Dalam uji coba pembelajaran tatap muka, ada siswa yang tidak langsung menuju rumah sepulang sekolah. Kondisi ini berisiko mengendurkan protokol kesehatan dan dapat menyebabkan mereka terpapar Covid-19.
Oleh
ADITYA DIVERANTA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran tatap muka membawa risiko siswa berkerumun, terutama sepulang dari kegiatan di sekolah. Kondisi tersebut mengendurkan protokol kesehatan dan dapat menyebabkan mereka terpapar Covid-19.
Dalam uji coba paduan pembelajaran tatap muka dan daring yang berjalan di Jakarta, Jumat (9/4/2021), sejumlah sekolah telah melaksanakan protokol kesehatan yang ketat, mulai dari mencuci tangan, menjaga jarak, hingga mengenakan masker. Sejak masuk area sekolah, seluruh siswa harus mencuci tangan dan pakai masker. Begitu pula saat di area sekolah, tiap siswa diminta menjaga jarak sedikitnya 1 meter.
Meski begitu, protokol kesehatan yang diterapkan di sekolah masih menyisakan celah berupa kerumunan, terutama saat siswa pulang sekolah. Sebagian siswa SMK Negeri 44 Jakarta, misalnya, mengendurkan protokol jaga jarak dan penggunaan masker saat mereka pulang dari sekolah.
Dimas Rangga (17), siswa kelas XII sekolah itu, sempat mengobrol dengan sejumlah teman saat menunggu waktu pulang. Jaga jarak antara dia dan tiga temannya menjadi lebih rapat, yakni kurang dari 1 meter. Kendurnya aturan jaga jarak itu baru disadari setelah dia ditegur seorang guru.
Siswa kejuruan akutansi itu menyampaikan, dia dan sebagian teman kadang terbawa asyiknya obrolan. Hal itu, menurut dia, karena hampir satu tahun ia dan teman-temannya tidak saling bertemu di sekolah.
”Ini baru pertama masuk sekolah lagi. Saya sendiri tadi ditegur karena lupa jaga jarak, tetapi yang susah juga adalah menolak ajakan teman untuk mampir dulu sepulang sekolah,” kata Dimas, Jumat siang.
Safika (17), siswa kelas XII kejuruan bisnis daring dan pemasaran, menyatakan, memang ada siswa yang tidak langsung pulang setelah dari sekolah. Mereka yang tak langsung pulang biasanya mampir ke rumah teman. Ada juga pesan yang beredar di grup Whatsapp yang isinya ajakan untuk siswa laki-laki berkumpul main futsal.
”Padahal, sudah dari pekan kemarin, guru terus memberi tahu kalau pulang sekolah, ya, langsung pulang. Lagian, kalau sudah pulang sekolah pun enggak ada yang mengawasi mereka. Jadi, mungkin mereka memang agak susah dikasih tahu,” kata Safika.
Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas SMK Negeri 44 Estu Sulistiowati menekankan, larangan berkerumun sudah disampaikan kepada seluruh siswa yang mengikuti pembelajaran tatap muka. Mereka juga telah diminta agar langsung pulang ke rumah seusai jam sekolah.
Walakin, Estu kerap menemui sejumlah siswa yang mampir ke sejumlah tempat sepulang sekolah. Selama dua hari kemarin, dia pun sempat menegur beberapa siswa karena tidak mematuhi instruksi yang disampaikan guru.
Sebelumnya seluruh siswa SMK Negeri 44 sebanyak 645 orang telah diminta pihak sekolah agar langsung pulang ke rumah seusai sekolah. Dalam sosialisasi bersama orang tua siswa, beberapa hari lalu, dicapai kesepakatan pula agar orang tua menjemput anaknya sehingga mereka tidak mampir ke sejumlah tempat.
”Kemarin kami minta agar siswa dijemput sampai rumah sehingga kemungkinan terpapar Covid-19 menjadi lebih minim. Untuk siswa yang pulang naik angkutan umum, kami coba minta dukungan dinas perhubungan agar mereka bisa dijemput bus sekolah,” tutur Estu.
Sementara itu, Kepala Sekolah SDN Kenari 08 Hardi Priyono juga cemas dengan potensi penularan Covid-19 saat siswa tidak langsung pulang ke rumah. Padahal, pembelajaran di sekolah telah didesain sedemikian rupa agar tidak ada waktu istirahat dan dengan durasi yang ketat.
”Secara teknis, anak-anak ini hanya berada di sekolah selama 4 jam. Namun, mungkin karena pendeknya durasi di sekolah itu, mereka jadi mengira sekolah pulang cepat. Kalau siswa pulang cepat, kan, bawaannya main ke rumah teman, begitu,” ujar Hardi.
Terkait itu, epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Tri Yunis Miko, menyatakan, segenap guru dan tenaga pendidik perlu mewaspadai risiko penularan Covid-19 dari mobilitas siswa. Sebab, bisa saja siswa terpapar Covid-19 saat mereka berkunjung ke lokasi yang tergolong zona merah.
Menurut dia, harus ada kontrol mobilitas siswa yang ketat, baik dari rumah ke sekolah maupun sebaliknya, sehingga risiko penularan bisa dicegah. ”Kalaupun mereka terpapar saat itu, pelacakan menjadi sangat mudah karena mobilitas mereka terkontrol oleh orangtua dan guru,” tuturnya.
Proses pembelajaran tatap muka terbatas saat ini adalah bagian dari uji coba yang dilakukan Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Dalam penerapan ini, ada beberapa ketentuan teknis yang mesti dipatuhi. Durasi belajar siswa di sekolah terbatas 3-4 jam dalam satu hari.
Jumlah hari tatap muka terbatas adalah satu hari dalam satu minggu untuk satu jenjang kelas dengan jumlah peserta didik yang terbatas dengan maksimal 50 persen dari daya tampung per kelas. Bangku belajar juga diatur dengan jarak 1,5 meter antarsiswa.
”Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sangat berhati-hati dan tidak terburu-buru dalam mengambil kebijakan terkait pelaksanaan satuan pendidikan di semester genap tahun pelajaran 2020/2021. Prioritas kita semua adalah kesehatan dan keamanan peserta didik. Tentunya seluruh persiapan akan didiskusikan terlebih dahulu dan dimatangkan sebelum dilaksanakan,” tutur Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Nahdiana, dalam keterangan tertulis.