Digitalisasi ”Pintu Masuk” Ungkap Pemikiran Keislaman Masa Lampau
Manuskrip pesantren perlu dialihmediakan. Selain kebutuhan pelestarian, digitalisasi memudahkan akses masyarakat dan peneliti terhadap naskah-naskah kuno.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Digitalisasi manuskrip di berbagai pondok pesantren di Indonesia sangat membantu pelestarian naskah kuno. Lebih dari itu, kandungan isi ajaran dan pemikiran keislaman di dalamnya makin mudah disebarluaskan untuk pendidikan dan pemajuan kebudayaan.
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Semarang, Agus Iswanto, Selasa (13/4/2021), di Jakarta, menceritakan, salah satu digitalisasi manuskrip pesantren dilakukan di Pondok Pesantren Qomaruddin, Gresik, Jawa Timur. Naskah kuno yang ditemukan di pesantren tersebut berasal dari tahun 1740-an dan ditulis oleh seorang ulama. Selama ini belum ditemukan manuskrip yang berusia sama dengan periode itu.
Digitalisasi manuskrip di pondok pesantren itu masuk program Digital Repository of Endangered and Affected Manuscripts in Southeast Asia (DREAMSEA). Program ini dikelola oleh Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Centre for the Study of Manuscript Culture (CSMC) University of Hamburg.
Menurut Agus, hasil penelusuran di lapangan menemukan 74 jilid manuskrip. Total halaman naskah kuno yang layak didigitalisasi mencapai 5.500 lembar.
Proses digitalisasi terhadap naskah-naskah tersebut berlangsung 9-17 April 2021. Selama ini, manuskrip-manuskrip itu hanya disimpan begitu saja dan minim perawatan.
”Manuskrip tersebut mengandung pemikiran atas berbagai kitab ataupun mazhab yang dipelajari sejak lama oleh pendiri pesantren, disalin oleh para kiai. Ini menunjukkan keterbukaan cara pandang mereka,” kata Agus.
Ketua Yayasan Pondok Pesantren Qomaruddin Muhammad Nawawi mengatakan, hasil digitalisasi akan tersedia di pusat data manuskrip Asia Tenggara milik DREAMSEA. Di pusat data ini, masyarakat umum dan peneliti bisa membaca secara daring tanpa harus mengunduh.
”Kami berharap dengan digitalisasi ini bisa menambah semarak kajian manuskrip keislaman Nusantara,” tutur Nawawi.
Data Manager DREAMSEA Muhammad Nida Fadlan mengungkapkan, Pondok Pesantren Qomaruddin dipilih sebagai sasaran program digitalisasi manuskrip karena pesantren ini memiliki sejarah panjang sebagai lembaga keislaman. Keluarga pesantren juga memiliki kesadaran dan semangat yang tinggi untuk melestarikan karya leluhur.
Secara substansi, selain berisi ajaran Islam, manuskrip-manuskrip yang berada di Pesantren Qomaruddin menyiratkan pesan jejaring intelektual ulama Gresik dengan daerah lain di Nusantara.
”Kami juga menemukan pada salah satu manuskrip yang berisi sikap ulama Gresik saat menjawab kritik kalangan Wahabi terhadap praktik ulama di Nusantara,” ujar Nida.
Kami juga menemukan pada salah satu manuskrip yang berisi sikap ulama Gresik saat menjawab kritik kalangan Wahabi terhadap praktik ulama di Nusantara. (Muhammad Nida Fadlan)
Hal terpenting lainnya adalah keragaman bahasa, aksara, dan material yang dipakai dalam manuskrip Pesantren Qomaruddin. Dari sisi bahasa, manuskrip memakai bahasa Arab, Jawa, dan Melayu. Aksara yang digunakan meliputi Arab, Pegon, dan Jawi. Material yang dipakai mencakup kulit hewan, kertas Eropa, dan kertas Daluang. Realitas tersebut menunjukkan tingginya intelektualitas para ulama, derajat sosial, dan tingkat keterhubungan mereka dengan dunia luar.
Untuk digitalisasi manuskrip pesantren di Jawa Timur, Nida mengakui, Pesantren Qomaruddin, Gresik, merupakan sasaran pertama. Misi pertama ini akan dilanjutkan.
Digitalisasi manuskrip keislaman pernah dilakukan melalui program DREAMSEA di Masjid At-Taqwa, masjid peninggalan pasukan Pangeran Diponegoro di Magetan.
Di luar Jawa, dia menyampaikan, manuskrip keislaman juga banyak ditemukan. Substansi naskah kuno yang terkandung memiliki kisah yang tak kalah menarik dengan manuskrip-manuskrip dari Jawa.
Mengutip situs kebudayaan.kemdikbud.go.id, Sumatera Barat dikenal sebagai salah satu wilayah di Indonesia yang menjadi ”lumbung emas” manuskrip Islam Melayu Nusantara. Di Surau Tinggi Calau, misalnya. Ada 99 bundel manuskrip Islam yang beberapa di antaranya sangat lokal dan susah dijumpai di wilayah lain. Sebagai contoh manuskrip yaitu Nazam Ulakan, Silsilah Syattariyah Surau Tinggi di Calau, Ajaran Tuanku Abdurrahman al-Syattari, Hikayat Sijunjung, Kaji Tubuh, Syair Johan Perkasa Syah Alam dari Paninjauan, dan Surat Tuanku Pamansiangan.
Di Surau Tinggi Calau juga tersimpan manuskrip-manuskrip Melayu asal wilayah lain, terutama Aceh. Ini menggambarkan kuatnya jaringan keilmuan Minangkabau dengan para ulama Aceh. Beberapa manuskrip tersebut, antara lain, Syair Dagang karya Hamzah Fansuri, Jawhar al-Haqa’iq karya Syamsuddin al-Sumatra’i, dan Tanbih al-Masyi al-Mansub ila Tariq al-Qusyasyi karya Abdurrauf ibn ’Ali al-Jawi al-Fansuri.