Pendekatan Pembelajaran Terintegrasi Menjadi Solusi Pilihan
Kemajuan berkelanjutan bidang ekonomi dan teknologi turut mengubah cara siswa belajar, terhubung, dan berinteraksi. Pendekatan pembelajaran STEM atau ”integrated learning” bisa jadi pilihan untuk mengikuti tren itu.
Kemajuan berkelanjutan di bidang ekonomi dan teknologi turut mengubah cara siswa belajar, terhubung, dan berinteraksi. Pendekatan pembelajaran yang mengintegrasikan bidang sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dipercaya mampu memberikan landasan keterampilan kepada siswa untuk sukses di sekolah dan kehidupan setelahnya.
Keterampilan yang dimaksud meliputi penyelesaian masalah, kreativitas, kerja tim, analisis kritis, literasi, pemikiran mandiri, komunikasi, dan prakarsa. Dengan menambahkan seni ke dalam pendekatan STEM, para pendidik di belahan dunia percaya, siswa semakin terlatih menggunakan keterampilan analisis dan kreatif di masa depan.
Di Indonesia, sejumlah sekolah telah menerapkan pendekatan STEM dan seni. Ada pula yang baru selama pandemi Covid-19 mencoba menerapkan, tetapi baru sebatas mulai menjajal mengintegrasikan kompetensi dasar-kompetensi dasar beberapa mata pelajaran, atau disebut juga integrated learning.
Kepala SD Mardi Yuana Bogor Juliana Siswodwirahaju, Sabtu (13/3/2021), di Jakarta, menceritakan, pendekatan integrated learning dipakai sejak Juli 2020 atau awal semester gasal tahun ajaran 2020/2021. Sekolah merasa, pembelajaran jarak jauh media daring yang sebatas memindahkan cara pembelajaran luring tidak efektif. Siswa malah terbebani tugas mengerjakan soal dan pertemuan virtual searah yang cenderung membosankan.
Lalu, pihak sekolah mencoba mengumpulkan guru wali kelas dan guru mata pelajaran khusus, seperti komputer. Mereka memetakan kompetensi dasar-kompetensi dasar mata pelajaran yang bisa tercapai dalam satu tema pembelajaran. Sebagai contoh, tema ”Uniknya Keluargaku”. Dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, siswa bisa menuliskan kalimat tentang aturan dan percakapan di rumah.
Guru juga memberikan buku-buku bacaan bertemakan rumah untuk mengasah literasi mereka. Dari sisi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), siswa dapat mempelajari apakah kondisi dan kebiasaan keluarga mereka selaras dengan nilai-nilai Pancasila. Sementara dari sisi mata pelajaran Matematika, siswa bisa belajar berhitung memakai peralatan yang dipakai untuk beraktivitas dan mengolah sampah di rumah.
Juliana menerangkan, peran guru adalah membina materi isi pembelajaran dan mendampingi proses siswa. Orangtua diberikan porsi lebih besar ikut mendampingi anak.
Satu tema biasanya berlangsung selama empat minggu. Siswa dibebaskan kreatif mencari sumber-sumber materi bacaan yang mendukung. Konsultasi kepada guru dilakukan secara daring.
Setiap tema pembelajaran, kami meminta siswa berkelompok untuk menyusun tugas akhir. Mereka biasanya mendesain tugas berupa karya seni video naratif sampai gambar iklan layanan masyarakat.
”Setiap tema pembelajaran, kami meminta siswa berkelompok untuk menyusun tugas akhir. Mereka biasanya mendesain tugas berupa karya seni video naratif sampai gambar iklan layanan masyarakat,” ujarnya.
Menurut dia, sebelum menerapkan pendekatan pembelajaran itu, pihak sekolah menyosialisasikan kepada orangtua. Beberapa orangtua sempat merasa khawatir. Mereka umumnya cemas, ketika anaknya lulus dari SD Mardi Yuana, melanjutkan ke sekolah yang tidak menerapkan, anak mereka menjadi tertinggal.
”Sementara dari sisi siswa, mereka umumnya malah senang dengan pendekatan integrated learning. Mereka jadi terpacu daya kreatifnya dan lebih mengenal karakteristik teman-temannya. Kalau diminta belajar dalam kelompok, mereka mau tidak mau harus aktif bekerja sama,” tutur Juliana.
Baca juga : Pembelajaran Jarak Jauh Bikin Siswa Jenuh, Guru Dituntut Variatif
Kurikulum 2013
Di jenjang pendidikan menengah, pendekatan pembelajaran sama. Guru SMA Regina Pacis Surakarta, Puji Astuti, mengatakan, pandemi Covid-19 semakin menyadarkan sekolah mengenai pentingnya beradaptasi dengan teknologi digital untuk pembelajaran. Tantangan yang dihadapi siswa di masa depan juga semakin kompleks, seperti bidang pekerjaan yang harus piawai menggunakan teknologi digital.
Dia menilai, esensi Kurikulum 2013 telah mengarahkan siswa punya daya kritis dan keterampilan yang dibutuhkan abad ke-21. Kebijakan pemerintah mengenai Profil Pelajar Pancasila juga sejalan dengan kemajuan zaman.
Permasalahan selama ini adalah kebanyakan guru terjebak dalam pengajaran satu arah. Akibatnya, esensi yang diharapkan dalam Kurikulum 2013 tidak tercapai.
SMA Regina Pacis Surakarta mulai menerapkan integrated learning dengan pembentukan tema pembelajaran. Guru-guru mata pelajaran berkumpul, menganalisis, dan menyusun kompetensi dasar yang bisa diintegrasikan. Wali kelas akan mengumumkan tema itu dan membentuk kelompok siswa.
Puji mengatakan, satu tema biasanya berlangsung selama lima minggu. Minggu kelima dipakai untuk siswa bersama kelompoknya memaparkan hasil karya atau proyek. Guru akan memberikan tes yang sifatnya menguji kemampuan analisis.
”Hasil karya akhir siswa bisa berupa komik digital, podcast, vlog, dan whiteboard animation. Ada pula hasil karya berupa resume. Guru mata pelajaran dan wali kelas berperan mendampingi sampai menguji,” kata Puji, Jumat (12/3/2021).
Dia mencontohkan tema globalisasi. Dari mata pelajaran Sejarah, siswa bisa mencari kasus-kasus globalisasi, menganalisis potensi dan dampak negatif.
Salah satu siswa SMA Regina Pacis Surakarta, Kevin Nathanael Saputra Djolin, menyebutkan, tantangan utama belajar dengan pendekatan itu adalah membangun kolaborasi. Untuk menentukan jam kumpul diskusi ataupun mengerjakan tugas akhir, misalnya. Setiap siswa punya ego menentukan.
”Setiap tema pembelajaran, anggota kelompok selalu berbeda. Saya menemukan ada teman yang malas, minder, atau maunya nebeng nama saja. Dari situ, saya belajar tidak memaksakan kehendak dan memecahkan masalah,” tutur Kevin.
Direktur Pendidikan Vox Populi Institute Indonesia Indra Charismiadji, Sabtu (13/3/2021), di Jakarta, berpendapat, pendekatan STEM dengan tambahan seni atau integrated learning perlu digalakkan. Sebab, siswa sekarang berhadapan dengan perubahan ekonomi dan teknologi yang cepat. Sumber informasi dan pengetahuan melimpah ruah di internet. Kondisi tersebut menuntut generasi muda menjadi inovatif, pencipta, dan kolaboratif.
Tugas guru bukan pemberi ilmu pengetahuan, tetapi pembimbing. Dia mengibaratkan seperti pelatih.
”Sekolah-sekolah yang menerapkan pendekatan STEM atau integrated learning tetap mengacu ke Kurikulum 2013. Hanya saja, cara mencapai kompetensi dasar yang diinginkan di kurikulum berubah,” ucapnya.
Riset sejarah
Sementara itu, dalam pameran seni virtual ”Kamanungsan”, siswa Seni Rupa dan Film di Sekolah Cikal Secondary Setu, Jakarta, memamerkan karya seni yang dikerjakan dengan mengangkat isu sosial, keberagaman, sampai ketidakpastian akibat pandemi Covid-19. Pameran yang dikemas secara virtual itu mengambil tema Kamanungsan.
Kepala Sekolah Cikal Jakarta Siti Fatimah menyampaikan, semua siswa memiliki berbagai proyek berbasis keterampilan dalam menggambar dan melukis, desain, fotografi, dan patung. Ketika mereka mengembangkan lebih banyak keterampilan teknis dan kesadaran seniman yang berbeda dari konteks budaya yang berbeda, mereka berarti belajar mengembangkan ide, konsep, dan tema pribadi untuk karya seni mereka.
Pameran ”Kamanungsan” merupakan puncak dari kerja keras siswa. Wujud karya yang dipamerkan mencakup lukisan, patung, foto, ilustrasi digital, dan instalasi skala besar.
Praktisi pendidik seni kenamaan dunia, MaryAnn F Kohl, pernah mengatakan, seni adalah tempat bagi anak-anak untuk belajar memercayai ide-ide mereka, diri mereka sendiri, dan untuk mengeksplorasi diri. Siti amat memercayai pandangan itu.
Dalam sesi diskusi daring seputar pameran Kamanungsan, Sabtu (6/3/2021), pihak sekolah mengundang Radhinal Indra, seniman, untuk hadir dan memberikan masukan. Dia berpendapat, karya-karya seni yang dihasilkan telah melalui riset. Para siswa menggunakan daya kritis mereka untuk membaca situasi sosial yang terjadi, lalu menuangkan ke dalam karya.
Radhinal mencontohkan karya seni rupa berjudul ”Pisir”. Karya ini berupa lukisan pistol tiga dimensi yang di dalamnya terdapat gambar aneka bunga sebagai lambang harapan. Lalu, latar gambar pistol adalah tipografi berupa deretan kata.
Siswa yang membuat karya itu sempat meriset informasi tentang pengalaman seniman FX Harsono walaupun belum pernah bertemu langsung. Menurut dia, pemilihan tema itu bagus sebab FX Harsono punya pengalaman sebagai korban diskriminasi yang memengaruhi karya seni rupanya.
Baca juga : Terobosan Pembelajaran Jarak Jauh Terus Digali
Dia juga terkesima dengan gambar pistol yang disisipi bunga. Ini mengingatkannya pada foto ”Flower Power”tahun 1967 di Amerika. Foto itu berkisah tentang protes agar mengakhiri perang dengan Vietnam.
”Riset siswa bersangkutan memang kuat,” kata Radhinal.