Bahasa Indonesia Perlu Kembali Ditegaskan sebagai Pelajaran Wajib
Kalangan pendidik berharap pemerintah secara eksplisit memasukkan mata pelajaran/mata kuliah Bahasa Indonesia ke dalam rencana revisi Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
KOMPAS/ALIF ICHWAN
Warga melintasi sambil mengamati gambar mural yang berada di kawasan Pasar Minggu, Jakarta, Sabtu (31/3/2021). Mural tersebut menampilkan sejumlah model dengan berpakaian adat istiadat daerah di Indonesia. Mural ini dibuat untuk menggambarkan adanya rasa kebinnekaan yang ada di masyarakat Indonesia.
JAKARTA, KOMPAS — Penegasan mata pelajaran ataupun mata kuliah Bahasa Indonesia dalam Peraturan Pemerintah Nomor 57 Tahun 2021 tentang Standar Pendidikan Nasional diperlukan. Hal itu bertujuan memperkuat penanaman identitas bangsa melalui pendidikan.
Pengajar Program Studi Bahasa Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia (UI), Untung Yuwono, mengatakan, fakta kebahasaan di Indonesia yang kaya dengan keragaman bahasa membutuhkan Bahasa Indonesia.
Penguasaan Bahasa Indonesia perlu dilatih sejak dini. Pendidikan dasar menjadi tempat yang tepat untuk memulai pengampuan Bahasa Indonesia dan berlanjut ke jenjang pendidikan di atasnya.
”Jangan lupa bahwa Bahasa Indonesia itu, seperti juga Pancasila, merupakan bagian identitas bangsa Indonesia. Tempat yang tempat melatihkan Bahasa Indonesia adalah di pendidikan formal,” ujar dia saat dihubungi Selasa (20/4/2021), di Jakarta.
Menurut Untung, penguasaan Bahasa Indonesia di kalangan mahasiswa, baik dalam menulis maupun berpresentasi gagasan ilmiah, sering dikeluhkan dosen. Ini menunjukkan pembinaan Bahasa Indonesia melalui jenjang pendidikan dasar dan menengah justru perlu ditingkatkan.
Di kalangan para pendidik jenjang dasar-menengah, pembelajaran ataupun berkomunikasi dalam Bahasa Indonesia dengan baik dan benar dilakukan terpisah dengan mata pelajaran lain. Sebagian pendidik merasa nyaman dengan hal itu.
Apabila mata pelajaran/mata kuliah Bahasa Indonesia dilemahkan, dia khawatir generasi muda semakin tidak mampu mengekspresikan gagasannya secara tepat melalui Bahasa Indonesia.
Menurut dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara, Niknik M Kuntarto, materi ajar Bahasa Indonesia saat ini mulai dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi hampir sama. Akibatnya, mata pelajaran atau mata kuliah Bahasa Indonesia menjadi kurang menarik dan membosankan.
”Apabila pemerintah ingin merancang kurikulum Bahasa Indonesia, ini semestinya disesuaikan dengan peta kemahiran berbahasa Indonesia. Dengan kata lain, mulai dari jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tinggi, pelevelan kemahiran memakai alat ukur UKBI,” kata Niknik.
Kompas/Heru Sri Kumoro
Mural tentang penghormatan akan perbedaan di tembok di Serpong, Tangerang Selatan, Jumat (6/3/2020). Penghargaan terhadap perbedaan ini selaras dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika bahwa perbedaan merupakan keniscayaan yang tumbuh berkembang berdampingan di Indonesia.
Tetap ada
Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 11 Denpasar, Ni Putu Sugilastini, mengklaim, pelatihan sebagai bekal pengajaran Bahasa Indonesia yang sesuai kurikulum sudah mumpuni. Hanya saja di lapangan, buku pegangan para guru masih sangat beragam. Ini bukan menyangkut penerbit, tetapi lebih kepada isi materi.
”Membosankan atau tidaknya pengajaran Bahasa Indonesia sepertinya tidak hanya berlaku untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia. Ini adalah tantangan bagi guru dan satuan pendidikan,” ujarnya.
Siswa juga biasanya suka mengeluhkan teks materi pembelajaran yang panjang sehingga membuat mereka tidak fokus. Dia berpendapat, realita tersebut semestinya tidak menjadikan mata pelajaran Bahasa Indonesia tidak dimasukkan dalam kurikulum.
”Saya rasa sangat penting menambahkan redaksi Bahasa Indonesia (dalam PP No 57/2021),” ujar Sugilastini.
Guru SMA Integral Hidayatullah Batam, Sriyanti, menilai mata pelajaran Bahasa Indonesia mampu memberikan kompetensi kognitif dan afektif kepada siswa. Mata pelajaran ini juga mampu membantu meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis soal ataupun masalah di luar mata pelajaran Bahasa Indonesia.
Dia mengaku pernah menyurvei tanggapan beberapa siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia. Rata-rata siswa menyebut mempelajari Bahasa Indonesia itu sulit, bukan bosan. Meski demikian, mereka berharap mata pelajaran ini harus tetap eksis dan tidak boleh dihapus.
”PP No 57/2021 tidak secara eksplisit mencantumkan Bahasa Indonesia sebagai mata pelajaran wajib di kurikulum pendidikan dasar menengah. Pemerintah secara tersirat tetap menginginkan mata pelajaran itu tetap ada. Maka, saya harap pemerintah menyatakan secara tersurat saja di PP itu,” kata Sriyanti.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Perbukuan Kemendikbud Anindito Aditomo saat dikonfirmasi, menegaskan, PP No 57/2021 menggunakan dua dasar pengingat, yaitu UU No 20/2003 dan UU No 12/2012.
Untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah, Pasal 37 Ayat (1) UU No 20/2003 secara tertulis menyebut, kurikulum wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Seni dan Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan, dan Muatan Lokal.
”PP No 57/2021 mengikuti UU-nya (UU No 20/2003) yang tidak secara eksplisit menyebutkan Bahasa Indonesia. Kami memastikan Bahasa Indonesia tetap ada di kurikulum sebab sangat esensial dalam membentuk identitas bangsa,” kata Anindito.