Tak Cantumkan Pendiri NU, Draf Kamus Sejarah Ditarik dari Situs
Menyikapi viral tudingan penghilangan jejak tokoh pendiri NU, Hadratus Syech Hasyim Asy’ari, dalam buku "Kamus Sejarah Indonesia Jilid I", Direktorat Jenderal Kebudayaan menarik kopi keras ataupun lunak dari peredaran.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menarik buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, berbentuk kopi keras dan kopi lunak. Penarikan ini menyikapi viral tudingan sejumlah pihak terkait penghilangan jejak tokoh pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asy’ari dalam buku itu.
Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Hilmar Farid, di sela-sela sesi ”Bincang Sore Pendidikan” secara virtual dengan media, di Jakarta, Selasa (20/4/2021), di Jakarta, menjelaskan, buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I berupa draf pada 2017. Karena ada masa tahun anggaran, draf itu sudah dilaporkan pertanggungjawabannya.
Draf buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I sempat dibuatkan kopi lunak dan kopi keras sekitar 20 eksemplar. Kemudian pada 2019, draf itu masuk sebagai naskah bahan untuk aplikasi Rumah Belajar Kemendikbud.” Kami menyadari hal itu sebagai kealpaan. Kami sangat menyesalkan,” ujar Hilmar.
Dia menegaskan tidak ada unsur kesengajaan meniadakan jejak tokoh pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syech Hasyim Asy’ari dalam draf buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I. Tidak ada pula kesengajaan tidak menghormati Nahdlatul Ulama.
Museum Islam Indonesia Hasyim Asyari di Jombang didirikan oleh Kemendikbud. Dalam rangka 109 tahun Kebangkitan Nasional, Kemendikbud menerbitkan buku KH Hasyim Asy’ari: Pengabdian Seorang Kyai Untuk Negeri.
Hilmar menambahkan, draf buku berbentuk kopi keras ataupun kopi lunak telah ditarik. Apabila muatan draft beredar di laman, Kemendikbud telah menurunkannya. ”Kami akan menyempurnakan draf buku itu. Tim baru tentunya. Kami mengajak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ikut serta, juga organisasi masyarakat lainnya dan para akademisi,” imbuhnya.
Kami akan menyempurnakan draft buku itu. Tim baru tentunya. Kami mengajak Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ikut serta, juga organisasi masyarakat lainnya dan para akademisi.
Dalam sesi ”Bincang Sore Pendidikan” itu, Koordinator Nasional Jaringan Gusdurian Alissa Qotrunnada Munawaroh Wahid semula dijadwalkan hadir, tetapi berhalangan hadir.
Tumpang tindih
Editor draf buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I, Susanto Zuhdi, menjelaskan, seperti kamus pada umumnya, draf buku ini tersusun dari empat lema, seperti lema organisasi, peristiwa, tempat sejarah, dan tokoh. Narasi pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syech Hasyim Asy’ari tetap bisa ditemukan dalam lema nama organisasi, peristiwa, dan tempat sejarah.
”Draf buku itu digagas sejak semula berisi sejarah Indonesia sejak 1900. Keempat lema yang menjadi struktur buku memiliki substansi narasi yang bisa saling tumpang tindih,” ujarnya.
Susanto mengakui ada kealpaan pencantuman pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syech Hasyim Asy’ari dalam lema tokoh di draf buku kamus itu. Pada 2017, selayaknya draf, penyempurnaan belum maksimal. Harapan untuk meneruskan penyelesaian buku sempat ada, meskipun akhirnya tidak terjadi.
”Ketika tudingan itu muncul dan beredar di media sosial dua hari lalu, satu-satunya yang saya ingat adalah buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I masih berwujud draf,” kata Susanto.
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda, secara terpisah, berpandangan, Kemendikbud sebaiknya menarik buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I ataupun Kamus Sejarah Indonesia Jilid II. Dia beralasan, dari hasil membaca dan mendengar pandangan sejumlah kalangan, setiap jilid terdapat beberapa kejanggalan kesejarahan yang jika dibiarkan akan menyebabkan disinformasi.
Dia mencontohkan, pada buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid I tidak terdapat keterangan kiprah pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syech Hasyim Asy’ari. Padahal, sampul buku itu termuat gambar kiprah pendiri Nahdlatul Ulama Hadratus Syech Hasyim Asy’ari.
Sementara pada buku Kamus Sejarah Indonesia Jilid II, nama Soekarno dan Hatta tidak masuk dalam lema khusus, meskipun masuk pada penjelasan di awal kamus. Padahal, format penyusunan kamus memasukkan tokoh yang berperan dalam pembentukan dan pembangunan negara secara alfabetis.
”Harus ada perbaikan konten pada kedua buku,” tutur Syaiful.