Guru didorong terus meningkatkan profesionalisme dan kompetensinya agar tetap mampu memastikan pembelajaran berlangsung dengan baik dan mencegah malapraktik pendidikan.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendidikan yang menghasilkan siswa merdeka belajar perlu didukung para guru yang mampu menggali potensi anak-anak didik sesuai kodrat, alam, dan zamannya. Untuk itu, para guru didorong terus meningkatkan profesionalisme dan kompetensinya agar tetap mampu memastikan pembelajaran berlangsung dengan baik meskipun menghadapi situasi keterbatasan, seperti pandemi Covid-19. Tak kalah penting, guru berkualitas mencegah terjadinya malapraktik pendidikan.
Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) Iwan Syahril, di acara peluncuran ”Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Inklusif”, Selasa (4/5/2021), mengatakan, merdeka belajar bagi siswa dapat dinikmati semua anak dengan tersedianya pendidikan berkualitas. Semangat menghadirkan pendidikan berkualitas bagi semua anak sebenarnya sudah ada dalam pemikiran Ki Hadjar Dewantara.
”Kita harus terus menggali dan merefleksikan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, bukan lagi dengan slogan dan seremoni. Sebab, tokoh pendidikan dunia, seperti Maria Montessori dan Rabindranath Tagore, pernah berkunjung ke Taman Siswa. Arinya, pemikiran Ki Hadjar Dewantara dihormati tokoh dunia internasional,” tutur Iwan.
Semakin kecil usia anak, semakin sungguh-sungguh dan hati-hati kita menyiapkan anak.
Bagi para pendidik, filosofi Ki Hadjar Dewantara yang terkenal, ing ngarsa sung tulodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani, ujar Iwan, bermakna pendidik menjadi teladan, membangkitkan semangat/motivator, dan memberdayakan/mendorong supaya murid mencapai kemandirian/kemerdekaan.
”Pendidikan bertujuan untuk menghasilkan manusia mandiri, merdeka, dan bahagia. Pendidikan memerdekakan pikiran, jiwa, raga. Para pendidik membantu dengan menggali potensi murid sesuai kodrat, alam, dan zaman,” kata Iwan.
Demi menyediakan pendidikan berkualitas, tersedianya guru berkualitas pun terus ditingkatkan. Layanan pendidikan dan pelatihan bagi guru berbasis digital dikembangkan untuk membuat para guru dan tenaga kependidikan (GTK) tetap bisa berdaya menghadapai pandemi saat ini untuk memastikan pembelajaran tetap berlangsung dalam keterbatasan.
”Lewat platform Guru Belajar dan Berbagi, ini gerakan kolaborasi/gotong royong dari semua pihak untuk berbagi ide dan praktik baik, dari RPP, artikel pembelajaran, video pembelajaran, dan aksi kolaborasi,” tuturnya.
Menurut Iwan, dari platform Guru Belajar dan Berbagi yang disediakan Kemendikbud Ristek, terlihat guru-guru di masa pandemi semakin aktif sebagai pembelajar dan aktif berbagi untuk meningkatkan kompetensi diri. Para guru sudah bisa mengakses seri calon guru aparatur sipil negara pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau ASN-PPPK, seri pendidikan keterampilan hidup, dan seri asesmen kompetensi minimum.
”Yang terbaru seri Program Guru Belajar dan Berbagi Seri Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan Pendidikan Inklusif,” kata Iwan.
[caption id="attachment_11618733" align="alignleft" width="400"] Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, Kemdikbud Ristek, Iwan Syahril.[/caption]
Menurut Iwan, lewat platform Guru Belajar dan Berbagi sudah ada 700.000 guru yang mengaktualisaiskan diri. Ada sekitar 85.000 RPP yang diunggah, dan diunduh hingga 25 juta kali. Sudah ada sekitar satu juta guru yang ikut modul pelatihan di platform Gurubelajardanberbagi.kemdikbud.go.id.
Malapraktik pendidikan
Ketua Umum Pengurus Pusat Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini (Himpaudi) Netty Herawati mengatakan, dari semua jenjang pendidikan, PAUD jadi fondasi. Dalam pelayanan PAUD, guru jadi model kuat bagi anak-anak sehingga harus dipastikan guru memenuhi kompetensi sebagai pendidik anak usia dini,
”Semakin kecil usia anak, semakin sungguh-sungguh dan hati-hati kita menyiapkan anak. Seorang guru PAUD harus bisa mengajar secara tidak langsung, tetapi mampu membuat anak pandai dan cinta belajar,” kata Netty.
Namun, dalam menyiapkan guru PAUD yang profesional masih menghadapi tantangan kesejahteraan dan kompetensi. Faktanya, dari sekitar 76,2 persen guru PAUD yang berhimpun di Himpaudi, gajinya di bawah Rp 250.000 per bulan. Selain itu, ada masalah lain adalah sekitar 59 persen anak belum terlayani PAUD. Sementara 41 persen yang dilayani guru, ternyata guru belum dipersiapkan dengan baik.
”Jangan ada malapraktik pendidikan karena tidak menyiapkan guru. Karena itu, adanya diklat berjenjang bagi guru PAUD lewat daring dan pendampingan memberikan harapan perbaikan mutu para pendidik PAUD,” katanya.
Netty mengatakan, banyak guru PAUD di pelosok yang mengajar dengan penuh kasih dan cinta dalam mendidik anak-anak. ”Namun, rasa cinta saja tidak cukup. Para guru PAUD perlu pengetahuan dan bekal konten yang disiapkan untuk diklat guru sampai memahami tentang PAUD holistik integratif, pasti akan membantu peningkatan layanan PAUD. Dari sisi metode pembelajaran yang daring dan campuran, ini jadi jawaban karena guru enggak perlu meninggalkan ruang kelas,” papar Netty.
Guru Besar Pendidikan Khusus dari Universitas Negeri Surabaya Budiyanto mengatakan, pengembangan pendidikan inklusif masih menghadapi tantangan belum tersedianya guru yang memiliki kompetensi untuk mengembangkan layanan pendidikan sesuai keragaman anak didik, termasuk anak-anak berkebutuhan khusus. Dari Data Pokok Pendidikan terdata sekitar 30.000 sekolah inklusif, tetapi guru pembimbing khusus di sekolah inklusif baru terdata sekitar 2.500 guru.
”Kalau dikaitkan dengan tuntutan regulasi, diamanatkan setiap sekolah inklusi sekurang-kurangnya punya satu pembimbing khusus. Tidak hanya jumlah yang masih kurang, untuk kualitas guru di pendidikan inklusi masih jauh dari yang diharapkan. Adanya diklat berjenjang tentunya membantu peningkatan mutu guru untuk semakin memahami pendidikan inklusif,” papar Budiyanto.
Santi Dianita, Guru TK Dharma Wanita 02, Kota Malang, Jawa Timur, mengatakan, platform Guru Belajar dan Berbagi ini berlangsung dua arah, yakni belajar sambal berbagi. ”Kami berharap guru PAUD bisa terus difasilitasi untuk untuk peningkatan kompetensi, untuk saling menguatkan dan mengapresiasi. Harapannya ada semangat yang kuat dari para guru PAUD untuk ikut membangun pendidikan Indonesia yang semakin menggelora,” ujar Santi.
Sementara itu, Luh Ekayanti yang merupakan guru pembimbing khusus di SMKN 3 Singaraja, Bali, mengatakan, dirinya sebenarnya guru Fisika. Ketika ditetapkan sebagai sekolah inklusi, Ekayanti menjadi guru pendamping khusus yang menyiapkan anak-anak berkebutuhan khusus untuk bisa belajar bersama anak-anak lainnya di dalam satu kelas yang dibuat ramah anak berkebutuhan khusus.
”Saya bukan berlatar belakang guru pendidikan khusus. Dengan adanya diklat berjenjang yang bisa diakses mandiri dan pendampingan sangat bermanfaat bagi guru untuk semakin paham tenatng pendidikan inklusif. Kita harus memberikan hak belajar tanpa diskriminasi kepada semua anak sesuai kodrat dan potensi anak. Guru jangan fokus pada hambatan belajar anak, tetapi dengan mata dan hati mengajar sesuai sesuai potensi anak berkebutuhan khusus,” tutur Ekayanti.