Meningkatkan Pelayanan Masyarakat, Personel Polda NTT Mengikuti Pelatihan Bahasa Isyarat
Personel Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur mengikuti pelatihan bahasa isyarat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya kaum difabel tunarungu. Jumlah penyandang disabilitas di NTT 225.000 orang,
Oleh
KORNELIS KEWA AMA
·4 menit baca
KUPANG, KOMPAS — Personel Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur mengikuti pelatihan bahasa isyarat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, khususnya kaum difabel tunarungu. Jumlah penyandang disabilitas di NTT sebanyak 225.000 orang dengan berbagai kategori.
Pelayanan Polri bagi kelompok ini sesuai asas kesetaraan hak sebagai warga negara. Bahasa isyarat juga penting bagi sesama anggota Polri dalam mengomunikasikan sesuatu yang bersifat rahasia.
Kapolda NTT Inspektur Jenderal Lotharia Latif ketika mendatangani nota kesepahaman pelatihan bahasa isyarat dengan Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kotaradja, di Kupang, Selasa (9/3/2021), mengatakan sangat bangga atas kerja sama ini. Kegiatan ini merupakan tindak lanjut dari program Kapolri bidang organisasi transformasi menuju Polri Presisi.
”Sebagai pengabdi, pelayan, dan pelindung masyarakat, Polri harus memiliki keterampilan dasar dalam rangka memberi pelayanan prima kepada masyarakat yang sangat heterogen, dengan latar belakang berbeda-beda. Polri harus merangkum semua lapisan masyarakat, termasuk kelompok difabel seperti tunarungu, dengan keterampilan bahasa isyarat Indonesia,” kata Latif.
Hadir dalam kegiatan itu Wakil Kepala Polda NTT Brigjen (Pol) Ama Kliment Dwikorjanto, Kepala SLBN Kotaradja Eduardus Wahon, para instruktur, dan pejabat utama Polda NTT. Kegiatan itu juga diikuti sekitar 30 anggota polda serta para kepala polres dan jajaran dari 22 kabupaten/kota di NTT secara virtual.
Hanya, mereka yang tidak mengikuti pendidikan SLB dan tidak mengikuti kursus bahasa isyarat di masyarakat, termasuk orangtua mereka, tentu tidak paham soal itu.
Sesuai data dari Dinas Sosial NTT, pada 2018 terdapat sekitar 225.000 penyandang disabilitas di NTT dengan berbagai kategori. Kelompok tunarungu sebanyak 75.000 orang dan tersebar di 22 kabupaten/kota.
Mereka semua butuh pelayanan dan dukungan dari semua pihak, termasuk anggota Polri, yang berperan sebagai pengayom, pelindung, dan pengaman masyarakat. Keterlibatan Polri dalam pelayanan kepada kelompok disabilitas merupakan bagian dari program Polri Presisi.
Kesetaraan
Kapolda mengatakan, semua warga negara memiliki hak dan kesetaraan dalam semua bidang kehidupan, seperti hak mendapatkan pekerjaan, hak mendapat perlindungan hukum, dan hak mendapatkan pendidikan. Kelompok masyarakat disabilitas pun ingin mendapatkan semua hak seperti dialami warga lain. Ini harus ditanggapi anggota Polri sesuai kemampuan dan keterampilan yang dimiliki.
Pelatihan bagi anggota Polri itu harus berkelanjutan dan berkesinambungan, didukung sarana dan prasarana khusus bagi kaum disabilitas. Penandatanganan kerja sama tersebut merupakan langkah awal kepedulian Polri terhadap kaum disabilitas.
Pelatihan itu juga untuk mendukung dan meningkatkan keterampilan anggota Polri di bidang pelayanan kemasyarakatan, terutama bagi kelompok disabilitas, khususnya kaum tunarungu. Keterampilan ini sangat mendesak bagi anggota Polri, terutama mereka yang terlibat langsung dalam pelayanan publik.
”Selama ini, pelayanan di sentra pelayanan kepolisian terpadu, pelayanan surat keterangan catatan kepolisian, sidik jari, pelayanan surat izin mengemudi, dan sistem administrasi manunggal satu atap. Hal-hal ini bisa disampaikan anggota Polri dengan bahasa isyarat Indonesia secara benar sehingga dapat dimengerti kelompok masyakat tunarungu. Polda tidak lagi butuh tenaga penerjemah dari luar,” ujarnya.
Pelatihan ini juga membantu Polri dalam pelayanan agar lebih efektif, efisien, dan cepat. Komunikasi langsung melalui bahasa isyarat oleh anggota Polri itu jauh lebih berkesan di hati masyarakat ketimbang melalui perantara, penerjemah.
Jika 30 anggota Polda yang mengikuti pelatihan secara daring itu sudah mahir, mereka akan menularkannya kepada anggota Polri lain di jajaran Polda NTT. Mereka akan saling membantu dalam berkomunikasi. ”Jika ada hal-hal rahasia yang tidak perlu dikomunikasikan dalam bahasa verbal, bisa disampaikan melalui bahasa isyarat tadi,” katanya.
Kapolda mengingatkan peserta agar mengikuti pelatihan dengan tanggung jawab. Waktu pelatihan berlangsung lima hari sehingga harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Para kepala satuan kerja dan kepala satuan wilayah di jajaran polda agar mengawasi dan memantau anggota yang mengikuti pelatihan secara daring tersebut. Jangan ragu memberi teguran dan sanksi kepada anggota yang lalai mengikuti pelatihan.
Kepala SLBN Kotaradja Eduardus Wahon mengatakan, keterampilan bahasa isyarat Indonesia saat ini makin dibutuhkan di semua sektor. Polri sebagai pelayan masyarakat tentu perlu memiliki keterampilan bahasa isyarat tersebut agar lebih mudah meyalani masyarakat disabilitas kategori tunarungu.
Ia mengatakan, hampir semua anak tunarungu yang sempat duduk di bangku SLBN mampu berkomunikasi melalui bahasa isyarat tersebut. ”Hanya, mereka yang tidak mengikuti pendidikan SLB dan tidak mengikuti khursus bahasa isyarat di masyarakat, termasuk orangtua mereka, tentu tidak paham soal itu,” kata Wahon.