Laju Perkembangan Kota Bukan Penghalang Penyelamatan Naskah Kuno
Perkembangan tata kota semestinya tidak menyurutkan semangat penyelamatan dan pelestarian manuskrip kuno.
Oleh
Mediana
Ā·5 menit baca
DOKUMENTASI DREAMSEA
Tim DREAMSEA melakukan digitalisasi manuskrip-manuskrip Karawang.
JAKARTA, KOMPAS ā Perkembangan tata kota bukan penghalang upaya pelestarian manuskrip. Selain berfungsi sebagai penyelamatan, digitalisasi naskah kuno juga bermanfaat untuk memahami sejarah.
Di Kabupaten Karawang, Jawa Barat, yang kini lebih banyak dikenal sebagai daerah kawasan industri, manuskrip masih dijumpai di makam-makam yang dikeramatkan. Manuskrip di makam keramat dikelola oleh juru kunci dan selalu mendapat perlakuan ritual khusus pada waktu tertentu.
Pertama, makam keramat āMbah Abidin Ciranggonā memiliki ketentuan bahwa manuskrip tidak boleh dipegang orang lain, kecuali oleh juru kunci. Pada bulan Muludatau Rabiul Awal dilakukan pembersihan bersama barang pusaka dengan air kembang tujuh rupa.
Kedua, makam keramat āMbah Rubiah Cikampek Pusakaā juga terdapat manuskrip bersama benda pusaka. Pada malam 1 Suro atau Muharram dilakukan pembersihan benda pusaka dengan air bunga lalu diikuti upacara menutup seluruh benda pusaka dengan kain putih.
Ketiga, makam keramat āEmbah Saribanā di Kampung Bonjol Gempol, Desa Haurpugur, Kecamatan Banyusari. Makam ini juga memiliki manuskrip dan disimpan oleh juru kunci. Setiap 13-14 Mulud dilakukan ritual dan pencucian pusaka.
Peneliti program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA) dan pegiat aksara Nusantara, Ilham Nurwansah, saat dihubungi pada Senin (26/4/2021), di Jakarta, mengatakan, tidak semua makam keramat di Karawang menyimpan manuskrip. Tiga lokasi makam keramat tersebut menjadi tempat penemuan. Makam tersebut berada dalam bangunan, bahkan di antara ketiganya pernah mengalami pembangunan kembali.
Manuskrip tersebut tidak tertanam dalam kubur, tetapi tersimpan dalam bangunan makam itu bersama dengan benda pusaka lainnya. Juru kunci turun-temurun yang menjaganya.
āBerdasarkan penelitian kami terhadap material naskah kuno dan aksara yang digunakan menunjukkan bahwa manuskrip tersebut berasal dari awal abad ke-18 sampai abad ke-19. Artinya, Karawang sudah masuk masa Islam. Maka, manuskrip-manuskrip pada makam tidak menjadi bekal kubur,ā ujar Ilham.
Melalui program DREAMSEA, kerja sama Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan Centre for the Study of Manuscript Cultures (CSMC) Universitas Hamburg, selama 23-26 April 2021 dilakukan digitalisasi terhadap 1.256 manuskrip kuno. Sumber lokasi manuskrip berasal dari tiga makam yang dikeramatkan itu dan dua lainnya disimpan perseorangan di Desa Sukaluyu dan Desa Wadas, Telukjambe, Karawang.
Bahan yang digunakan meliputi lontar, daluang, bambu, kayu, dan kertas Eropa. Aksara yang digunakan mencakup Arab, Pegon, dan Jawa.
(Tengah) Endun Sukana biasa dipanggil Eyang Endun, juru kunci makam Embah Sariban di Kampung Gempol Bojong.
Mengutip jabarprov.go.id, sekitar abad XV agama Islam masuk ke Karawang. Daerah Karawang pada masa itu sudah dikenal sebagai jalur lalu lintas penting untuk menghubungkan Kerajaan Pakuan Pajajaran yang berpusat di Bogor dengan Galuh Pakuan yang berpusat di daerah Ciamis.
Daerah Karawang pernah menjadi kekuasaan Kesultanan Banten sebagai bagian usaha merebut kembali Pelabuhan Banten yang dikuasai Belanda. Sultan Agung di Mataram pun pernah membebaskan Karawang dari pengaruh Banten, lalu menjadikan Karawang sebagai basis perjuangan menyerang VOC. Ini menjadi bagian usaha Sultan Agung menanamkan kekuasaan di Batavia. Untuk mempersiapkan bala tentara dan logistik, lahan-lahan pertanian dibuka yang kemudian berkembang menjadi lumbung padi.
Pada masa pemerintahan Orde Baru, Karawang dijadikan lumbung padi nasional. Lalu, dalam perjalanannya, Karawang berkembang pesat menjadi sebuah kawasan dengan berbagai kepentingan, seperti industri dan investasi properti.
āJika melihat sejarah Karawang dan kami baca cepat isi manuskrip, kami menemukan ada kesinambungan cerita. Manuskrip yang tersimpan di makam keramat mengandung ilmu teologi, ilmu shalat, fikih, dan ungkapan berdoa. Ada juga isi tembang, babad, dan keterangan mengenai piagam Cirebon,ā kata Ilham.
Menurut Ilham, Karawang juga mempunyai sejumlah pesantren. Ini diyakini penyebaran agama Islam dari sejumlah wilayah pernah terjadi di Karawang. Dengan demikian, ada potensi penelitian dan digitalisasi terhadap naskah kuno akan berjalan.
āSurvei awal kami lakukan tahun 2019. Ketika kami melakukan digitalisasi pada April 2021, kami menjumpai sudah ada bagian manuskrip yang sempat jadi target penyelamatan telah rusak,ā imbuhnya.
Tindak lanjut
Kosasih, pelaku budaya asal Karawang, mengatakan, industrialisasi yang terjadi di Karawang menyebabkan banyak warga pendatang. Penduduk asli tetap berusaha melestarikan tradisi budaya. Misalnya, saat Mulud, penduduk setempat tetap datang ke makam-makam keramat tadi untuk menggelar upacara budaya ataupun ibadah.
āKarawang memang sejak dulu menjadi daerah strategis. Industrialisasi yang kini terjadi mungkin bagian dari anggapan Karawang sebagai tempat strategis. Meski demikian, realitas itu tidak menyurutkan minat para arkeolog ataupun akademisi meneliti,ā katanya.
Kosasih mengakui baru kali ini ada upaya digitalisasi berhasil dilakukan. Dia berharap terdapat tindak lanjut pasca-digitalisasi naskah-naskah kuno tersebut, termasuk makam kuno.
Kepala Seksi Pelestarian Nilai Budaya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Karawang Neni Martini mengatakan, penyelamatan manuskrip kuno Karawang diharapkan membuat masyarakat semakin sadar dan mau mengetahui sejarah daerahnya. Oleh karena itu, dia berharap upaya-upaya kajian isi manuskrip turut berkembang seusai alih media selesai dilakukan.
Data Manager DREAMSEA Muhammad Nida Fadlan secara terpisah mengatakan, manuskrip tertua yang sudah didigitalisasi melalui DREAMSEA berasal dari abad ke-18. Sejak mulai misi digitalisasi tahun 2018 hingga sekarang, di Indonesia, DREAMSEA telah mengalihmediakan 1.335 jilid manuskrip dan 206.838 gambar. Jumlah tersebut datang dari 84 pemilik naskah.
Dia menjelaskan, semua manuskrip yang telah didigitalisasi berasal dari latar belakang budaya, agama, dan kepercayaan. Hal itu sesuai visi Menjaga Keanekaragaman Budaya.
āTradisi tulis manuskrip Nusantara sudah ada sejak abad ke-14. Jadi, ada kemungkinan masih banyak manuskrip yang belum terselamatkan dan berasal dari masa yang lebih lama lagi,ā kata Nida.