Penyusunan Peta Jalan Pendidikan RI 2020-2035 Dinilai Belum Matang
Draf dokumen Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 yang disusun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dinilai belum memasukkan hakikat pendidikan dan prinsip keberagaman kondisi sosial anak.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penyusunan Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 mesti berlandaskan pada hakikat pendidikan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Penghargaan terhadap keragaman sosial budaya masyarakat juga harus dikedepankan.
Ketua Riset Klaster Pendidikan dan Transformasi Sosial Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia Lucia Ratih Kusumadewi, Jumat (12/3/2021), di Jakarta, mengatakan, hasil kajian kritis yang dilakukan tim menunjukkan, dokumen draf peta jalan dibuat tanpa data memadai.
Hasil kajian kritis yang dilakukan tim menunjukkan, dokumen draf peta jalan dibuat tanpa ada data memadai.
Selain itu, dokumen draf peta jalan tersebut dinilai tanpa kajian komprehensif yang bisa dipertanggungjawabkan secara keilmuan. Draf itu juga dinilai tidak berbasis permasalahan riil dalam dunia pendidikan yang harus dibenahi, seperti intoleransi atas keberagaman kultur.
Dari pengalaman sejumlah negara, kebijakan pendidikan jangka panjang biasanya dirumuskan secara terencana dan berdasarkan riset dengan data lapangan yang komprehensif. Sebagai contoh, negara bersangkutan membuat dewan pendidikan berisi para ilmuwan bidang pendidikan yang khusus mengkaji hasil riset serta memberikan berbagai pertimbangan dan masukan.
Draf dokumen peta jalan yang dibuat, lanjut Lucia, diarahkan agar institusi pendidikan makin dapat bergandengan dengan kepentingan pasar dan industri. Hal itu dikhawatirkan mengecilkan otonomi institusi pendidikan dan memperlebar kesenjangan di Indonesia.
Dalam dokumen ”Kesimpulan dan Rekomendasi Panja Peta Jalan Pendidikan Komisi X DPR atas Peta Jalan Pendidikan 2020-2035” tertanggal 9 Maret 2021 disebutkan, kebijakan pendidikan terintegrasi dengan pengembangan potensi daerah. Menurut Lucia, hal itu perlu klarifikasi. Meski demikian, pernyataan itu selaras dengan draf dokumen peta jalan tersebut.
”Analisis teks yang kami lakukan menemukan terminologi-terminologi yang dipakai dalam draf dokumen peta jalan didominasi oleh istilah bisnis dan teknologi. Kami menilai, hal itu mencerminkan orientasi pasar yang kental di balik pembuatannya,” imbuhnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia Ubaid Matraji berpendapat, hakikat pendidikan adalah mencerdaskan dan memerdekakan. Pendidikan bukan mencetak ”robot-robot kapitalis” yang menjadi bagian dari mesin industri. ”Pendidikan juga seharusnya membumikan anak pada budaya,” ujarnya.
Dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Rakhmat Hidayat, memandang, secara sosiologis fokus perhatian Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 seharusnya penghargaan keanekaragaman sosial budaya masyarakat. Apalagi, masyarakat Indonesia tersusun dari keanekaragaman budaya, tradisi, bahasa, latar belakang etnis, adat istiadat, dan kearifan lokal yang menegaskan multikulturalisme.
Dalam konteks geografis, Indonesia memiliki daerah pegunungan/agraris, pesisir, daerah perkotaan, serta area terdepan, terluar, dan tertinggal. Perbedaan geografis memproduksi perbedaan sosial budaya masyarakat.
”Kenyataannya, kedua kondisi itu sering menjadi masalah serius. Ketimpangan sosial pendidikan, misalnya. Isu strategis ini seharusnya dimasukkan dalam peta jalan. Peta jalan tidak boleh bias kepentingan ataupun bias wilayah,” ujarnya.
Dengan kata lain, dokumen peta jalan pendidikan seharusnya menggambarkan secara keseluruhan karakteristik persebaran wilayah tersebut sehingga pendekatannya akan lebih komprehensif. Misalnya, pencantuman data statistik.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena) Anastasia Rima mengatakan, draf dokumen peta jalan yang ada masih memakai perspektif persekolahan. Adapun jalur layanan pendidikan di luar itu belum dimasukkan.
”Keberagaman kondisi peserta didik tidak diperhatikan. Kami harap pemerintah menelaah praktik-praktik baik yang ada di Indonesia dan tidak semata membawa paham ’luar’ masuk sehingga berpotensi menabrak keragaman kondisi sosial budaya ekonomi anak,” ujarnya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim dalam rapat kerja dengan Komisi X DPR, Rabu (9/3/2021), menekankan, status draf dokumen Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020-2035 masih prakonsep yang terus disempurnakan berdasarkan masukan dan kritik dari berbagai pemangku kepentingan pendidikan.
Menurut dia, Kemendikbud telah mengkaji berbagai masukan dari sekitar 60 perwakilan perguruan tinggi; organisasi kemasyarakatan, keagamaan, dan multilateral; serta asosiasi profesi. ”Saat ini, kami masih menerima masukan. Kami membuka sampai penyempurnaan dokumen peta jalan dinyatakan selesai,” katanya.
Terkait mencuatnya polemik ketiadaan frasa ”agama” pada kalimat visi Pendidikan Indonesia 2035 yang tertuang dalam draf peta jalan, dia menegaskan, Kemendikbud akan segera memasukkannya. Kemendikbud juga tidak akan pernah menghilangkan pelajaran Pendidikan Agama. ”Profil pertama dari pelajar Pancasila pun adalah beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia,” ujar Nadiem.