Kepak Sayap Nuarta
Hal biasa menjadi luar biasa. Begitulah seniman Nyoman Nuarta (69) menyebut corak karyanya yang nyaris selalu bertema keseharian.
Hal biasa menjadi luar biasa. Begitulah seniman Nyoman Nuarta (69) menyebut corak karyanya yang nyaris selalu bertema keseharian. Karya-karya yang berangkat dari sesuatu yang biasa, tetapi ia seolah mengepakkan sayap dan terbang....
”Saya mempunyai mimpi berpameran keliling Asia sejak lama,” ujar Nyoman Nuarta dalam sebuah diskusi dan pameran bertajuk ”Nyoman Nuarta Road to Beijing”, Sabtu (24/4/2021), di Hotel Shangri-La, Jakarta.
Bersama Linda Gallery, Nuarta berencana memamerkan karya-karya patungnya di Beijing, China. Jadwalnya belum bisa dipastikan terkait dengan pandemi Covid-19 yang membatasi ruang gerak penyelenggaraan pameran tersebut.
”Sekarang sudah banyak vaksinasi Covid-19, semoga jadwal pameran segera bisa ditentukan,” ujar Linda Ma, pemilik Linda Gallery, dalam kesempatan yang terpisah.
Saat ini sudah ada 15 patung Nuarta di Beijing dan 15 patung lagi di Singapura. Tema-tema patung itu sebagian besar seperti patung yang sedang dipamerkan di Hotel Shangri-La. Salah satu karya ikonik berupa seri patung Borobudur dan Rush Hour. Seri Rush Hour berbentuk figur manusia-manusia mengayuh sepeda.
Keliling China
Pameran keliling tidak hanya di Beijing, berikutnya ingin dibawa keliling China. Linda menargetkan minimal di tiga kota, yakni Beijing, Shanghai, dan Guangzhou.
”Sekarang ini waktunya sangat tepat untuk memamerkan karya-karya Nyoman Nuarta ke dunia. Untuk saat ini, dia tidak hanya pematung hebat di Indonesia, tetapi juga untuk dunia,” kata Linda seraya menambahkan, yang dimaksud waktu tepat tersebut ketika sepak terjang Nyoman Nuarta mulai diakui dunia.
Nuarta makin dikenal dunia setelah berhasil mewujudkan patung Garuda Wisnu Kencana (GWK) di Bali selama 28 tahun sejak 1989. Patung itu setinggi 121 meter, jauh lebih tinggi daripada patung Liberty di Amerika Serikat, yang hanya 93 meter.
Kini, Nuarta makin dikenal ketika membuat konsep desain bangunan yang mampu menggambarkan visi dan kriteria istana negara untuk ibu kota negara (IKN) Indonesia yang baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur. ”Saya membuat desain patung garuda yang digedungkan untuk istana negara yang baru,” ujar Nuarta.
Nuarta menjumput konsep dasar desain istana baru dari peristiwa Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat (RIS), 11 Februari 1950, yang meresmikan Garuda Pancasila menjadi lambang negara Indonesia. Sejak itu, Garuda tidak hanya dikenal sebagai burung mitologis, seperti ditemukan di kitab-kitab klasik atau artefak arkeologis. Burung Garuda juga menjelma menjadi pemersatu bangsa.
Nuarta mengonsep istana negara yang baru berbentuk burung garuda dengan sayap membentang sepanjang 200 meter. Ketinggiannya dirancang 76 meter. Angka 76 untuk pengingat peletakan batu pertama (ground breaking) saat Indonesia menapaki usia 76 tahun.
Saya membuat desain patung garuda yang digedungkan untuk istana negara yang baru.
Menjadi tantangan tersendiri ketika menempatkan patung besar yang digedungkan itu di kontur tanah tidak rata. Di lokasinya ada yang mencapai ketinggian sampai 40 meter, terhitung dari atas jalan. Kontur tanah yang berbukit diatasi dengan struktur pilar untuk menghindarkan diri dari ancaman tanah longsor.
Perbincangan tentang rancangan istana baru untuk ibu kota negara yang baru itu pun mengemuka di dalam pameran dan diskusi ”Nyoman Nuarta Road to Beijing”.
Baca juga: Metafora Burung Garuda Istana Negara
Borobudur
Pameran ”Nyoman Nuarta Road to Beijing” berlangsung singkat, Sabtu hingga Minggu keesokan harinya. Karya ikonik Borobudur VI (2018) ditempatkan berada di deretan paling depan untuk menyambut pengunjung.
Patung Borobudur VI berdimensi 150 sentimeter x 110 sentimeter x 178 sentimeter dengan bahan tembaga dan kuningan. Stupa-stupa yang terinspirasi Candi Borobudur seperti sedang bergerak ke atas.
Nuarta memiuhkan tembaga dan kuningan di bawah stupa-stupa untuk menciptakan kesan patung Candi Borobudur itu seolah sedang bergerak ke atas. Di dekatnya, seri patung perempuan Luh menari dengan logam-logam berpiuh, seperti empasan udara dari gerak lambaian tangan kirinya.
Tidak jauh dari situ dipajang patung Sleepy Leopard II (2010) berbahan tembaga dan kuningan dengan dimensi 145 sentimeter x 70 sentimeter x 75 sentimeter. Sleepy Leopard atau Macan Tutul Mengantuk itu sedang tertidur di atas sebongkah batu.
Tentu untuk patung ini tanpa imbuhan pemiuhan logam yang menciptakan kesan bergerak karena macan tutul yang sedang tertidur itu memang tidak bergerak. Ini metafora betapa dalam kediaman manusia tersimpan hasrat pemburu yang tersamarkan.
Patung Rush Hour V (2020) berikutnya berupa sekelompok orang menggenjot sepeda. Orang-orang itu bergegas sambil bersenda gurau. Ada kegembiraan dalam kebersamaan. Ada pula adu cepat dalam rombongan di jalanan.
”Pada umumnya ini dimaknai sebagai kompetisi, tetapi kadang kita lupa bahwa kalau berombongan semua aktivitas jadi lebih ringan, bukan?” ujar Nyoman Nuarta ketika menyinggung konteks seri patung Rush Hour ini.
Patung Rush Hour V berukuran cukup besar dengan dimensi 313 sentimeter x 70 sentimeter x 95 sentimeter, berbahan tembaga dan kuningan. Nuarta memiuhkan logam untuk membuat kesan orang-orang yang sedang mengayuh sepeda itu sedang bergerak cepat.
Saat ini Nuarta memperoleh pemesanan pembuatan seri patung Rush Hour ini di suatu gedung ikonik di Taipei, Taiwan. Patung itu sebetulnya cukup ringkih dan diperuntukkan di dalam gedung. Pemilik gedung di Taipei meminta patung itu diperbesar dan ingin dipajang di luar ruang. ”Di Taipei ada topan badai. Saya sedang merisetnya untuk pembuatan patung Rush Hour diperbesar di luar ruang di Taipei,” ujar Nuarta.
Belum lama ini, pada Desember 2020, sebuah patung karya Nuarta dengan seri Wind berbentuk kuda juga mulai dipajang di sebuah ruang publik di Taipei. Linda Ma mengungkapkan hal itu. ”Saat ini momentum penting untuk terus mengenalkan patung-patung karya Nyoman Nuarta ke dunia. China dipilih karena saat ini menjadi pasar seni rupa terbesar dunia,” ujar Linda.
Nuarta yang terlahir di Tabanan, Bali, 14 November 1951, tumbuh sebagai pematung gigih. Patung Garuda Wisnu Kencana menjadi karya monumental, menurut Linda, cukup mengharukan. ”Nuarta juga dikenal sudah menorehkan prestasi membuat patung publik semasa masih berkuliah,” tutur Linda.
Nuarta kuliah di Jurusan Seni Patung, Departemen Seni Rupa, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Bandung (1973-1979). Ia pernah memenangi sayembara pembuatan Monumen Proklamator tahun 1979 ketika masih berstatus mahasiswa.
Nuarta juga dikenal melalui karya Monumen Jalesveva Jayamahe (1996) di Surabaya, dan patung publik Arjuna Wijaya (1987) di Jakarta. Pemerintah Indonesia pernah menganugerahkan penghargaan Satyalancana Kebudayaan pada 2014. Pemerintah India juga pernah menganugerahkan Penghargaan Sri Padma pada 2018.
Saat ini momentum penting untuk terus mengenalkan patung-patung karya Nyoman Nuarta ke dunia. China dipilih karena saat ini menjadi pasar seni rupa terbesar dunia.
Nuarta mendirikan NuArt Sculpture Park di Bandung tahun 2000. Di situ publik bisa menikmati dari museum, galeri, teater, restoran, studio, dan bengkel kerja Nuarta. Selama masa pandemi Covid-19, Nuarta berhasil membuat sekitar 20 patung, termasuk patung terbaru yang bertaut dengan pandemi Covid-19.
Nuarta membuat ombak dan bahtera yang membawa orang-orang dari beberapa negara menghadapi satu persoalan yang sama, yaitu pandemi Covid-19. Namun, pada kenyataannya, di dalam satu perahu besar yang sama itu pun manusia tidak mau atau tidak bisa bersatu.