Taman Bacaan Pelangi Meluncurkan Girls’ Scholarship Program di Flores
Angka putus sekolah bagi anak-anak perempuan masih tinggi. Untuk itu, Taman Bacaan Pelangi meluncurkan program beasiswa pendidikan bagi anak-anak perempuan, yaitu Girls’ Scholarship Program.
Oleh
ESTER LINCE NAPITUPULU
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Angka putus sekolah bagi anak-anak perempuan masih tinggi. Untuk itu, Taman Bacaan Pelangi meluncurkan program beasiswa pendidikan bagi anak-anak perempuan Girls’ Scholarship Program, untuk mendukung akses anak perempuan menuntaskan pendidikan SMA sederajat.
Beasiswa Girls’ Scholarship Program merupakan sebuah program beasiswa khusus untuk siswi perempuan di Flores, Nusa Tenggara Timur. Beasiswa jangka panjang ini diberikan untuk siswi-siswi yang saat ini berada di jenjang SMP di Kabupaten Ende dan Nagekeo, Flores hingga mereka lulus SMA.
Founder Taman Bacaan Pelangi Nila Tanzil, Kamis (22/4/2021), mengatakan, peluncuran beasiswa bertepatan dengan peringatan Hari Kartini kemarin untuk melanjutkan perjuangan Ibu Kartini agar anak-anak perempuan dapat menikmati pendidikan yang tinggi.
”Taman Bacaan Pelangi mencanangkan Girls’ Scholarship Program ini untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak perempuan yang berprestasi, namun berasal dari keluarga prasejahtera untuk dapat terus mengenyam pendidikan hingga lulus SMA. Kami percaya, jika mereka diberi kesempatan untuk maju dan berkembang, anak-anak perempuan akan mampu menjadi penggerak dan agen perubahan di lingkungan sekitar mereka,” ujar Nila.
Pada tahap awal, beasiswa pendidikan diberikan bagi 20 anak perempuan Flores. Program ini ditujukan khusus untuk siswi-siswi perempuan yang saat ini berada di jenjang SMP kelas II, berprestasi, dan berasal dari keluarga prasejahtera. Beasiswa diberikan hingga mereka lulus SMA. Hal ini disesuaikan dengan data tingkat putus sekolah di Indonesia secara umum ataupun data di NTT secara khusus.
Di Indonesia, 4,5 juta anak putus sekolah. Data dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) 2019 menunjukkan bahwa jumlah anak usia 7-12 tahun di Indonesia yang tidak bersekolah sebanyak 1.228.792 anak. Untuk anak usia 13-15 tahun, jumlahnya 936.674 anak. Sementara usia 16-18 tahun ada 2.420.866 anak yang tidak bersekolah. Jadi, total di 34 provinsi di Indonesia ada 4.586.332 anak yang tidak bersekolah. Mereka adalah anak-anak dari keluarga prasejahtera, penyandang disabilitas, dan anak-anak yang tinggal di daerah terpencil.
Dari data tersebut terlihat bahwa angka tertinggi anak yang tidak sekolah terjadi pada anak berusia 16-18 tahun. Program pemerintah wajib belajar sembilan tahun cukup membantu anak-anak yang berada di daerah terpencil dan berasal dari keluarga prasejahtera untuk bersekolah setidaknya hingga jenjang SMP. Namun, jutaan anak di daerah terpencil tidak dapat melanjutkan ke jenjang SMA dan mayoritas terjadi pada anak perempuan.
Data dari Badan Pusat Statistik Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) 2019 menyebutkan, rata-rata angka lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas adalah 7,99 tahun. Data ini mengungkapkan, mayoritas penduduk di NTT hanya bersekolah selama delapan tahun, yaitu hingga di jenjang SMP kelas II.
Bupati Kabupaten Nagekeo Johanes Don Bosco mengapresiasi kepedulian Taman Bacaan Pelangi terhadap kemajuan anak-anak perempuan di daerah ini. ”Beasiswa ini sangat berarti bagi para siswi-siswi dan keluarga mereka. Hal ini juga secara tidak langsung berkontribusi positif terhadap peningkatan kualitas masyarakat di Nagekeo,” kata Johanes.
Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende Matildis Mensi Tiwe memyambut baik inisiatif Taman Bacaan Pelangi atas berbagai kerja sama dan program-program pendidikan yang dilakukan untuk membantu anak-anak di Ende. ”Program beasiswa ini sangat dibutuhkan dan tentunya akan membuat mereka lebih semangat bersekolah,” ujar Matildis.
Rentan putus sekolah
Data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik Provinsi NTT Tahun 2017, anak perempuan yang mampu menamatkan pendidikan dasar (SD) hanya 37,58 persen. Jumlah anak perempuan yang kemudian melanjutkan pendidikan dari sekolah dasar terus mengalami penurunan secara drastis untuk tingkatan jenjang yang lebih tinggi.
Nila mengatakan, Girls’ Scholarship Program untuk membantu anak perempuan sebagai kelompok yang paling rentan putus sekolah. Mereka putus sekolah disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari faktor ekonomi hingga faktor budaya di Indonesia, terutama di daerah pelosok, yang masih kental dengan patriarki. Pada akhirnya, banyak anak perempuan di NTT terpaksa harus putus sekolah untuk membantu mengurus rumah tangga atau bahkan menikah dini.
”Dengan adanya program Girls’ Scholarship ini, kami ingin membantu mengurangi angka putus sekolah di Indonesia, khususnya bagi anak-anak perempuan. Dan, ini bukan program beasiswa biasa. Penerima beasiswa tidak hanya diberikan biaya untuk keperluan sekolah, tetapi juga ada berbagai program lainnya untuk mengembangkan kemampuan mereka. Kami merancang program ini sedemikian rupa agar anak-anak perempuan ini tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang penuh percaya diri dan berdaya,” papar Nila.
Program Girls’ Scholarship dari Taman Bacaan Pelangi ini terdiri dari tiga komponen, yakni beasiswa pendidikan yang meliputi biaya sekolah, seperti Sumbangan Pembinaan Pendidikan, uang komite, uang seragam sekolah, biaya ekstrakurikuler, dana untuk membeli buku. Ada pula pelatihan pengembangan kapasitas diri untuk mengembangkan soft skills mereka. Selanjutnya ada pementoran (mentoring) dengan mentor khusus yang merupakan perempuan sukses di berbagai bidang.
Para mentor dicocokkan dengan cita-cita dari setiap anak agar dapat menjadi sumber inspirasi dan pemberi semangat mereka.
”Kami mengajak semua pihak untuk turut membantu dan berkontribusi dalam program Girls’ Scholarship ini. Sekecil apa pun bantuan yang diberikan, akan membawa perubahan dalam hidup anak-anak perempuan,” kata Nila.