Umbu Landu Paranggi seperti satu sayap yang mengepak menempuh jalan sunyi.
Oleh
PUTU FAJAR ARCANA
·2 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Umbu Landu Paranggi seperti satu sayap yang mengepak menempuh jalan sunyi. Sementara kepak sayap lainnya dihela istrinya, Rambu Hana Hunggu Ndami, untuk menata kehidupan keluarga. Keduanya sama-sama memberikan makna kepada orang-orang di sekitarnya.
Salah satu murid Umbu Landu Paranggi (ULP), Putri Suastini Koster, mengatakan bahwa mahagurunya telah menorehkan banyak pelajaran hidup kepada para muridnya yang tersebar di seluruh Tanah Air.
”Umbu seperti kepak satu sayap yang terus bergerak di ruang sunyi, tak kenal lelah,” ujar Putri ketika mengantarkan jenazah ULP beristirahat di ruang sunyi, Senin (12/4/2021), di Taman Makam Kristiani Mumbul, Nusa Dua, Bali.
ULP diantarkan beristirahat di ruang sunyi oleh anak-anaknya, keluarga, serta para muridnya di Bali. Selain Putri, hadir pula aktris Ayu Laksmi, penyair Warih Wisatsana, Tan Lioe Ie, Hartanto, Wayan Jengki Sunarta, Pranita Dewi, Adnyana Ole, Ni Made Purnamasari, serta beberapa seniman lain.
Putri menambahkan, kepergian ULP bukan sebuah kesedihan. Secara fisik, katanya, mungkin semua berjarak dengan ULP, tetapi pertautan batin akan tetap terjalin selamanya. Putri berharap agar pandemi segera berakhir sehingga ULP bisa mendapat pemakaman di Tanah Sumba.
”Semoga Pemerintah Provinsi Bali bisa memfasilitasi ketika nanti Umbu dimakamkan di kampung halaman,” kata Putri.
Menantu ULP, Umbu Rihi Meha Anggung Praing, yang mewakili keluarga, mengatakan, jenazah almarhum mertuanya hanya diistirahatkan sementara di ruang sunyi sesuai dengan tradisi kurukudu. ”Nanti pada saatnya beliau akan dimakamkan secara layak di Sumba,” kata Umbu Rihi.
Gubernur Bali Wayan Koster, Minggu (11/4/2021) malam yang menerima keluarga ULP di Jayasabha, mengatakan akan memfasilitasi secara maksimal jika suatu hari jenazah ULP dipindahkan ke Umba. ”Sementara biarkan beliau istirahat dulu di Bali, suatu hari jika keadaan sudah memungkinkan silakan dipindah ke Sumba,” kata Koster.
Penyair Wayan Jengki Sunarta, murid dekat ULP, secara khusus membacakan puisi Umbu berjudul ”Kata, Kata,Kata”.
Kenangkanlah bisikan pertama/Risau pertarungan kembara/Duka percintaan pertama/Rahasia perjalanan sunyi.
Puisi ini, kata Jengki, sangat mewakili perjalanan Umbu menempuh jalan sunyi. ”Semoga beliau bahagia setelah benar-benar berada alam sunyi, sebagaimana telah beliau jalani selama ini. Kini jalan sunyi itu abadi,” kata Jengki.
Menurut Warih Wisatsana, ULP bukan sekadar mahaguru berpuisi, tetapi dia juga telah meletakkan puisi sebagai jalan hidup. ”Hidupnya puisi sehingga apa pun yang dikatakanya semua puisi,” kata Warih.
ULP boleh pergi, tambah Warih, tetapi karyanya melekat pada ratusan anak didiknya di Bali, Yogyakarta, serta banyak kota di Indonesia.