Uji Coba Pembelajaran Tatap Muka Terbatas Bukan Coba-coba
Meski masih uji coba, pembelajaran tatap muka terbatas yang kini mulai dilakukan tetap harus dilakukan dengan persyaratan sangat ketat. Alasan, menyelamatkan pendidikan tidak boleh mengabaikan keselamatan siswa.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Seiring rencana pemerintah membuka sekolah secara nasional pada Juli 2021, sejumlah daerah mulai melakukan uji coba pembelajaran tatap muka terbatas. Uji coba dilakukan di sekolah-sekolah yang dinilai telah memenuhi daftar periksa kesiapan sekolah tatap muka, termasuk sarana pendukung protokol kesehatan.
Surat keputusan bersama empat menteri pada November 2020 mensyaratkan sekolah menyediakan sarana sanitasi dan kebersihan, mampu mengakses fasilitas pelayanan kesehatan, siap menerapkan wajib masker, dan memiliki alat pengukur suhu badan (thermogun). Selain itu juga memiliki pemetaan warga satuan pendidikan dan ada persetujuan orangtua/wali murid.
Persyaratan-persyaratan tersebut relatif mudah terpenuhi. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan bahwa sekolah bisa menggunakan dana bantuan operasional sekolah untuk pengadaan sarana pendukung protokol kesehatan. Pembatasan siswa juga mudah dilakukan, dengan menerapkan sistem sif bagi siswa yang mendapat izin dari orangtua untuk mengikuti pembelajaran tatap muka di sekolah.
Tantangannya dalam menerapkan disiplin protokol kesehatan, tidak hanya guru, tenaga kependidikan, siswa, tetapi juga orangtua. Temuan Ombudsman RI Jakarta Raya di Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor serta hasil pantauan Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) di 16 provinsi menunjukkan, pelaksanaan protokol kesehatan di sejumlah sekolah masih lemah.
Masih ada sekolah yang menyelenggarakan kegiatan olahraga dan para siswanya pun tidak mengenakan masker. Seusai sekolah, begitu keluar kompleks sekolah, siswa tidak mengenakan masker. Disiplin pemakaian masker di lingkungan sekolah pun masih kendur, misalnya masker tidak menutupi hidung dan mulut, melainkan dagu.
Menurut gurunya karena faktor anak-anak kangen-kangenan, akhirnya lupa (jaga jarak).
Pembatasan jumlah siswa yang mengikuti pembelajaran tatap muka juga belum tentu menjamin protokol jaga jarak terpenuhi. Lama tidak bertemu teman-teman membuat anak-anak cenderung kurang memperhatikan protokol ini. ”Menurut gurunya karena faktor anak-anak kangen-kangenan, akhirnya lupa (jaga jarak),” kata Kepala Bidang Advokasi P2G Iman Zanatul Haeri, Rabu (7/4/2021).
Orangtua pun demikian, di sejumlah sekolah banyak kerumunan orangtua yang menunggu anak-anak mereka. Banyak dari mereka tidak mengenakan masker. Pelanggaran protokol kesehatan juga terjadi pada guru ataupun siswa yang menggunakan angkutan umum untuk pergi dan pulang sekolah. Seperti di Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi, tidak ada pengaturan jarak di dalam kendaraan umum.
Koordinator P2G Satriwan Salim menekankan pentingnya kontrol dan pengawasan dalam uji coba pembelajaran tatap muka. Pemerintah daerah agar membentuk satgas khusus pembelajaran tatap muka yang melibatkan unsur kepolisian, satuan polisi pamong praja, dinas kesehatan, dinas perhubungan, dan dinas pendidikan. ”Tidak (boleh) ada toleransi sedikit pun atas pelanggaran protokol kesehatan,” katanya.
Menjamin keselamatan
Dengan kasus Covid-19 di masyarakat yang masih tinggi, rata-rata rasio positif (positivity rate) Covid-19 masih 12 persen, pelanggaran-pelanggaran tersebut berisiko memunculkan kluster sekolah, seperti yang terjadi di sejumlah sekolah berasrama beberapa waktu lalu (Kompas, 1/4/2021). Ketika rasio positif Covid-19 masih tinggi, meski kasus Covid-19 menurun, pandemi belum terkendali.
Menurut Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jakarta Raya Teguh P Nugroho, Rabu (7/4/2021), terlalu umum menyandarkan pada standar sarana dan prasarana protokol kesehatan sebagai syarat membuka sekolah. Rasio positif Covid-19 seharusnya menjadi syarat utama pembukaan sekolah, selain protokol kesehatan, untuk menjamin keselamatan warga sekolah dan masyarakat pada umumnya.
Pembukaan sekolah seharusnya juga tidak boleh dilakukan di daerah-daerah yang menerapkan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) berbasis mikro. ”Di daerah-daerah ini, pembelajaran tatap muka baru boleh dilakukan di perguruan tinggi. Jakarta dan lima daerah penyangganya di Jawa Barat masih PPKM mikro,” ujar Teguh.
Karena itu, Teguh menilai, dari aspek regulasi dan kesiapan membuka sekolah, belum semua pemda dan sekolah yang telah menyelenggarakan pembelajaran tatap muka siap. Uji coba pembelajaran tatap muka terbatas hendaknya tidak dijadikan target pemerintah daerah, tetapi harus dilakukan berdasarkan kesiapan daerah, sekolah, dan masyarakat.
Kesiapan daerah termasuk kemampuan pemerintah daerah menyelenggarakan tes PCR bagi guru, tenaga kependidikan, dan siswa sebelum sekolah dibuka kembali. Tidak semua kasus Covid-19 menunjukkan gejala, terutama pada anak-anak, sehingga tes PCR menjadi satu-satunya cara untuk mengetahui apakah seseorang terinfeksi Covid-19 atau tidak.
Karena biaya tes PCR mahal, Dinas Pendidikan Kota Cimahi, Jawa Barat, mengandalkan laporan orangtua dan guru yang diunggah di aplikasi Simak. Per 5 April 2021, misalnya, terdata ada delapan siswa sekolah dasar yang terkonfirmasi positif Covid-19. Kerja sama orangtua sangat penting untuk jujur melaporkan kondisi yang sebenarnya.
”Mereka (anak-anak tersebut) selama ini masih belajar di rumah. Akhir Mei-awal Juni nanti baru kami akan melakukan simulasi pembelajaran tatap muka,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Cimahi Harjono, Selasa (6/4/2021).
Simulasi tersebut dilakukan ketika semua guru dan tenaga kependidikan telah selesai divaksinasi. Simulasi juga bukan uji coba karena dilakukan untuk membiasakan siswa melaksanakan protokol kesehatan, seperti latihan cuci tangan pakai sabun, mengenakan masker dengan baik dan benar, jaga jarak, menjauhi kerumunan, serta membatasi mobilisasi dan interaksi (5M).
Selain latihan melaksanakan 5M, juga akan diadakan kegiatan untuk mengembalikan kebugaran siswa dan trauma healing (penyembuhan setelah trauma). ”Yang kami khawatirkan bukan semata-mata lost learning (hilang pembelajaran), tetapi juga trauma anak-anak ini. Ini kalau tidak ditangani dulu, tidak akan efektif pembelajarannya,” kata Harjono.
Uji coba pembelajaran tatap muka, ujar Teguh, hendaknya dipersiapkan betul-betul dengan menjamin keselamatan warga sekolah. Jika memang belum siap, pemerintah daerah sebaiknya mengefektifkan guru kunjung daripada memaksakan pembelajaran tatap muka. ”Jangan coba-coba karena ini taruhannya nyawa,” ucapnya.