkan kekebalan tubuh seseorang dari serangan Covid-19.
Sosialisasi protokol kesehatan juga harus ditingkatkan agar membudaya dalam perilaku keseharian pelajar. Seluruh sekolah harus diawasi agar melengkapi diri dengan sarana penunjang protokol kesehatan. Dengan demikian, tahun ajaran baru, sekolah tatap muka bisa diadakan, tetapi harus dalam koridor pembatasan sehingga tidak menjadi kluster penularan.