Vaksinasi Guru dan Tenaga Pendidik Bukan Satu-satunya Persyaratan Buka Sekolah
Vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan bukan satu-satunya syarat untuk melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas. Potensi risiko kesehatan anak dan keluarganya mesti terpetakan terlebih dulu.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Setelah vaksinasi kepada pendidik dan tenaga kependidikan tuntas dilakukan, pemerintah menginginkan satuan pendidikan menggelar layanan pembelajaran tatap muka terbatas. Pemerintah tetap memberikan porsi besar kepada orangtua untuk memutuskan anaknya tetap belajar dari rumah atau belajar tatap muka di kelas.
Hal itu ditegaskan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim di sela-sela menghadiri rapat kerja dengan Komisi X DPR, Kamis (18/3/2021), di Jakarta. Satuan pendidikan wajib memenuhi daftar periksa protokol kesehatan Covid-19 sebelum mulai melaksanakan pembelajaran tatap muka terbatas.
Kepala sekolah mesti berperan aktif dan konsisten memberi edukasi penerapan protokol kesehatan sebagai upaya membangun budaya normal baru. Selain itu, kepala sekolah juga harus memastikan sudah ada satuan tugas Covid-19.
Tahun ajaran 2021/2022 yang mulai Juli 2021 adalah target pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas secara nasional. (Nadiem Makarim)
”Tahun ajaran 2021/2022 yang mulai Juli 2021 adalah target pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas secara nasional. Mulai sekarang, pelaksanaan pembelajaran tatap muka terbatas sudah bisa dicicil dengan syarat pendidik dan tenaga kependidikan di suatu sekolah di sebuah daerah sudah tuntas dapat vaksinasi,” katanya.
Nadiem menyampaikan, Indonesia adalah satu di antara empat negara di kawasan Asia Timur dan Pasifik yang belum menjalankan kembali pembelajaran tatap muka terbatas. Sementara 23 negara lainnya di kawasan telah membuka kembali sekolah sampai 85 persen dari total sekolah.
”Sejak tahun 2020, pemerintah pusat telah mengeluarkan kebijakan memperbolehkan kembali pembelajaran tatap muka terbatas di zona hijau dan zona kuning Covid-19. Lalu, pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 yang mulai Januari 2021, pemerintah pusat menelurkan kebijakan agar pemerintah daerahlah yang menentukan pembukaan kembali sekolah,” ujarnya.
Nadiem menambahkan, belajar dari rumah atau pembelajaran jarak jauh berkepanjangan menimbulkan dampak negatif nyata. Misalnya, kerugian belajar yang permanen, meningkatnya angka kekerasan rumah tangga, dan pernikahan anak.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Agustina Wilujeng, berpendapat, kebutuhan pemenuhan protokol kesehatan masih akan membesar meski vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan tuntas dilakukan. Misalnya, tracing warga sekolah yang kemungkinan bisa terkena Covid-19 sehingga butuh rutin tes usap atau tes cepat. Hal itu memerlukan anggaran besar dan hingga sekarang belum jelas siapa yang akan menanggung.
Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P, Putra Nababan, meminta pemerintah tidak memaksakan dengan mematok vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan dengan tenggat tertentu. Pemerintah sebaiknya melihat perkembangan kondisi di lapangan. Dia menerima laporan masih banyak guru, bahkan di kota besar seperti Jakarta, yang belum menerima vaksinasi.
”Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri yang sudah ada tetap diberlakukan saja. Isinya masih sangat relevan,” kata Putra.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim saat dihubungi terpisah, mengatakan, pemerintah melalui Kemendikbud telah mempunyai laman data.kemdikbud.go.id/kesiapan sekolah sebagai tempat satuan pendidikan mengunggah kesiapan daftar periksa protokol kesehatan. Hanya saja, dia khawatir, pemerintah belum menjalankan validasi secara menyeluruh dan detail atas laporan-laporan yang diunggah ke laman itu.
Walaupun vaksinasi pendidik dan tenaga kependidikan telah dilakukan, menurut dia, bukan berarti risiko penularan Covid-19 selama pembelajaran tatap muka tidak ada. Sebab, hingga sekarang belum ada siswa yang divaksin.
”Vaksinasi berarti memberi kekebalan kepada pribadi individu dan kelompok. Di antara kalangan pendidik dan tenaga kependidikan barangkali sudah terbentuk kekebalan, tetapi bagaimana dengan lingkungan sekitar mereka serta keluarga siswa. Vaksin Covid-19 buat anak pun belum ada sampai sekarang,” kata Satriwan.
Orangtua siswa sekaligus dosen Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta, Yasnita Yasin, menyampaikan pandangan senada. Sejumlah kelompok orangtua mempertanyakan mengapa pemerintah terkesan hanya peduli kesehatan guru dan tenaga kependidikan setelah menerima vaksinasi.
”Di suatu sekolah terdiri dari beragam kondisi siswa, seperti siswa yang tinggal di kota berlainan dan harus naik kendaraan umum. Apakah pemerintah siap dengan kondisi seperti itu dan peluang pengaruhnya terhadap kesehatan anak?” tanyanya dalam diskusi daring ”Strategi Sekolah Menghadapi Pembelajaran Tatap Muka di Tengah Ancaman Pandemi Covid-19”, Rabu (17/3/2021).
Menurut Yasnita, satuan pendidikan yang setuju segera melakukan pembelajaran tatap muka terbatas umumnya berskala menengah ke bawah. Latar belakang ekonomi kebanyakan orangtua pun sama. Pendampingan guru dan orangtua tidak bisa maksimal selama pembelajaran jarak jauh.
Sementara, pada saat bersamaan, ada sejumlah sekolah berskala ekonomi menengah atas yang umumnya sudah fasih menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh metode daring. Mereka biasanya tidak mengalami kendala siswa kedapatan kerugian belajar.
”Kondisi pendidikan selama pandemi Covid-19 tidak bisa disamaratakan,” katanya.