Lebih dari 50.000 Orang Ditargetkan Ikuti Pendidikan Kecakapan Kerja dan Wirausaha
Pelatihan kerja vokasional ramai-ramai digeliatkan kementerian/lembaga, termasuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk membantu mengurangi pengangguran dan kemiskinan.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelatihan kerja vokasional digeliatkan pemerintah untuk mengakselerasi keterampilan pekerja sesuai kebutuhan pasar kerja. Bekal kompetensi yang diperoleh dapat dipakai mengembangkan wirausaha.
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sejak tahun lalu menyelenggarakan program Pendidikan Kecakapan Kerja (PKK) dan Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW). Sasaran utamanya adalah anak muda usia 17-25 tahun untuk PKK dan usia 15-25 tahun untuk PKW.
Menurut Direktur Kursus dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wartanto, Jumat (5/3/2021), sasaran PKK dan PKW juga memprioritaskan anak muda lulusan sekolah menengah atas atau kejuruan yang tidak melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi. Keterbatasan ekonomi membuat mereka tidak melanjutkan pendidikan dan memutuskan langsung bekerja.
Dia memperkirakan, setiap tahun jumlah lulusan sekolah menengah atas atau kejuruan sebanyak 3-4 juta orang. Namun, tidak sampai 50 persen di antaranya yang melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Pemerintah semestinya mengoptimalkan peran Komite Vokasi Nasional.
Sebelum ada pandemi Covid-19, kelompok tersebut sering mengalami kesulitan terserap di dunia usaha/dunia industri (DUDI). Ketika pandemi melanda, kesulitan bertambah.
Kriteria tersebut dia klaim membedakan dengan program pelatihan sejenis yang diselenggarakan oleh kementerian/lembaga lain. Pembeda lain yang dia pastikan adalah pendaftaran sampai verifikasi profil peserta melalui sistem data kependudukan dan catatan sipil.
”Kalau ada individu angkatan kerja sudah mengikuti PKK dan PKW kami, mereka tidak bisa ikut program lain, seperti Kartu Prakerja,” ujarnya.
Untuk mengikuti PKK dan PKW, kementerian melibatkan lembaga kursus dan pelatihan (LKP) di seluruh Indonesia. Kementerian memverifikasi kredibilitas LKP terlebih dulu sebelum bergerak menyelenggarakan pelatihan.
Selama melatih, mereka pun mesti berkolaborasi dengan DUDI. Evaluasi kinerja dilakukan berkala. Dari sekitar 16.000 LKP, sekitar 300 unit di antaranya sampai sekarang masih mengalami pemblokiran aktivitas oleh kementerian.
”Lama blokir aktivitas tergantung tingkat keparahan manajerial dan performa. Misalnya, ada LKP mengaku sanggup melatih menjahit 100, tetapi fasilitasnya hanya dua, maka kami blokir. Bisa setahun atau dua tahun,” ujarnya.
Wartanto mengakui adanya keterbatasan anggaran pelaksanaan program PKK dan PKW, yaitu sekitar Rp 198,75 miliar. Sementara target peserta PKK tahun ini sekitar 50.000 orang dan PKW 16.676 orang. Dengan dana itu, pemerintah bisa membantu pendanaan mulai dari Rp 2,5 sampai Rp 17 juta tergantung jenis kursus.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto menekankan pada kualitas keluaran program PKK dan PKW. Oleh karena itu, LKP yang berpartisipasi mesti berkolaborasi dengan DUDI. Keduanya harus bersama-sama menyusun kurikulum kompetensi sampai sertifikasi.
”Misinya pun harus sama, yakni mengurangi pengangguran dan kemiskinan. Di luar adanya pandemi Covid-19, keberadaan LKP sebagai lembaga pendidikan nonformal akan tetap selalu dibutuhkan. LKP bisa menyediakan materi-materi pelatihan kerja yang sesuai kebutuhan kompetensi terkini,” tuturnya.
Sesuai definisi dari BPS, angkatan kerja adalah penduduk yang memenuhi persyaratan usia kerja, sudah bekerja, belum bekerja (penganggur), sudah punya pekerjaan tetapi tidak bekerja, atau sedang berusaha mencari pekerjaan. Penduduk usia kerja berada pada rentang 15-64 tahun.
Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2020 sebanyak 138,22 juta orang, naik 2,36 juta orang dibandingkan Agustus 2019. Sejalan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat 0,24 persen.
Namun, jumlah penduduk yang bekerja sebesar 128,45 juta orang, turun 0,31 juta orang dari Agustus 2019. Sebanyak 77,68 juta orang atau 60,47 persen dari penduduk bekerja berada di sektor informal.
Tingkat pengangguran terbuka (TPT) pada Agustus 2020 sebesar 7,07 persen, meningkat 1,84 persen dibandingkan dengan Agustus 2019.
Sebanyak 29,12 juta penduduk usia kerja terdampak pandemi Covid-19. Mereka mencakup penganggur 2,56 juta orang, bukan angkatan kerja karena Covid-19 0,76 juta orang, tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 1,77 juta orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja 24,03 juta orang.
Belum terintegrasi
Sekretaris Jenderal Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, saat dihubungi terpisah, mengatakan, pemerintah selalu menggiatkan lembaga pelatihan vokasional. Ini adalah konsep pelatihan yang bisa menyediakan sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan industri. Dengan kata lain, lembaga pelatihan itu melatih angkatan kerja siap bekerja di industri tanpa harus dilatih lagi oleh perusahaan.
Pelatihan kewirausahaan juga selalu diarahkan pemerintah untuk dapat menjadi mitra perusahaan. Contohnya adalah usaha kecil menengah yang menghasilkan produk untuk suplai kebutuhan industri.
Menurut dia, kebijakan seperti itu menyimpan persoalan. Setiap kementerian/lembaga mengembangkan program pelatihan vokasional. Meski masing-masing mengelola program terpisah dan mengupayakan agar masalah teknis pelaksanaan tidak tumpang tindih, semangat program sebenarnya sama.
”Apabila semangatnya sama, sasarannya pun angkatan kerja, pemerintah semestinya mengoptimalkan peran Komite Vokasi Nasional. Komite dapat merencanakan atau memetakan program pendidikan dan pelatihan vokasional. Jadi, ada sebuah program yang terintegrasi dan pengukuran dampaknya pun jelas,” kata Timboel.