Pemanfaatan Teknologi untuk Dukung Pemajuan Pendidikan
Teknologi pendidikan yang berkembang saat ini berpotensi besar mendukung peningkatan pembelajaran. Untuk itu butuh dukungan dan regulasi pemerintah, terutama agar siswa miskin dapat menikmati keuntungan ini.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pendidikan pasca-pandemi Covid-19 tidak akan pulih seperti sedia kala, penggunaan teknologi untuk pendidikan tetap akan menjadi kebutuhan. Teknologi pendidikan yang berkembang pesat saat ini juga berpotensi mendukung peningkatan capaian pendidikan yang menurun akibat ketidaksiapan dan belum optimalnya pembelajaran jarak jauh selama pandemi.
Survei Bank Dunia terhadap 3.794 rumah tangga di Indonesia pada Mei-November 2020 menunjukkan, PJJ berdampak pada kehilangan pembelajaran (learning loss). Sebanyak 93 persen siswa mengikuti pembelajaran daring, namun kemampuan atau hasil belajar 40 persen siswa di antaranya tidak meningkat alias stagnan.
Hingga 2 November 2020, sekitar 2 persen siswa putus sekolah, sepertiga di antaranya karena tidak mampu membayar uang sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), ada juga yang bekerja membantu orangtua. Guncangan ekonomi akibat pandemi berdampak pada menurunnya bahkan hilangnya penghasilan keluarga.
Di Indonesia, dengan asumsi semua siswa terpengaruh dan ada hilang minat belajar, jumlah anak yang tidak memenuhi kemampuan membaca minimum meningkat dari 70 persen menjadi 75 persen.(Petra W Bodrogini)
Dampak lain, terjadi kemiskinan belajar (learning poverty). “Di Indonesia, dengan asumsi semua siswa terpengaruh dan ada hilang minat belajar, jumlah anak yang tidak memenuhi kemampuan membaca minimum meningkat dari 70 persen menjadi 75 persen,” kata Spesialis Pendidikan Bank Dunia Petra W Bodrogini dalam webinar tentang teknologi untuk pendidikan yang diselenggarakan Kementerian PPN/Bappenas, Selasa (16/3/2021).
Kondisi tersebut, kata Petra tidak hanya menurunkan kualitas tetapi juga memperlebar ketidaksetaraan pembelajaran yang terjadi sejak sebelum pandemi. Hasil pemetaan sektor teknologi pendidikan di Indonesia yang dilakukan Bank Dunia menunjukkan, teknologi pendidikan yang berkembang pesat saat ini berpotensi besar mendukung peningkatan pembelajaran siswa. Namun untuk itu membutuhkan dukungan dan regulasi pemerintah.
“Perlu dibangun kemitraan untuk membantu mengarahkan layanan teknologi pendidikan kepada semua siswa, termasuk yang paling miskin dan yang berada di pedesaan agar dapat menikmati keuntungan dari sektor yang sedang berkembang pesat saat ini,” kata Petra.
Ekosistem pembelajaran
Hal yang utama, ekosistem pembelajaran daring harus dibangun. Senior Spesialis Pendidikan Bank Dunia Ratna Kesuma mengatakan, konektivitas perlu menjadi perhatian karena belum semua daerah terkoneksi layanan internet. Selain itu peningkatan kemampuan guru untuk menggunakan teknologi pembelajaran. Hasil kajian Smeru Institute pada 2020 menunjukkan, 60 persen guru kesulitan menggunakan teknologi pembelajaran, hanya 24 persen guru yang mendapatkan dukungan sekolah.
“Sebanyak 241.000 guru telah mengikuti pelatihan yang disediakan lembaga publik, dan sekitar 16.000 guru berpartisipasi dalam pelatihan yang dikelola penyedia swasta. Secara kumulatif, sebanyak 215.000 dari semua tingkatan pendidikan telah merasakan manfaat (pelatihan penggunaan teknologi untuk pendidikan),” kata Ratna.
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa dalam sambutannya mengatakan, pendidikan di era teknologi menuntut guru kompeten dan inovatif untuk pendidikan yang berkualitas dan berdaya saing. Guru berperan memfasilitasi pembelajaran, termasuk dengan memanfaatkan teknologi dan komunikasi dalam pembelajaran.
“Investasi untuk mengembangkan kemampuan digital perlu ditingkatkan, kolaborasi dengan swasta, mengembangkan kurikulum dan pembelajaran berbasis digital, memperkuat kerja sama lembaga pendidikan dan penyedia platform pembelajaran. Perlu strategi tepat untuk meningkatkan efektivitas pembelajaran daring,” kata Suharso yang mengakui PJJ yang belum efektif berdampak.
Subandi Sardjoko, Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas mengatakan, kesenjangan teknologi masih menjadi kendala. Sebanyak 12.548 desa/keurahan belum terjangkau layanan internet 4G, belum semua siswa dapat mengakses teknologi digital. Perlu koordinasi antarpemangku kepentingan untuk menyelesaikan masalah ini, tidak hanya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Agama, tetapi juga kementerian terkait lainnya.
“Selain itu juga perlu peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Guru dituntut adaptif dalam penguasaan teknologi dan juga kemampuan pedagogisnya dalam PJJ. Siswa juga dituntut tidak hanya menjadi konsumen pendidikan, tetapi juga mandiri dalam proses belajar mengajar,” kata dia.
Wakin Madarasan Aliyah Negeri Insan Cendekia Serpong Persahini Sidik mengatakan, selama PJJ pihaknya memanfaatkan e-learning madrasah yang dikembangkan Kementerian Agama sejak 2019. Sitem ini mendukung PJJ, namun tantangannya adalah menagih komitmen siswa untuk konsisten mengikuti pembelajaran meski tidak bertemu guru secara langsung. Beberapa anak, misalnya, terlambat masuk ruang zoom meeting.
Tantangan lainnya, memberikan pelajaran praktikum kepada siswa secara virtual. Persahini mengatakan, guru harus kreatif untuk ini, baik dengan memanfaatkan sumber belajar di internet maupun memanfaatkan kondisi rumah. Pembelajaran daring juga disesuaikan dengan kondisi siswa. “Kami juga membuka kanal-kanal lain seperti grup WhatsApp, tergantung kenyamanan siswa,” kata dia.
Kreativitas menghadirkan pembelajaran daring denganmemaksimalkan teknologi informasi, kata Matius Biu Sarra, guru MIPA SMA Kristen 1 BPK Penabus Jakarta, menjadi kunci dalam PJJ. Agar siswa tetap fokus pada pembelajaran meski tidak berada di bawah pengawasan guru secara langsung, Matius mendesain pembelajaran dengan memanfaatkan fitur-fitur pembelajaran yang dapat diakses secara gratis.