Pelestarian aksara Jawa tidak cukup dengan mengajarkan aksara itu di sekolah dan memakainya untuk nama jalan. Agar aksara Jawa bisa lestari, dibutuhkan digitalisasi atau menghadirkan aksara Jawa ke platform digital.
Oleh
HARIS FIRDAUS
·5 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS – Upaya pelestarian aksara Jawa tidak cukup hanya dengan mengajarkan aksara tersebut di sekolah dan memakainya untuk nama jalan. Agar aksara Jawa bisa lestari dan terus digunakan, dibutuhkan upaya digitalisasi atau menghadirkan aksara Jawa ke platform digital yang dekat dengan generasi muda.
Upaya digitalisasi aksara Jawa itu menjadi salah satu pokok bahasan dalam pembukaan Kongres Aksara Jawa I yang digelar Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (22/3/2021), di Yogyakarta. Acara yang digelar dengan metode daring dan luring itu dijadwalkan berlangsung hingga Jumat (26/3/2021) dan diikuti oleh perwakilan akademisi, praktisi, budayawan, birokrat, serta masyarakat umum.
Penggagas Kongres Aksara Jawa I, Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Notonegoro, mengatakan, selama ini, penggunaan aksara Jawa terus mengalami penurunan. Hal ini karena jumlah orang yang bisa membaca dan menulis aksara Jawa juga terus berkurang. Apabila tidak ada upaya serius untuk melestarikan aksara Jawa, bukan tidak mungkin aksara tersebut akan mati di kemudian hari.
"Penggunaan aksara Jawa itu makin ke sini semakin berkurang. Kalau tidak ada kegiatan (pelestarian) apa-apa, kemungkinan 150 sampai 200 ratus tahun lagi sudah mati aksara Jawa karena tidak ada yang memakai," ujar Notonegoro yang juga menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Kridhomardowo Keraton Yogyakarta.
Notonegoro menuturkan, keprihatinan terhadap rendahnya penggunaan aksara Jawa itulah yang kemudian mendorong diselenggarakannya Kongres Aksara Jawa I. Dalam kongres tersebut, para peserta akan dibagi ke dalam empat komisi yang membahas tema berbeda.
Penggunaan aksara Jawa itu makin ke sini semakin berkurang. Kalau tidak ada kegiatan (pelestarian) apa-apa, kemungkinan 150 sampai 200 ratus tahun lagi sudah mati aksara Jawa karena tidak ada yang memakai (Notonegoro)
Komisi I akan membahas tentang transliterasi aksara Jawa ke aksara Latin, Komisi II membahas paugeran atau tata tulis aksara Jawa, Komisi III membahas upaya digitalisasi aksara Jawa, dan Komisi IV membahas tentang kebijakan-kebijakan terkait aksara Jawa.
Notonegoro memaparkan, para peserta kongres itu memang akan membahas beberapa persoalan teknis terkait penulisan aksara Jawa. Pembahasan itu penting karena selama ini ada perbedaan pendapat terkait beberapa hal dalam penulisan aksara Jawa.
Akan tetapi, Notonegoro berharap, Kongres Aksara Jawa I tidak hanya berkutat pada hal-hal teknis dan tidak prinsipil terkait aksara Jawa. Hal ini karena kongres tersebut diharapkan bisa membahas dan menghasilkan sesuatu yang lebih besar daripada perkara teknis, misalnya terkait upaya pelestarian aksara Jawa.
"Memang tujuan kongres ini supaya ada forum di mana kita bisa duduk bersama dan menyelesaikan masalah-masalah itu. Tapi, masalah-masalah itu bukan tujuan utama, itu hanya syarat supaya aksara Jawa bisa eksis di tingkat internasional dan bisa diakui sebagai aksara yang masih hidup," ungkap Notonegoro yang merupakan menantu Raja Keraton Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X.
Nama domain
Ketua Pengelola Nama Domain Internet Indonesia (Pandi) Yudho Giri Sucahyo mengatakan, salah satu upaya digitalisasi aksara Jawa adalah mendorong aksara Jawa agar bisa digunakan sebagai nama domain internet. Untuk mewujudkan hal itu, Pandi telah mendaftarkan aksara Jawa ke Internet Corporation for Assigned Names and Numbers (ICANN) selaku lembaga pengelola internet dunia.
Yudho menuturkan, saat ini, ada sejumlah aksara atau huruf selain Latin, misalnya aksara Jepang, Korea, dan Tiongkok, yang sudah bisa digunakan sebagai nama domain internet. Oleh karena itu, Pandi ingin mendorong agar aksara Jawa juga bisa digunakan sebagai nama domain internet. Namun, pengajuan aksara Jawa sebagai nama domain internet itu ternyata ditolak oleh ICANN.
Salah satu alasannya, kata Yudho, ICANN menilai penggunaan aksara Jawa di platform digital masih sangat minim. Padahal, dari sisi teknologi, aksara Jawa sebenarnya sudah siap digunakan sebagai nama domain internet karena sudah ada font aksara Jawa yang bisa digunakan di komputer. "Tapi ternyata ini bukan hanya masalah teknologi. Kalau masalah teknologi, sudah siap karena teman-teman sudah punya font aksara Jawa," ungkapnya.
Yudho mengatakan, agar aksara Jawa bisa digunakan sebagai nama domain internet, konten-konten digital yang menggunakan aksara Jawa harus diperbanyak. Upaya memperbanyak konten digital itu juga penting untuk mengenalkan aksara Jawa kepada generasi muda yang selama ini aktif di platform digital.
"Kita harus menghadirkan aksara Jawa ke generasi milenial dan milenial itu kan sangat dekat dengan dunia digital. Jadi, bagaimana aksara Jawa bisa dihadirkan di layar digital," tutur Yudho.
Kebudayaan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim mengatakan, aksara merupakan unsur paling pokok dari bahasa. Sementara itu, bahasa bisa mencerminkan kebudayaan sebuah bangsa. Oleh karena itu, pelestarian aksara Jawa sangat penting untuk menjaga keberlangsungan kebudayaan Jawa sekaligus memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia.
"Melestarikan aksara Jawa berati merawat kebudayaan Jawa dan mendorong penciptaan aneka bentuk ekspresi yang akan semakin memperkaya kebudayaan bangsa Indonesia," ujar Nadiem saat memberi sambutan dalam Kongres Aksara Jawa I melalui rekaman video.
Namun, Nadiem menuturkan, selama ini aksara Jawa cenderung terpinggirkan karena adanya dominasi aksara Latin. Dominasi itu pun berlanjut di ranah digital karena sebagian besar platform digital saat ini menggunakan aksara Latin.
"Perkembangan teknologi informasi yang pesat pun secara umum mengamplifikasi dominasi tersebut dan menyudutkan aksara Jawa. Ini terlihat dari penggunaan aksara Latin dalam sebagian besar platform digital yang kita akses hari-hari ini," ungkap Nadiem.
Oleh karena itu, Nadiem menyambut baik penyelenggaraan Kongres Aksara Jawa I yang salah satu agendanya mendorong integrasi aksara Jawa ke dalam platform digital. Melalui integrasi ke platform digital itu, aksara Jawa diharapkan bisa digunakan lebih banyak pihak sehingga aksara tersebut dapat dilestarikan.