Bersyukurlah dan Bahagiakan Hidupmu
Lebih setahun pandemi berlangsung. Walau banyak hal yang berkurang dan hilang, nyatanya masih banyak yang bisa kita syukuri demi kebahagiaan kita sendiri. Kuncinya hanya mau membuka hati dan menerima apapun.
Syukur adalah apresiasi atas apa yang diterima seseorang, baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Syukur juga bentuk pengakuan atas adanya kebaikan dalam hidup seseorang yang sumbernya dari luar diri, baik dari orang lain, alam semesta, atau, kekuatan adikodrati. Pengakuan itu membuat seseorang terhubung dengan yang lain hingga tidak merasa kesepian.
“Syukur adalah tindakan yang kompleks karena melibatkan kognisi dan juga emosi,” kata ahli neurosains yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Taufiq Pasiak di Jakarta, Kamis (15/4/2021). Kompleksitas itu juga ditunjukkan oleh banyaknya bagian otak aktif saat syukur terjadi.
Kognisi dibutuhkan karena orang harus paham apa yang disyukuri, sedangkan emosi diperlukan karena untuk bisa bersyukur dibutuhkan perasaan rendah hati. Dalam kerendahhatian itu muncul perasaan menyatu dengan sang pemberi kebaikan. Salah satu bentuk kemenyatuan itu adalah timbulnya rasa kagum yang membuatnya merasa kecil dibanding yang dikagumi.
Sementara itu, psikolog klinis yang juga Pengurus Ikatan Psikolog Klinis Indonesia Wilayah DKI Jakarta Meiske Yunithree dalam seminar daring Cara untuk Tetap Bersyukur di Masa Sulit, 17 Oktober 2020, mengatakan syukur adalah emosi yang selalu positif, melegakan dan memotivasi untuk senantiasa berbuat baik. Emosi syukur lebih mendalam dibanding berterima kasih atau menghargai karena syukur bisa dirasakan di dalam hati.
Dampak syukur secara fisik adalah membuat seseorang memiliki imunitas tubuh yang makin kuat, tidak mudah sakit dan bila sakit jadi lebih mudah sembuh.(Meiske Yunithree)
“Dampak syukur secara fisik adalah membuat seseorang memiliki imunitas tubuh yang makin kuat, tidak mudah sakit dan bila sakit jadi lebih mudah sembuh,” katanya. Rasa nyaman yang muncul dari syukur membuat fisik seseorang lebih tahan, tekanan darah normal, memperbaiki siklus tidur hingga akhirnya menjadi lebih sehat dibanding orang yang sulit bersyukur.
Secara psikologis, bersyukur membuat seseorang makin mudah berpikir positif, empati kepada orang lain, membuat suasana hati lebih baik, hingga banyak mendorong perbuatan baik. Sedang secara spiritual, syukur bisa mempererat relasi seseorang dengan orang lain, makin hangatnya gaya komunikasi, mudah memaafkan, hingga ikatan dengan Tuhan pun menjadi makin baik.
Taufiq menambahkan syukur itu menyehatkan karena membuat seseorang tidak merasa sendirian atau kesepian. Kekaguman pada pihak luar yang muncul dari bersyukur juga membuat hidup lebih terarah. Syukur juga akan mampu menstabilkan emosi seseorang sebagai inti dari spiritualitas. Emosi yang stabil membuat kita tidak mudah terburu-buru atau impulsif melakukan sesuatu, sebuah perilaku yang jadi banyak menjadi persoalan bagi manusia modern.
Baca juga: Memaknai Kebahagiaan di Tengah Pandemi
Sulit bersyukur
Meski syukur memiliki banyak manfaat bagi rohani dan jasmani manusia, nyatanya banyak orang sulit melakukannya. Meski sulit, bukan berarti mereka tidak bisa bersyukur. “Bersyukur itu sederhana, bisa dilakukan semua orang tanpa memerlukan bantuan orang lain, tanpa usaha yang berarti, serta dapat dilakukan kapanpun dan dimanapun,” tambah Meiske.
Kemampuan bersyukur memang banyak dipengaruhi oleh pola asuh seseorang sejak kecil dan dari lingkungan paling kecil, yaitu keluarga. Agama juga punya andil besar karena semua agama senantiasa mendorong umatnya bersyukur. Namun, kemampuan untuk bisa selalu bersyukur itu perlu diasah.
Sebagian orang sulit bersyukur karena saat mendapatkan sesuatu justru lebih dulu memikirkan bagaimana untuk membalas kebaikan tersebut. Selain itu, sulit bersyukur juga bisa dipicu sikap yang selalu menuntut kesempurnaan sehingga saat mendapatkan sesuatu namun belum sesuai dengan harapannya maka dia jadi sulit bersyukur.
Manusia itu unik, sering membuat aturan atau standar sendiri tentang hidupnya. Ketika tidak ada persaiangan, ia membuat seolah sedang terjadi perlombaan. Ketika tidak ada yang menuntut, mereka justru merasa diharuskan untuk melakukan atau mendapat sesuatu.
"Perasaan yang senantiasa kompetitif itu membuat yang ada dalam pikiran hanyalah soal siapa yang lebih beruntung atau siapa yang mendapat lebih banyak hingga akhirnya lupa menikmati proses yang terjadi di setiap tahap kehidupan dan bersyukur,” kata Meiske.
Selain gampang dilakuan, hal yang bisa disyukuri dalam hidup juga terlalu banyak. Bahkan dalam situasi sulit sekalipun, seperti selama pandemi ini, saat banyak hal yang kita miliki dan harapkan berkurang dan hilang. Masih banyak hal yang tersisa maupun perkara baru dan tersembunyi sebagai buah pandemi yang bisa dan pantas untuk selalu disyukuri.
Munculnya rasa kecewa, sedih, dan marah akibat berkurang, berubah dan hilangnya sesuatu adalah hal wajar. Beri ruang dan waktu yang cukup agar diri kita bisa menerima keadaan buruk itu. Namun, itu tidak perlu berlama-lama karena manusia harus selalu maju untuk memperbaiki keadaan.
Ketika kita mampu menerima apapun yang terjadi pada diri kita, saat itulah pikiran akan menjadi jernih kembali dan hati jadi lapang. Sikap ini mungkin tidak akan menyelesaikan masalah, namun mempermudah kita menghadapi situasi yang tidak mengenakkan. Logika pun akan kembali menguasai dibanding emosi negatif hingga syukur bisa dihadirkan kembali.
“Pada saat inilah kemampuan memaknai hidup menjadi penting,” kata Taufiq. Meski berat beban hidup yang dihadapi, tetapi jika mampu memaknainya sebagai ujian untuk meningkatkan kualitas diri, maka semua hal yang berat akan terasa lebih ringan. Jika pemaknaan itu tidak mampu dilakukan, maka seringan apapun persoalan maka di pikiran tetap akan terasa menyusahkan.
Karena itu jika tetap sulit bersyukur, tambah Meiske, mungkin kita harus introspeksi diri, jangan-jangan memang kita yang tidak bisa bersyukur, merasa apa yang kita miliki selalu kurang, serta melihat apa yang didapat dan dimiliki orang lain selalu lebih baik dan lebih banyak.
“Jangan-jangan, hati kita yang kurang lapang dengan apa yang sudah kita dapat dan tidak pernah merasa cukup dengan apa yang sudah kita miliki,” ujarnya.
Mudah
Syukur bisa diekspresikan dengan berbagai cara. Langkah termudah adalah dengan mengucap terima kasih, memuji Tuhan, atau ungakapan lain yang bersifat personal. Sedangkan cara yang paling tinggi adalah dengan mengekspresikan atau membalas kebaikan yang telah diperoleh keluar diri, baik kepada yang memberi maupun ke orang lain dan lingkungan sekitar.
“Saat syukur dilakukan dengan memberikan sesuatu pada orang lain maka akan memunculkan rasa gembira dan membuat tubuh lebih sehat,” kata Taufiq.
Meiske menambahkan, mengurangi atau tidak mengeluh bisa mempermudah seseorang untuk selalu bersyukur, walau sejatinya orang yang mengeluh belum tentu tidak bersyukur. Namun jika mengeluh dilakukan atas segala hal dan terus menerus, semua hal dianggap kurang, salah, dan tidak cukup, maka itulah sebagian tanda-tanda seseorang sulit bersyukur.
“Untuk bisa menerima apapun yang kita miliki, seseorang harus mampu mencintai diri mereka sendiri terlebih dulu," katanya.
Agar bisa mencintai diri sendiri, berhentilah menghitung apa yang sudah berkurang atau hilang, dan hitunglah apa yang masih tersisa. Maafkan atas kondisi diri yang tidak sempurna dan ikhlas mengorbankan sebagian yang ada dalam diri kita. Proses aktif ini akan membantu kita untuk segera bangkit demi segera melalui masa-masa sulit.
Selain itu, untuk membiasakan diri bersyukur, sejumlah hal bisa dipraktikkan, seperti mengingat atau menuliskan hal-hal positif yang dialami satu hari penuh, sejak bangun tidur hingga menjelang tidur malam kembali. Di masa awal, hal-hal yang disyukuri umumnya masih semu atau klise, seperti masih bisa bernapas, memiliki keluarga, dan sebagainya. Seiring waktu, hal-hal yang bisa disyukuri akan lebih mendalam dan makin banyak jumlahnya.
Penulisan hal-hal yang bisa disyukuri dalam buku harian akan memberikan dampak lebih besar dibanding mengingatnya semata. Terlebih jika diari itu dibaca ulang maka bisa membangkitkan memori, menimbulkan rasa lucu, hingga mampu memetik pelajaran dari hal-hal yang sudah diraih.
Kemampuan seseorang mengekspresikan apa yang ada dalam diri kepada orang yang tepat, bukan dipendam dalam hati, juga akan mempermudah seseorang untuk bersyukur. Demikian pula doa bisa dijadikan sarana penguat untuk senantiasa bersyukur karena doa menunjukkan hati kita yang terbuka atas adanya kekuatan dari luar diri.
“Saat berdoa, ketika wajah menengadah ke atas atau tertunduk ke bawah sesuai ajaran masing-masing agama, maka dia tidak akan pernah merasa sendiri,” kata Taufiq.
Baca juga: Laporan Kebahagiaan Dunia: Pandemi Tak Memadamkan Semangat Warga
Kini, semua berpulang pada diri kita. Bersyukur bukan berarti kalah atau mengalah, tapi soal rasa cukup dan menerima atas segala yang kita miliki. Banyak atau besar belum tentu baik dan kita butuhkan, sementara yang sedikit belum tentu buruk dan kekurangan. Teruslah mensyukuri sekecil apapun yang kita miliki agar kita senantiasa sejahtera lahir batin.