Program digitalisasi sekolah tak hanya menyiapkan perangkat dan platform teknologi pembelajaran. Lebih dari itu, guru harus disiapkan untuk mengintegrasikan teknologi digital dalam pembelajaran secara efektif.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Pembelajaran daring menumbuhkan ekosistem pembelajaran digital secara signifikan. Guru semakin terbiasa menggunakan teknologi digital untuk pembelajaran. Sejumlah sekolah, meski masih sangat terbatas, mulai membangun sistem manajemen pembelajaran untuk mendukung pembelajaran daring.
Sumber belajar juga semakin beragam. Banyak portal pembelajaran digital yang menyediakan materi pembelajaran. Sejak pandemi Covid-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyediakan 23 portal pembelajaran digital yang dapat diakses secara gratis dan dua portal yang berisi informasi terkait Covid-19.
Respons masyarakat pun terbilang bagus. Portal Rumah Belajar yang dibangun Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sembilan tahun lalu, misalnya, pengguna aktifnya tumbuh pesat sejak pandemi menjadi sekitar 10 juta pada 2020. Dan saat ini, kata Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud M Hasan Chabibie, Sabtu (27/2/2021), mencapai 18 juta.
Akhir tahun lalu, Kemendikbud meluncurkan akun pembelajaran dengan domain @belajar.id bagi siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Akun pembelajaran memuat nama akun (user ID) dan akses masuk akun (password) yang dapat digunakan siswa, guru, dan tenaga kependidikan untuk mengakses layanan/aplikasi pembelajaran resmi Kemendikbud.
”Kami telah membuat sekitar 30 juta akun dan kami siapkan di dapodik (data pokok pendidikan), silakan diambil,” kata Hasan. Untuk menguatkan platform pembelajaran digital, mulai 2021 setiap sekolah akan mendapatkan bantuan 15 laptop dan satu accesspoint.
Akun pembelajaran akan menjadi salah satu jalur komunikasi resmi Kemendikbud ke siswa, guru, dan tenaga kependidikan. Dengan penyediaan sarana teknologi informasi dan komunikasi serta platform pembelajaran tersebut, guru diharapkan bisa dengan mudah mengunduh materi kurikulum dan memilih kurikulum dalam bentuk modul-modul sehingga pembelajaran bisa lebih efisien.
Program digitalisasi sekolah ini sejatinya telah dirintis sejak 2015 ketika Kemendikbud mulai melaksanakan Ujian Nasional Berbasis Komputer. Selain untuk meminimalkan kebocoran soal UN, sistem ini juga diharapkan akan membuat guru dan siswa terbiasa menggunakan perangkat komputer dengan baik.
Kemudian, pada September 2019, Kemendikbud meluncurkan program digitalisasi sekolah dengan memberikan tablet elektronik yang telah diisi buku elektronik dan aplikasi Rumah Belajar kepada siswa. Targetnya, 1.753.000 siswa di 36.231 sekolah, terutama di daerah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T).
Program tersebut diluncurkan di Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, dengan memberikan 1.142 tablet elektronik kepada sejumlah sekolah di sana, salah satunya SD Negeri 002 Tapau. Kusmayadi, guru SDN 002 Tapau, Selasa (2/3/2021), mengatakan, sekolahnya menerima 16 tablet elektronik dan selama ini digunakan sebagai pendamping pembelajaran untuk mengenalkan siswa kepada TIK.
Pelatihan
Dia berharap program digitalisasi sekolah kali ini juga diikuti dengan pelatihan guru dan peningkatan sinyal internet di daerahnya. ”Jaringan internet sudah ada, tetapi sinyalnya lemah. Karena itu, meski banyak pelatihan untuk guru melalui Zoom Meeting, kami tidak bisa mengikutinya,” kata Kusmayadi yang selama di telepon Kompas beberapa kali sambungan telepon terputus.
Selama pandemi, banyak guru yang beradaptasi menggunakan teknologi digital untuk pembelajaran. Namun, menurut Wakil Sekretaris Jenderal Federasi Serikat Guru Indonesia Fahriza Martha Tanjung, tak sedikit yang masih terkendala baik karena faktor usia maupun karena kendala teknologi.
Karena itu, pelatihan menggunakan teknologi digital untuk mencari dan memanfaatkan sumber belajar digital dalam pembelajaran tetap diperlukan. Pelatihan juga agar disesuaikan dengan kebutuhan/program sekolah.
Kunci pembelajaran di era digital, menurut Nadia Fairuza, peneliti Center for Indonesian Policy Studies, adalah bagaimana guru dapat mengintegrasikan teknologi digital dalam pembelajaran secara efektif. Selama ini, pelatihan-pelatihan untuk guru belum banyak menyentuh hal tersebut.
Hal lain yang perlu dikembangkan dalam pelatihan guru adalah literasi digital. Literasi digital tidak hanya kompetensi menggunakan perangkat teknologi seperti internet maupun gadget dengan baik, tetapi yang lebih penting bagaimana menggunakan perangkat ini secara bertanggung jawab.
Penggunaan gadget untuk pembelajaran selama pandemi ini membuat siswa berisiko tinggi terpapar konten-konten yang tidak sesuai umurnya. Sebelumnya, kepada mereka sangat jarang diberikan informasi terkait etika menggunakan internet dan teknologi. Perlu peran guru dan orangtua di sini.
Fahriza berharap pelatihan-pelatihan untuk guru tidak melupakan hal utama yang harus dikuasai guru, yaitu kemampuan pedagogik. Kemampuan guru untuk menggunakan perangkat digital merupakan kemampuan tambahan untuk melengkapi kemampuan pedagogik guru.
Hasil uji kompetensi guru yang masih rendah dan pembelajaran yang umumnya masih berpusat pada guru merupakan indikasi bahwa masih ada masalah terkait kemampuan pedagogik guru. Digitalisasi sekolah juga harus menyentuh persoalan mendasar ini.