Perguruan Tinggi Antisipasi Berkembangnya Kelompok Radikal di Kampus
Pimpinan perguruan tinggi di Indonesia diminta mengantisipasi berkembangnya kelompok radikal di lingkungan kampus. Teror bom yang terjadi di Katedral Makasar menjadi momentum untuk memperkuat persatuan.
Oleh
VINA OKTAVIA
·3 menit baca
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Rektor Universitas Lampung Karomani saat diwawancarai di Bandar Lampung, Rabu (6/1/2021).
BANDAR LAMPUNG, KOMPAS — Pimpinan perguruan tinggi di Indonesia diminta mengantisipasi berkembangnya kelompok radikal di lingkungan kampus. Teror bom yang terjadi di Katedral Makasar, Sulawesi Selatan, semestinya menjadi momentum untuk menjaga kebinekaan bangsa Indonesia.
Ketua Pengurus Harian Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa Karomani menyatakan prihatin atas insiden teror bom di Katedral Makasar pada Minggu (28/3/2021). Menurut dia, tindakan teror itu tidak dibenarkan oleh ajaran agama mana pun dan melukai rasa kemanusiaan bangsa Indonesia.
Menurut dia, insiden itu menujukkan masih berkembangnya radikalisme dan ekstrimisme di Tanah Air. Untuk itu, perguruan tinggi harus berperan menangkal berkembangnya kelompok radikal di lingkungan kampus.
”Kami menyerukan kepada seluruh pimpinan perguruan tinggi di Indonesia untuk tidak memberi ruang gerak di kampus-kampus atas berkembangnya ideologi atau ajaran yang bertentangan dengan ideologi Pancasila,” kata Karomani di Bandar Lampung, Senin (29/3/2021).
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Ketua Pengurus Harian Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa Karomani saat rapat koordinasi di Bandar Lampung dan disiarkan secara daring, Selasa (23/2/2021).
Menurut dia, perguruan tinggi harus mengelola dan mengawasi aktivitas di tempat-tempat ibadah di lingkungan kampus. Pasalnya, tempat ibadah menjadi salah satu titik rawan penyebaran paham radikal di lingkungan kampus.
Selain itu, pihak kampus juga perlu memastikan kegiatan organisasi keagamaan yang diikuti mahasiswa dan dosen. Jangan sampai ada kelompok yang menyebarkan ajaran radikalisme secara diam-diam di lingkungan kampus.
Jangan sampai ada kelompok yang menyebarkan ajaran radikalisme secara diam-diam di lingkungan kampus.
Dia menambahkan, perekrutan dosen dan tenaga kependidikan di lingkungan kampus juga tidak boleh sembarangan. Perguruan tinggi harus memastikan bahwa dosen dan tenaga kependidikan yang diterima memiliki pemahaman yang baik tentang kebinekaan. Mereka yang beragama Islam juga harus dipastikan memiliki pemahaman tentang Islam moderat.
KOMPAS/VINA OKTAVIA
Relief Patung Megou Pak di Kabupaten Tulang Bawang Barat yang menggambarkan empat marga yang ada di Kabupaten Tubaba, Lampung.
Rancang program
Untuk menangkal berkembangnya paham radikalisme di lingkungan kampus, Forum Rektor Penguat Karakter Bangsa merancang program pendidikan karakter untuk sivitas akademika di lingkungan kampus. Sejumlah kegiatan digagas, antara lain seminar, dialog publik, dan festival budaya yang mengangkat potret keberagamaan di Tanah Air.
Selain itu, pihaknya juga akan merancang modul tentang pemahaman dan penerapan ideologi Pancasila yang diharapkan menjadi panduan bagi seluruh perguruan tinggi di Indonesia. Harapannya, program pendidikan karakter itu dapat menumbuhkan rasa kebinekaan dan mengikis berkembangnya paham radikal.
Secara terpisah, Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme Lampung Irwan Sihar Marpaung menuturkan, pihaknya juga akan menggelar diskusi virtual tentang pencegahan radikalisme yang melibatkan para pelajar di Lampung. Diskusi ini sebagai upaya memberikan pemahaman kepada generasi muda di Lampung tentang bahaya radikalisme dan ekstremisme bagi persatuan bangsa Indonesia.
Di era digital seperti sekarang ini, kelompok radikal biasanya menyebarkan ajarannya melalui media sosial. Para pelajar yang menjadi sasaran bisa mendapat informasi yang keliru mengenai aksi bom bunuh diri. Untuk itulah, pemerintah perlu memberikan informasi yang benar mengenai bahaya dan dampak aksi terorisme.
Seperti diketahui, ledakan bom terjadi di depan Katedral Makassar saat pergantian Misa Minggu Palma, Minggu (28/3) pagi. Bom diketahui merupakan bom bunuh diri yang dilakukan dua orang yang merupakan suami istri generasi milenial yang baru beberapa bulan menikah.
Bom melukai sekitar 20 orang yang merupakan jemaat dan petugas gereja. Hingga kini, para korban masih dirawat. Polisi menyatakan kedua pelaku terkait dengan jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang beberapa bulan sebelumnya digrebek oleh Densus 88.