Penyesuaian kembali Surat Keputusan Bersama Empat Menteri tentang Panduan Pembelajaran Selama Masa Pandemi Covid-19 perlu diikuti pengawasan tegas protokol kesehatan di daerah.
Oleh
Mediana
·7 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah memutuskan pembelajaran tatap muka secara terbatas menjadi opsi yang wajib disediakan satuan pendidikan ketika pendidik dan tenaga kependidikannya telah tuntas divaksinasi. Pembelajaran tatap muka terbatas diperbolehkan digelar tanpa harus menunggu mulainya tahun ajaran dan tahun akademik 2021/2022 pada Juli 2021.
Pelaksanaan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas ini wajib mengikuti prosedur protokol kesehatan yang ketat. ”Dalam PTM terbatas, dinas pendidikan dan kantor wilayah Kementerian Agama wajib mengawasi pelaksanaan. Apabila ditemukan kasus Covid-19, PTM terbatas harus segera ditutup,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim saat mengumumkan secara daring Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud, Menteri Agama, Menteri Kesehatan, dan Menteri Dalam Negeri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di Masa Pandemi Covid-19”, Selasa (30/3/2021), di Jakarta.
Dalam PTM terbatas, dinas pendidikan dan kantor wilayah Kementerian Agama wajib mengawasi pelaksanaan. Apabila ditemukan kasus Covid-19, PTM terbatas harus segera ditutup.(Nadiem Anwar Makarim)
Sejak Januari 2021, PTM terbatas sebenarnya sudah diperbolehkan. Adapun kewenangan perizinannya diserahkan ke pemerintah daerah.
Menurut data Kemendikbud, secara nasional sudah ada 22 persen satuan pendidikan di Indonesia yang menggelar PTM terbatas. Sisanya masih menerapkan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Nadiem menjelaskan, dalam SKB empat menteri terbaru ini, orangtua tetap berperan utama memutuskan apakah anaknya akan mengikuti PTM terbatas di sekolah atau tidak. Satuan pendidikan mesti menghormati keputusan orangtua dan menyediakan opsi layanan PJJ.
Demikian pula peran kepala sekolah sangat penting. Selama PTM, kondisi warga satuan pendidikan harus sehat, tidak memiliki gejala Covid-19, kantin tidak boleh buka, dan kegiatan olahraga ataupun ekstrakurikuler dilarang.
Di zona hijau Covid-19, terdapat 49 persen satuan pendidikan menyelenggarakan PTM terbatas dan 51 persen PJJ. Zona kuning Covid-19 terdiri dari 28 persen satuan pendidikan menerapkan PTM terbatas dan 71 persen PJJ.
Sementara di zona oranye Covid-19 terdapat 13 persen satuan pendidikan menyelenggarakan PTM terbatas dan 87 persen PJJ. Adapun zona merah Covid-19 terdapat 6 persen menerapkan PTM terbatas dan 94 persen PJJ.
Dalam kesempatan sama, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, pelaksanaan PTM terbatas jangan sampai membuat anak tertular Covid-19 lalu menularkan kembali kepada anggota keluarga di rumah. Hingga saat ini, tercatat 181.637 kasus Covid-19 menimpa anak usia sekolah.
”PTM terbatas harus mengikuti tahapan prakondisi terlebih dulu. Pemerintah daerah harus betul-betul mengawasi proses simulasi mulai anak berangkat ke sekolah sampai pulang kembali ke rumah. Satgas penanganan Covid-19 pusat dan daerah akan dioptimalkan,” ujar Wiku.
Untuk memastikan pembelajaran tatap muka bisa berjalan, pemerintah menargetkan vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan tuntas pada Juni 2021.
Menteri Dalam Negeri Muhammad Tito Karnavian berharap, melalui penyesuaian terbaru SKB empat menteri, semua daerah dapat memahami dan membuat kebijakan yang benar diikuti pengawasan serta evaluasi terhadap pelaksanaan PTM terbatas. Kemendagri siap mendukung PTM terbatas secara bertahap dengan penuh kehati-hatian bersama dengan Kemendikbud, Kemenkes, Kemenag, dan Satuan Tugas Penanganan Covid-19.
Secara terpisah, Ketua Perkumpulan Keluarga Peduli Pendidikan Yanti Sriyulianti mengapresiasi komitmen pemerintah melakukan vaksinasi kepada seluruh pendidik dan tenaga kependidikan. Namun, bagaimanapun warga satuan pendidikan terbesar adalah peserta didik, dan masyarakat masih menunggu adanya vaksin Covid-19 yang aman bagi anak mereka.
Apabila pendidik dan tenaga kependidikan sudah mendapat vaksin, tetapi anak dan lingkungan sekitar anak belum mendapat vaksin, penularan Covid-19 masih amat berisiko.
Karena itulah, demi keamanan siswa, konsekuensi atas pengabaian protokol kesehatan Covid-19 semestinya ditegakkan. Kekhawatiran keluarga selama ini adalah ketidakjelasan penanggung jawab jika fasilitas ataupun praktik perilaku sesuai protokol kesehatan Covid-19 diabaikan.
”Kami meminta pemerintah pusat, daerah, dan seluruh manajemen sekolah mengutamakan kepentingan terbaik anak. Mereka harus ikut menegakkan protokol kesehatan sejak anak keluar rumah menuju sekolah, berkendaraan, lingkungan sekitar tempat tinggal, bermain anak, serta di dalam kelas,” ujarnya.
Menurut Yanti, praktik sistem keamanan lingkungan (siskamling) juga perlu digeliatkan kembali untuk membantu menegakkan protokol kesehatan saat anak berada di luar rumah. Sesama rumah tangga atau keluarga dapat saling mengingatkan pentingnya menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim berpendapat, PTM sebaiknya dimulai di kawasan zona hijau Covid-19 ataupun daerah-daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T) yang kesulitan akses internet dan gawai. Ini penting untuk mengurangi dampak negatif ketertinggalan pembelajaran yang semakin parah.
Selama masa belajar dari rumah, kelompok siswa seperti itu kesusahan belajar. Keterbatasan sarana belajar diatasi pendidik dengan menerapkan praktik guru kunjung. Namun, solusi itu tidak efektif sebab jangkauan guru kunjung pun terbatas.
Lain cerita dengan kelompok siswa di perkotaan yang umumnya mudah mengakses internet dan gawai. Mereka rata-rata bisa mengikuti PJJ dengan lancar. Oleh karena itu, dia berpendapat, permasalahan ketertinggalan pembelajaran harus dipetakan secara detail.
Lebih jauh Satriwan mengatakan, sudah ada sejumlah satuan pendidikan di kabupaten/kota tertentu menggelar PTM terbatas. Pemerintah daerah di antaranya mengaku melakukan uji coba, tetapi kenyataannya menunjukkan jumlah sekolah yang buka kembali hampir sebagian besar. Sebagai contoh, Kabupaten Bogor memiliki 220-230 sekolah dan 170 sekolah di antaranya sudah PTM terbatas. Sebagian besar pendidik dan tenaga kependidikan bahkan belum divaksin.
”Vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan masih berjalan lambat. Sebagian kecil pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah negeri sudah mulai. Mayoritas sekolah swasta di berbagai daerah belum kebagian jatah vaksinasi,” ujarnya.
Para pendidik dan tenaga kependidikan di berbagai daerah, lanjutnya, belum mengetahui jadwal dan lokasi vaksinasi. Mereka menunggu kejelasan informasi dari dinas pendidikan daerah.
Menurut Satriwan, vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan bukan satu-satunya cara menekan penyebaran Covid-19. Pemerintah pusat dan daerah semestinya memverifikasi kebenaran daftar periksa fasilitas protokol kesehatan yang disetor satuan pendidikan dari berbagai daerah.
Mengutip ”Dashboard Kesiapan Proses Belajar-Mengajar Satuan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19” di sekolah.data.kemdikbud.go.id per 30 Maret 2021 pukul 16.00, total satuan pendidikan di Indonesia mencapai 534.954. Sebanyak 282.108 satuan pendidikan atau 52,74 persen sudah merespons. Sisanya, 252.846 satuan pendidikan atau 47,26 persen satuan pendidikan belum merespons atau belum menyetor laporan daftar periksa.
Daftar periksa yang termuat di dashboard meliputi variabel ketersediaan sarana sanitasi dan kebersihan, ketersediaan fasilitas kesehatan, pemetaan warga satuan pendidikan yang tidak boleh melakukan kegiatan di satuan pendidikan, dan membuat kesepakatan bersama komite sekolah terkait kesiapan PTM. Setiap variabel diberikan kolom jawaban ”tersedia”, ”tidak tersedia”, dan ”belum menjawab”.
”Kebenaran daftar periksa penerapan protokol kesehatan menjadi penentu. Kalau tidak ada langkah verifikasi lapangan, ini bisa berdampak kepada kesehatan anak. Ironinya pula, selama ini kebanyakan sekolah mengirim surat persetujuan PTM terbatas ke orangtua tanpa diberikan informasi utuh kesiapan kondisi fasilitas protokol kesehatan,” kata Satriwan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Bambang Soesatyo juga mengingatkan agar pemerintah tidak memaksakan penyelenggaraan PTM jika kasus Covid-19 di daerah masih tinggi. Sebab, saat ini jumlah kasus Covid-19 pada kluster sekolah meningkat akibat mulai dibukanya sekolah dan kampus di beberapa daerah.
Di Bandung, Jawa Barat, Pemerintah Kota Bandung tetap melanjutkan PJJ meski pemerintah pusat telah mengeluarkan rekomendasi PTM terbatas. Menurut Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Bandung Cucu Saputra, Kota Bandung membutuhkan waktu untuk menerapkan PTM karena belum semua pendidik dan tenaga kependidikan mendapatkan vaksin Covid-19. Dari total sekitar 25.000 orang di jenjang prasekolah hingga sekolah menengah pertama, baru sekitar 1.300 orang yang telah divaksin.
”Kami masih berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan untuk memprioritaskan vaksinasi tenaga pendidik dan kependidikan. Namun, mendapat vaksin bukan berarti menjadi kebal. Karena itu, protokol kesehatan tetap kami utamakan,” paparnya.
Sama seperti Pemkot Bandung, Pemkot Bandar Lampung, Lampung, juga masih memperpanjang masa PJJ hingga 10 Juli 2021. Keputusan ini diambil karena penularan Covid-19 di Bandar Lampung masih rawan terjadi.
Wali Kota Bandar Lampung Eva Dwiana mengatakan, Bandar Lampung masih berstatus zona oranye Covid-19 sehingga pembukaan sekolah dapat membahayakan guru dan siswa. Masyarakat diharapkan menerima keputusan tersebut.
Sementara itu, Pemkot Bekasi, Jawa Barat, justru akan menambah jumlah sekolah yang menggelar PTM terbatas. Sejak 22 Maret 2021, sebanyak 110 SD dan SMP di Kota Bekasi telah menggelar PTM terbatas. ”Ada 39 SMP dan 28 SD yang sudah mengajukan proposal untuk menggelar kegiatan adaptasi tatanan hidup baru,” kata Kepala Dinas Pendidikan Kota Bekasi Inayatullah.(MED/VIO/RTG/NTA/VAN)