Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Hadirkan Dilema bagi Masyarakat
Kebijakan pemerintah untuk segera menyelenggarakan pembelajaran tatap muka terbatas seusai guru dan tenaga kependidikan tuntas divaksin menimbulkan dilema di masyarakat.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan pemerintah untuk menggelar pembelajaran tatap muka atau PTM terbatas masih menjadi dilema bagi masyarakat. PTM terbatas dianggap sebagai solusi mengatasi ketidakefektifan pembelajaran jarak jauh. Namun, di sisi lain, masyarakat juga menilai, PTM terbatas berisiko karena angka penyebaran Covid-19 masih tinggi.
Selama kurun waktu 21-25 April 2021, Arus Survei Indonesia menyurvei 1.000 responden di 34 provinsi, dengan margin of error +/- 3,10 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden itu berlatar belakang 50,1 persen penduduk perdesaan dan 49,9 persen penduduk perkotaan.
Direktur Eksekutif Arus Survei Indonesia Ali Rif\'an, Kamis (29/4/2021), di Jakarta, mengatakan, 65,7 persen dari total responden menyebutkan, pembelajaran jarak jauh (PJJ) daring tidak efektif, 24,4 persen memandang PJJ daring efektif, dan 9,9 persen responden memilih tidak menjawab. Ketika ditanya setuju tidaknya PTM segera dilaksanakan, 75,8 persen setuju, 20,6 persen tidak setuju, dan 3,6 persen tidak menjawab.
”Bagi responden yang menjawab setuju PTM segera dilakukan, 48,3 persen merasa PJJ daring kurang memadai, 31,8 persen anak jenuh, 9,7 persen percaya tren penyebaran Covid-19 turun, dan 8,9 persen menyebut sudah ada vaksin,” ujarnya.
Sementara bagi responden yang menjawab tidak setuju, mereka beralasan angka penyebaran Covid-19 masih tinggi (39,7 persen), vaksinasi baru sedikit (21 persen), siswa lebih senang belajar dari rumah (17,8 persen), dan siswa lebih rentan tertular Covid-19 (17,3 persen).
Riset Arus Survei Indonesia juga menanyakan saran realisasi PTM. Sebanyak 49,4 persen responden menyebut PTM harus dilakukan secara bertahap, 29,1 persen PTM serentak, dan 21,5 persen memilih tidak tahu atau tidak menjawab.
Menurut Ali, meskipun PTM jadi diberlakukan, 64,7 persen responden berpendapat penggunaan teknologi digital tetap dibutuhkan guna menunjang jalannya pembelajaran. Sementara 20,4 persen responden menyebut teknologi digital tidak lagi dibutuhkan. Adapun ada 14,8 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Sebanyak 66 persen responden mengatakan, pendidikan yang terintegrasi dengan teknologi merupakan kebutuhan penting sebagai upaya meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Sementara 17,2 persen mengatakan, teknologi digital bukan merupakan kebutuhan penting. Adapun 16,8 persen mengaku tidak tahu/tidak jawab.
Baca juga: Uji Coba PTM Pompa Semangat Belajar Siswa dan untuk Ujian Praktik
Temuan riset lainnya, program bantuan kuota data internet gratis (17,2 persen), relaksasi dana bantuan operasional sekolah (15,5 persen), dan pembiayaan sekolah melalui Kartu Indonesia Pintar (11,2 persen) merupakan program Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud Ristek) yang dinilai publik paling berhasil, disusul bantuan subsidi upah (9,6 persen), Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak (8,9 persen).
Peneliti Arus Survei Indonesia, Budy Sugandi, menduga, program-program Kemdikbud Ristek yang dianggap responden berhasil sejalan dengan kebutuhan PJJ daring. Meski demikian, dia berpendapat, kelancaran PJJ semestinya tidak hanya tanggung jawab Kemdikbud Ristek, tetapi kementerian/lembaga lainnya untuk membantu penyediaan sarana/prasarana penunjang.
Siswa lebih senang dengan PJJ diselenggarakan berbasis proyek dibandingkan dengan hanya sekadar membahas materi.
Peneliti Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Fikri Muslim, berpendapat, apabila pembukaan sekolah tatap muka dilakukan, harus disiapkan alternatif penyelenggaraan pembelajaran secara campuran. Siswa dan orangtua diberikan hak memilih pelaksanaan proses pembelajaran secara daring atau luring. PTM terbatas semestinya dapat dilakukan di daerah dengan tren penyebaran Covid-19 yang rendah dan tetap menggunakan protokol kesehatan yang ketat.
Pelaksana Tugas Direktur SMA Kemdikbud Ristek Purwadi Sutanto mengatakan, ada beberapa faktor penyebab sekolah belum mengisi daftar periksa, seperti daftar periksa yang harus diisi panjang. Dia berpendapat, daftar periksa akan dibuat lebih singkat dan padat serta terukur.
Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) terbaru sudah dikeluarkan. Dia mengakui, pelaksanaan PJJ terlalu lama berpotensi menyebabkan pengalaman belajar berkurang. Masyarakat yang terbatas akses sinyal internet dan gawai semakin kesusahan menerima pembelajaran.
Baca juga: Evaluasi Uji Coba PTM, Siswa dan Guru di Pekalongan Dites Antigen
Education Economist World Bank Rythia Afkar mengatakan, berdasarkan penelitian Bank Dunia, pembukaan kembali sekolah di Indonesia pada Mei 2021 diproyeksikan menurunkan skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) 18 poin. Dengan skenario pembukaan kembali sekolah baru pada Juli 2021, potensi penurunan diprediksi 20 poin. Apabila pembukaan kembali sekolah baru dilakukan setelah tahun ajaran 2021/2022 atau September 2021, potensi penurunan sebesar 25 poin.
”Guru-guru harus dipersiapkan melakukan asesmen diagnostik pengurangan pengalaman belajar setiap anak. Metode pembelajaran campuran bisa dipilih demi memperluas akses pembelajaran dan anak sudah terlalu lama di rumah. Materi PJJ tetap dapat diperbaiki sehingga tetap menarik,” tuturnya.
Belajar menyenangkan
Pendiri Gerakan Sekolah Menyenangkan, M Nur Rizal, dalam siaran pers memandang, pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk berbenah bagi dunia pendidikan. Pandemi Covid-19 bukan lagi sekadar perubahan metode belajar, dari pembelajaran luring ke PJJ daring.
Pandemi Covid-19 mengingatkan pentingnya kembali pada pembelajaran yang fokus pada versi terbaik anak. Guru tidak hanya melakukan transfer ilmu, tetapi juga memfasilitasi anak menemukan solusi sendiri dari setiap permasalahan yang dihadapi.
Sesuai survei singkat pelaksanaan PJJ yang dilakukan Gerakan Sekolah Menyenangkan di sekolah jaringannya, 20 persen PJJ dianggap menyenangkan dan 80 persen PJJ menjadi pengalaman tidak membahagiakan. Siswa yang senang dengan PJJ menilai belajarnya santai, waktu fleksibel, dan kemampuannya menggunakan teknologi digital naik. Sementara siswa yang mengaku tidak menyenangi PJJ karena bosan, rindu ketemu dan bermain dengan teman, kurang paham instruksi guru, terkendala internet, dan susah konsentrasi.
"Temuan survei yang menarik lainnya, siswa lebih senang dengan PJJ diselenggarakan berbasis proyek dibandingkan dengan hanya sekadar membahas materi," katanya.
Sekretaris Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kemdikbud Ristek Nunuk Suryani, di sela-sela webinar Paradigma Kebijakan dan Peningkatan Kompetensi Guru Digital Abad Ke-21, Sabtu (1/5/2021), mengatakan, kebijakan Merdeka Belajar mendukung nawacita. Dalam Merdeka Belajar, pendidikan berkualitas tidak hanya ditunjukkan dengan nilai tes. Strategi utama Merdeka Belajar meningkatkan kolaborasi, membangun platform tdan eknologi, memperbaiki kurikulum, bekerja sama dengan pemerintah daerah agar memperluas akses belajar.
Baca juga: Presiden Jokowi dan Pendidikan yang Memerdekakan
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi (Pusdatin) Kemdikbud Ristek Muhammad Hasan Chabibie menyampaikan, hingga Sabtu (24/4/2021) pukul 21.23, jumlah pendaftar program Pembelajaran Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (PembaTIK) mencapai 80.000 guru. Dilihat dari latar belakangnya, peserta tersebut berasal dari guru pegawai negeri sipil, guru tetap yayasan, dan guru honorer.
Menurut dia, pencapaian pendaftar sebanyak itu memberikan rasa optimisme bahwa guru memiliki motivasi sama dengan kebijakan pemerintah yang sudah ada, yakni PembaTIK disinergikan dengan kebijakan Merdeka Belajar, Guru Penggerak, dan bantuan kuota data internet. Melalui bantuan kuota data internet, guru dimudahkan mengakses, membuat, hingga mendistribusikan beragam konten pembelajaran hasil mengikuti PembaTIK ke media sosial.
”Hasil mengikuti pelatihan PembaTIK, mereka bisa menerapkannya ke proses pembelajaran di kelas,” ujar Hasan.