Implementasi Merdeka Belajar-Kampus Merdeka Perlu Kesiapan Teknis yang Matang
Pemberian hak belajar mahasiswa di kampus berbeda dan di luar perguruan tinggi membutuhkan strategi teknis yang matang.
JAKARTA, KOMPAS — Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka memberikan pengakuan lintas disiplin ilmu dan keragaman sumber pengetahuan melalui pemberian hak belajar di kampus berbeda dan luar perguruan tinggi. Meski mengandung semangat yang positif, implementasi teknis tidak mudah dijalankan.
Kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka terdiri atas empat penyesuaian kebijakan di lingkup pendidikan tinggi. Salah satunya, mahasiswa berhak mengambil satu semester atau setara 20 satuan kredit semester (SKS) di luar program studi (prodi) di kampus sama.
Lalu, paling lama dua semester atau setara 40 SKS belajar pada prodi sama di perguruan tinggi berbeda, pembelajaran pada prodi berbeda di perguruan tinggi berbeda atau pembelajaran di luar perguruan tinggi. Pembelajaran di luar perguruan tinggi meliputi, antara lain, magang atau praktik kerja di industri atau organisasi, pertukaran pelajar, dan pengabdian masyarakat. Kebijakan itu tertuang dalam Pasal 18 Peraturan Mendikbud Nomor 3 Tahun 2020 tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.
Baca juga: Kampus Merdeka
Sebelumnya, tahun lalu, lima fakultas teknik dari lima perguruan tinggi telah membentuk konsorsium. Kelima perguruan itu ialah Universitas Brawijaya, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Sumatera Utara, dan Universitas Mulawarman.
Para mahasiswa dari lima fakultas teknik perguruan tinggi negeri (PTN) itu berhak dan akan difasilitasi jika hendak mengikuti pertukaran mahasiswa. Konsorsium menyepakati penerapan pertukaran mahasiswa fakultas teknik mulai semester ganjil tahun akademik 2020/2021.
Wakil Dekan Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Ishardita Pambudi Tama saat dihubungi pada Senin (12/4/2021) dari Jakarta mengatakan, implementasi dari konsorsium itu masih berjalan. Dia mengklaim, minat mahasiswa cukup tinggi. Ini salah satunya dipengaruhi oleh masih berjalannya pembelajaran jarak jauh (PJJ) metode daring akibat pandemi Covid-19. Fakultas Teknik Universitas Brawijaya banyak menerima mahasiswa dari empat PTN yang tergabung dalam konsorsium.
Kendala teknis terletak pada perbedaan jadwal pembelajaran awal semester sehingga memengaruhi minat mahasiswa mengikuti pertukaran.
”Kendala teknis terletak pada perbedaan jadwal pembelajaran awal semester sehingga memengaruhi minat mahasiswa mengikuti pertukaran,” ujarnya.
Mengenai adanya program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ”Pertukaran Mahasiswa Merdeka”, Ishardita mengatakan, Universitas Brawijaya mendukung. Apalagi, pemerintah menyediakan pendanaan bagi mahasiswa yang mengikuti.
”Jika tidak ada pendanaan, pertukaran mahasiswa seperti dalam program itu susah terealisasi karena mahasiswa harus mengikuti kegiatan lintas pulau secara fisik,” kata Ishardita.
Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Budi Djatmiko memandang, hak kepada mahasiswa untuk mengambil mata kuliah di luar prodi dalam kebijakan Kampus Merdeka bernilai positif bagi mahasiswa. Hanya saja, penerapan kebijakan itu membutuhkan strategi teknis yang matang.
Sebagai contoh, dari sisi Pangkalan Data Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (PD DIKTI) telah disiapkan untuk mendukung. Sistem kampus asal dan kampus tujuan sudah dibangun terlebih dulu sehingga memudahkan perhitungan transfer ataupun pencatatan satuan kredit semester (SKS).
Dari sisi kurikulum, misalnya, kebijakan nasional memungkinkan perguruan tinggi untuk merancang subtansi materi kuliah sesuai dengan potensi daerah ataupun keunikan kompetensi yang dimiliki kampus bersangkutan. Kebijakan kurikulum nasional untuk perguruan tinggi, kata Budi, memberikan porsi keleluasaan itu sampai 60 persen.
”Pemerintah sudah memberikan keleluasaan itu. Hak belajar di luar prodi, seperti diamanatkan oleh Kampus Merdeka, semestinya mendorong kampus-kampus semakin sadar untuk menyusun dan menawarkan mata kuliah yang unik sesuai kompetensi kampus bersangkutan. Ini tantangan,” kata Budi.
Guru Besar Universitas Katolik Soegijapranata, Budi Widianarko, menambahkan, implementasi kebijakan hak belajar di luar prodi dalam kampus yang sama atapun berbeda dan di luar perguruan tinggi tidak semudah yang dikonsepkan. Keragaman ukuran dan mutu perguruan tinggi menjadi salah satu tantangan. Jika orientasinya pada peningkatan mutu, akan terjadi lalu lintas pertukaran mahasiswa yang tidak seimbang.
”Selalu ada risiko orientasi perguruan tinggi bukan sebatas mengejar mutu. Bisa saja pengelola perguruan tinggi kurang bertanggung jawab. Lalu, perguruan tinggi bersangkutan mengirim mahasiswa belajar di kampus lain atau lembaga industri yang ’mudah’ dengan asumsi mahasiswanya sudah bayar di kampus asal," katanya.
Menurut dia, idealnya pertukaran mahasiswa dilakukan antarperguruan tinggi yang masuk kelompok mutu yang sama. Sebab, status akreditasi berbeda bisa berpotensi menyebabkan kendala saat pertukaran mahasiswa. Masalah ini bukan tidak dapat diatasi, tetapi perlu strategi yang matang dan petunjuk teknis yang rinci.
Program pertukaran mahasiswa biasanya menjadi ajang pencitraan oleh suatu perguruan tinggi. Mahasiswa yang didorong mengikuti program umumnya mahasiswa berprestasi akademik yang tinggi. Karena itu, di beberapa kampus, mereka umumnya berhati-hati mengimplementasikan program.
”Perguruan tinggi memikirkan pencitraan. Kalau pengalaman pertukaran mahasiswa tingkat internasional, realitas yang sering terjadi ialah ’bajak-membajak” mahasiswa. Maka, beberapa kampus berhati-hati," tuturnya.
Baca juga: Belum Semua Perguruan Tinggi Jalankan Konsep Kampus Merdeka
Kebinekaan
Pada hari yang sama, Kemendikbud meluncurkan program Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Program ini bagian dari kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam menyebutkan, terdapat empat elemen penting dalam program Pertukaran Mahasiswa Merdeka. Elemen pertama, pertukaran mahasiswa antarpulau, baik dari PTN ke perguruan tinggi swasta maupun sebaliknya. Elemen kedua ialah perguruan tinggi wajib memberikan konversi dan pengakuan SKS hingga 20 SKS.
Elemen ketiga, program itu dapat diikuti oleh mahasiswa sarjana mulai dari semester ketiga hingga kedelapan. Elemen keempat ialah mahasiswa diberikan kesempatan belajar di kampus lain sambil mengeksplorasi keragaman kebudayaan Indonesia melalui pembelajaran Modul Nusantara.
Dia menjelaskan, Modul Nusantara terdiri dari kegiatan kebinekaan di kampus penerima, kegiatan inspirasi dari figur-figur inspiratif, kegiatan refleksi, dan kegiatan sosial. Perguruan tinggi dan dosen asal bisa berperan mendaftarkan mahasiswa, mengatur akomodasi, menghitung konversi, sampai penyusunan mata kuliah.
”Bagi perguruan tinggi, adanya program Pertukaran Mahasiswa Merdeka bisa mendukung mereka memenuhi pencapaian indikator kinerja utama (IKU) yang dibebankan. Dosen pun memperoleh sertifikat sampai insentif,” ujar Nizam saat peluncuran program siang pukul 13.00-15.00.
Program Pertukaran Mahasiswa Merdeka ditargetkan akan diikuti oleh 20.000 mahasiswa pada semester ganjil tahun akademik 2021/2022. Sebelum pendaftaran bagi mahasiswa, pendaftaran akan dibuka terlebih dulu untuk perguruan tinggi dan dosen pada April 2021. Pendaftaran bagi perguruan tinggi dan dosen akan berlangsung 19-28 April 2021, sedangkan pendaftaran bagi mahasiswa akan berlangsung pada Juli 2021.
”Syaratnya harus antarpulau. Hanya satu semester lama pelaksanaan program. Dana disediakan oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP),” imbuh Nizam.
Direktur Beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kementerian Keuangan Dwi Larso menyebutkan, total dana kelola sampai akhir 2020 mencapai Rp 70 triliun. Awal bulan Mei 2021, total dana diharapkan telah naik menjadi Rp 90 triliun.
Selama pandemi Covid-19, dia mengklaim, pemerintah tetap menyuntikkan tambahan investasi. Salah satunya menunjang kebutuhan dana abadi pendidikan.
”Pada tahun 2020, kami mendukung Kemendikbud melalui program Kampus Mengajar Perintis. Kami terus mendukung program lainnya dari Kemendikbud. Untuk jangka panjang, kami memang berharap semakin banyak program non degree yang akan LPDP ikut jalankan,” kata Dwi.