Posisi perempuan kepala desa dinilai sangat strategis. Mereka diharapkan lebih memiliki kepekaan dan mengerti kebutuhan khusus perempuan, anak, dan kelompok rentan.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·4 menit baca
Pemerintah Desa adalah salah satu garda terdepan dalam mencegah dan melindungi perempuan, anak, serta kelompok rentan dari berbagai kekerasan. Peran kepala desa sangat penting untuk memastikan tidak adanya kekerasan serta terwujudnya desa ramah perempuan dan peduli anak.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati mengajak para perempuan kepala desa (kades) di seluruh Indonesia agar menjadi pelopor desa ramah perempuan dan peduli anak.
Posisi perempuan kades dinilai sangat strategis. Mereka diharapkan lebih memiliki kepekaan dan mengerti kebutuhan khusus perempuan, anak, dan kelompok rentan di desanya.
Posisi perempuan kades dinilai sangat strategis. Mereka diharapkan lebih memiliki kepekaan dan mengerti kebutuhan khusus perempuan, anak, dan kelompok rentan di desanya.
Dengan demikian, program pembangunan dan penganggaran di desa akan lebih sensitif jender. Perempuan diberikan kesempatan untuk bersuara menyampaikan aspirasinya dalam pengambilan keputusan pada musyawarah perencanaan pembangunan (musrenbang) desa, serta terlibat langsung dalam program pembangunan di desa.
Meski demikian, Bintang menyadari ada sejumlah tantangan yang dihadapi perempuan kades. Ada sejumlah tantangan yang dihadapi perempuan semenjak berjuang menembus posisi sebagai kades, salah satunya bagaimana menghadapi sikap masyarakat yang pesimistis terhadap kepemimpinan perempuan kades.
”Untuk menduduki posisi kades, tentu melalui perjuangan yang cukup berat dan proses luar biasa. Namun, saya yakin tantangan-tantangan tersebut bisa dijawab dengan kerja nyata. Apalagi, menjadi pemimpin di institusi pemerintah yang paling bawah, tentu menghadapi permasalahan yang kompleks,” tutur Bintang saat berdialog secara daring dengan sejumlah perempuan kades, Kamis (1/4/2021).
Kepada perempuan kades, Bintang yang didampingi Deputi Kesetaraan Jender Lenny N Rosalin dan Deputi Perlindungan Hak Perempuan Ratna Susianawati mendorong perempuan agar, ketika diberi kesempatan memimpin, tampil semaksimal mungkin. Bintang bahkan mengungkapkan, tidak ada yang tidak mungkin dan tidak bisa dilakukan perempuan saat dipercaya sebagai pemimpin.
Ohee Anthoneta Etta, kades di salah satu desa di Provinsi Papua, mengungkapkan, sebagai kades dia memberikan perhatian khusus terhadap pendidikan anak-anak di desanya, termasuk mendorong kehadiran perempuan dalam musrenbang.
Andi Padauleng, Kades Cumpiga, Kecamatan Awangpone, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, menilai pentingnya penyuluhan terhadap perempuan agar mengetahui hak-haknya, termasuk memberikan pemahaman tentang kesetaraan jender, perlindungan perempuan, dan anak.
Selain berperan aktif dalam mewujudkan desa ramah perempuan dan peduli anak, yang dideklarasikan Kementerian PPPA dan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, beberapa waktu lalu, Bintang meminta perempuan kades juga memberikan perhatian terhadap fenomena perempuan yang terpapar radikalisme/terorisme.
Kerentanan perempuan terlibat dalam aksi radikalisme terorisme terlihat dalam dua peristiwa yang terjadi berturut di gerbang Katedral Makassar, Sulawesi Selatan, dan Mabes Polri Jakarta ketika perempuan menjadi korban sekaligus pelaku.
Indo Upe, Kepala Desa Kalepu, Kecamatan Tommo, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat, mengungkapkan, mencegah perempuan terlibat radikalisme/terorisme adalah pekerjaan rumah bagi para kades. Diakuinya, tidak mudah memberikan pemahaman kepada perempuan yang pikirannya terpapar radikalisme. Akan tetapi, untuk perempuan yang pikirannya belum terlalu terpengaruh, masih bisa diberikan pemahaman agar pikirannya terbuka dengan cara memperkuat organisasi perempuan yang terintegrasi dengan diberdayakan.
Terkait perempuan kades, Tyas Retno Wulan, pengajar Sosiologi dari Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto, memaparkan studi terhadap perempuan kades di Banyumas yang dikaitkan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB/SDGs) yang dilakukan baru-baru ini. Ternyata dari studi tersebut ditemukan 17 perempuan kepala desa belum pernah mengikuti pelatihan TPB. Adapun sumber pengetahuan tentang TPB diperoleh secara otodidak dari berbagai sumber/referensi yang dimiliki.
Kendati pengetahuan perempuan kades terkait TPB, terutama tujuan kelima yang terkait kesetaraan jender, masih terbatas, mereka telah melaksanakan TPB meskipun masih minimal.
”Meskipun kelompok minoritas, karena hanya 17 orang dari 301 kades di Banyumas yang menjadi kepala desa, mereka terbukti adalah sosok kepala desa yang tangguh, termasuk saat pandemi Covid-19. Perempuan kades justru tampil di garis depan dengan serangkaian program untuk mengatasi permasalahan warga desanya karena Covid-19,” papar Tyas.
Pada akhir acara tersebut, baik Lenny maupun Ratna juga mendorong perempuan kades untuk mewujudkan kesetaraan jender serta perlindungan perempuan dan anak dalam berbagai program. Keduanya berharap kepemimpinan perempuan di desa akan mencegah terjadinya berbagai kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Indikator
Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah mengungkapkan, sebenarnya desa ramah perempuan dan peduli anak bisa dinilai dengan sejumlah indikator, yakni adanya data pilah dan data jender tingkat desa, program desa untuk perempuan dan anak di semua sektor, terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi; kemudian adanya penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta adanya pemberdayaan perempuan desa.
Tak cuma itu, adanya pelibatan perempuan dan anak dalam pengambilan keputusan pembangunan desa, kuota perempuan untuk kelembagaan desa, anggaran desa untuk perempuan dan anak, kebijakan desa untuk perempuan dan anak, dan pengawasan (monev jender).
KAPAL Perempuan selama ini telah mendampingi sekitar 30 perempuan kades di Kabupaten Bone, yang berkomitmen melaksanakan perencanaan dan penganggaran yang responsif jender (PPRG) untuk mencapai TPB. Para perempuan kades membentuk Asosiasi Perempuan Kepala Desa Kabupaten Bone.
Oleh karena itu, menurut Misiyah, desa ramah perempuan dan peduli anak juga harus dikaitkan dengan pemecahan situasi kewilayahan, misalnya kondisi geografis (kepulauan terpencil, pegunungan, adat, desa terisolir), sosial, politik lokal, dan pandemi Covid-19.
”Desa ramah perempuan dan peduli anak tidak dapat dilakukan secara instan. Namun, mesti dilakukan tahapan yang membutuhkan waktu relatif panjang, pendekatan yang menyeluruh di semua aspek kehidupan,” ujar Misiyah.