Masih Ada Ancaman Kebebasan Akademik Selama Pandemi Covid-19
Ancaman kebebasan akademik dialami oleh negara kawasan Asia selama pandemi Covid-19. Posisi Indonesia cenderung baik meskipun masih terdapat kasus penyensoran diskusi di kampus.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ancaman baru terhadap kebebasan akademik muncul sebagai akibat dari pandemi Covid-19 berkepanjangan. Hal paling menonjol adalah peningkatan peluang untuk pengawasan, pembatasan, dan sensor terhadap penelitian, pengajaran, serta wacana diskusi.
Dalam laporan Putting the Academic Freedom Index Into Action yang diterbitkan oleh Global Public Policy Institutedan Scholars at Risk, Maret 2021, disebutkan, ancaman seperti itu terutama terjadi di negara-negara yang represif. Jika pandemi Covid-19 masih terus terjadi, pemimpin dan institusi pendidikan tinggi, penyandang dana, dan pendukung riset ilmiah harus tetap waspada terhadap ancaman kebebasan akademik.
Indeks Kebebasan Akademik 2020 global dalam laporan itu terdiri atas lima indikator pengukuran realisasi kebebasan akademik, yakni kebebasan untuk meneliti dan mengajar, kebebasan pertukaran dan penyebaran akademis, otonomi kelembagaan, integritas kampus, serta kebebasan ekspresi akademik dan budaya.
Ancaman kebebasan akademik yang terjadi di Indonesia berseberangan dengan gagasan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Kampus Merdeka.
Indonesia
Indeks Kebebasan Akademik 2020 mencakup 175 negara. Di kawasan Asia, hasilnya relatif buruk menimpa Thailand, China, dan Laos karena berada di level terendah. Namun, ada negara-negara di Asia berperingkat lebih tinggi, seperti Indonesia. Meski demikian, Indonesia juga tetap mengalami ancaman sensor dan pelarangan topik di perguruan tinggi.
Dalam webinar Under Attact: Academic Freedoms in Asia, Rabu (21/4/2021), di Jakarta, dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Herlambang P Wiratraman, menyampaikan, ancaman kebebasan akademik yang terjadi di Indonesia berseberangan dengan gagasan kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Kampus Merdeka. Kebijakan ini mendorong perguruan tinggi lebih adaptif terhadap perubahan dan semakin berjejaring dengan mitra baik industri maupun organisasi.
Selain kriminalisasi, bentuk ancaman ataupun serangan kebebasan akademik yang berkembang adalah pengusiran peneliti asing. Topik-topik riset mereka yang sebenarnya berguna untuk Indonesia cenderung disensor. ”Di luar itu, masih ada tradisi feodalisme dalam kampus sampai sekarang,” ujarnya.
Sementara itu, dosen Institute of Human Rights and Peace Studies, Mahidol University, Thailand,Bencharat Sae Chua, membenarkan temuan laporan itu. Situasi kebebasan akademik di Thailand semakin memburuk.
”Kebebasan akademik bukan hanya dikontrol dan diawasi oleh pemerintah, melainkan juga kelompok-kelompok konservatif di belakang negara,” ujarnya.
Pada tahun 2020, dia menceritakan, lebih dari 300 akademisi menandatangani dukungan terhadap penegakan demokrasi. Namun, pemerintah melalui kementerian pendidikan berusaha meyakinkan universitas agar tidak melakukan aksi yang menentang kelompok konservatif.
Adjunct Fellow of Humanitarian and Development Research Initiative Western Sydney University, Australia, Mubashar Hasan, mengatakan, ancaman kebebasan akademik juga terjadi di Asia bagian selatan. Indeks Kebebasan Akademik 2020 di Maldives mencapai 0,578, Pakistan 0,563, Sri Lanka 0,561, Afghanistan 0,56, Bhutan 0,554, India 0,459, dan Bangladesh 0,263.
”Fenomena kampus yang hegemoni seperti itu dipengaruhi oleh situasi negara. Secara global sedang terjadi pemburukan demokrasi pada tahun lalu. Unggahan akademisi di media sosial tidak lepas dari pengawasan dan tekanan,” katanya.
Persaingan reputasi
Associate Professor of The Department of Diplomacy, National Chengchi University, Taiwan, Charles Chong-Han Wu, mengatakan, di tengah ancaman kebebasan akademik global, perguruan tinggi sebenarnya juga berhadapan dengan tuntutan untuk meningkatkan reputasi. Misalnya, mengejar peringkat perguruan tinggi terbaik versi lembaga QS.
Dia mengaku sempat berbicara dengan kolega akademisi di China. Tekanan kebebasan akademik benar terjadi.
”Bagi individu dosen atau peneliti, ancaman kebebasan akademik bisa berdampak terhadap karier mereka. Jika karier terancam, kesejahteraan mereka dan keluarga pun ikutan,” ujarnya.