Perlunya Asesmen Diagnostik Kemampuan Siswa untuk Cek ”Learning Loss”
Tingkat pengurangan pengalaman belajar atau ”learning loss” diyakini dipengaruhi oleh cepat tidaknya pembelajaran tatap muka di sekolah kembali dibuka.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Derajat pengurangan pengalaman belajar setiap siswa berbeda. Guru perlu melakukan asesmen diagnostik kepada masing-masing anak sebelum ataupun saat awal pembelajaran tatap muka kembali dibuka.
Pengurangan pengalaman belajar atau learning loss siswa diyakini terjadi selama masa pembelajaran jarak jauh (PJJ) akibat pandemi Covid-19. Salah satu pengaruh learning loss adalah perkembangan kemampuan membaca, sains, dan matematika anak.
Education Economist World Bank Rythia Afkar saat menghadiri Temu Inovasi ke-11, Jumat (9/4/2021), di Jakarta, menyampaikan, berdasarkan penelitian Bank Dunia, pembukaan kembali sekolah di Indonesia pada Mei 2021 diproyeksikan menurunkan skor Programme for International Student Assessment (PISA) 18 poin. Dengan skenario pembukaan kembali sekolah pada Juli 2021, potensi penurunan skor PISA diprediksi 20 poin. Adapun apabila skenario pembukaan kembali sekolah baru dilakukan setelah tahun ajaran 2021/2022 atau September 2021, potensi penurunan sebesar 25 poin.
Berdasarkan penelitian Bank Dunia, pembukaan kembali sekolah di Indonesia pada Mei 2021 diproyeksikan menurunkan skor Programme for International Student Assessment 18 poin.
Seperti diketahui, pada 2015, dalam kategori Sains, skor PISA yang diperoleh Indonesia sebesar 403, sedangkan rata-rata OECD 493. Untuk kategori Matematika, capaian skor Indonesia hanya 386, sedangkan rata-rata OECD 490. Dalam kategori Membaca, capaian skor Indonesia 397, sedangkan rata-rata OECD 493.
Pada 2018, dalam kategori Sains, Indonesia memperoleh skor 396. Untuk Matematika, capaian skor Indonesia 379. Pada kategori Membaca, Indonesia mendapat skor 371.
Dampak lanjutan yang mesti diperhatikan selain potensi penurunan kemampuan literasi dan numerasi adalah learning-adjusted years of schooling. Dalam kajian Bank Dunia, untuk Indonesia, dengan skenario optimistis, besarnya penurunan learning-adjusted years of schooling sebesar 0,6 tahun.
Menurut dia, asesmen diagnostik ke masing-masing siswa butuh persiapan. Guru tidak dapat serta-merta diminta langsung. Mereka harus dipersiapkan agar mampu melakukan asesmen diagnostik kondisi pengurangan pengalaman belajar anak.
Setelah itu, hal yang tidak bisa dilupakan, pembukaan kembali pembelajaran tatap muka (PTM) di sekolah tetap membutuhkan PJJ metode daring. Kedua metode pembelajaran ini, agar bisa berjalan bersamaan secara optimal, perlu diakselerasi.
”Teknologi digital dapat dipakai. Apalagi, saat ini, produk-produk teknologi digital pendidikan bagi siswa lebih muda semakin meningkat sebagai respons atas permintaan selama pandemi Covid-19,” ujarnya.
Moda penyampaian teknologi edukasi meliputi perangkat keras, luring, hibrid, aplikasi seluler Android, aplikasi seluler iOS, dan aplikasi laman yang hanya dapat diakses dari browser. Meski terdapat peningkatan ragam ataupun jumlah teknologi edukasi, hampir 60 persen cakupan pasar masih terkonsentrasi di wilayah Jawa, khususnya Jakarta.
Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas Amich Alhumami mengatakan, ada tidaknya pandemi Covid-19, transformasi digital diperlukan dalam dunia pendidikan sehingga mendorong peningkatan layanan pendidikan.
Namun, hingga akhir 2020, masih ada 12.458 desa/kelurahan di Indonesia yang belum terlayani layanan telekomunikasi seluler berteknologi akses 4G LTE. Dari aspek penggunaan komputer untuk mengakses internet, belum semua siswa seluruh jenjang pendidikan dapat memanfaatkan. Sebagai gambaran, hanya 1,2 persen siswa sekolah dasar pernah menggunakan komputer mengakses internet, lalu hanya 13,9 persen memakai internet di rumah sendiri, dan hanya 5,9 persen pernah memanfaatkan internet untuk membantu proses pembelajaran.
Untuk mengatasi tantangan pengurangan kemampuan belajar karena PJJ, pemerintah mengusahakan berbagai saluran pembelajaran berkembang. Keterbatasan akses internet dan gawai coba diatasi dengan menghadirkan program Belajar dari Rumah (BDR) di TVRI. Akan tetapi, kata Amich, itupun hanya digunakan oleh 35 persen peserta didik.
”Guru mesti memahami betul pedagogi, menguasai teknik mengajar, keterampilan didaktika, mengelola kelas konvensional dan maya, sampai paham instrumen teknologi pembelajaran,” ujarnya. Hal tersebut membantu mereka setelah melakukan asesmen diagnostik kepada siswa.
Bupati Tanah Tidung, Provinsi Kalimantan Utara, Ibrahim Ali mengatakan, pihaknya menyadari potensi pengurangan kemampuan belajar anak karena belajar dari rumah berkepanjangan. Apalagi, berdasarkan data Pemerintah Kabupaten Tanah Tidung, hanya 11 persen dari total siswa bisa lancar mengikuti PJJ metode daring. Sisanya, siswa mengikuti aktivitas belajar mengajar dengan berbagai cara, seperti gurunya mendatangi rumah mereka.
Ketika Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kurikulum darurat atau penyederhanaan kompetensi inti/kompetensi dasar dari kurikulum nasional, Tanah Tidung segera mengadopsi. Dengan memakai kurikulum darurat, seluruh pembelajaran siswa fokus pada ketercapaian keterampilan dasar, literasi, dan numerasi.
”Kami minta para guru memetakan kebutuhan tiap anak dan hasilnya bisa dipakai menentukan bahan ajar,” kata Ibrahim.
Menurut dia, dalam rangka persiapan pembelajaran tatap muka terbatas, pihaknya berupaya menambah menara pemancar seluler dan digitalisasi layanan pembelajaran. Guru dan kepala sekolah tetap diminta melakukan asesmen diagnostik ke siswa.