Uni Eropa Terlibat Program Pelatihan Kepemimpinan Perguruan Tinggi
Uni Eropa terlibat program pelatihan kepemimpinan dan manajemen perguruan tinggi yang akan dikelola oleh konsorsium tujuh perguruan tinggi Indonesia dan tiga perguruan tinggi Eropa.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perguruan tinggi diharapkan lebih adaptif menyesuaikan perkembangan kebutuhan masyarakat dan industri. Dibutuhkan pemimpin perguruan tinggi yang berani melakukan transformasi.
Sebanyak tujuh perguruan tinggi di Indonesia dan tiga perguruan tinggi di Eropa bergabung dalam program The Indonesian Higher Education Leadership and Management (iHiLead). Program pelatihan kepemimpinan bagi pimpinan kampus ini didukung oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan didanai oleh Uni Eropa.
Beberapa perguruan tinggi Indonesia yang tergabung dalam konsorsium itu, antara lain, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Indonesia, dan Universitas Padjadjaran. Sementara itu, perguruan tinggi dari Eropa adalah Universitas Gloucestershire di Inggris.
Dalam peluncuran program iHiLead secara daring, Selasa (2/3/2021) pukul 19.00-20.45 WIB, iHiLead Project Leader David Dawson menerangkan, program pelatihan kepemimpinan itu akan berlangsung sampai 2024. Eropa dan Indonesia memiliki persoalan kepemimpinan kampus yang mirip, yakni berkutat pada kapasitas.
Sebagai pimpinan perguruan tinggi, mereka semestinya berani melihat perubahan-perubahan di masyarakat dan pasar kerja. Keberanian ini akan membawa mereka mentransformasikan kampus yang lebih adaptif dan inovatif. Secara institusi, pemimpin seperti itu akan membawa organisasi perguruan tinggi semakin kuat.
”Sebagai pimpinan perguruan tinggi, mereka semestinya berani melihat perubahan-perubahan di masyarakat dan pasar kerja. Keberanian ini akan membawa mereka mentransformasikan kampus yang lebih adaptif dan inovatif. Secara institusi, pemimpin seperti itu akan membawa organisasi perguruan tinggi semakin kuat,” ujarnya.
David mengibaratkan pemimpin perguruan tinggi seperti pemimpin di korporasi. Pimpinan perusahaan mesti memahami situasi nasional, terampil mengelola permasalahan, dan berjejaring dengan berbagai pemangku kepentingan yang bermanfaat bagi usaha ataupun organisasinya.
”Pemimpin perguruan tinggi yang dibutuhkan sekarang adalah pemimpin yang berani menjalin kolaborasi,” kata David.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam mengatakan, pihaknya telah merilis kebijakan Merdeka Belajar episode Kampus Merdeka dan episode Transformasi Dana Perguruan Tinggi. Kedua kebijakan ini bertujuan mendorong perguruan tinggi lincah menghadapi perubahan. Salah satunya adalah perubahan yang disebabkan oleh revolusi industri keempat.
Kemendikbud bahkan telah menetapkan delapan indikator kinerja utama (IKU) yang harus dipenuhi perguruan tinggi. Kedelapan indikator itu meliputi lulusan mendapat pekerjaan layak, mahasiswa memperoleh pengalaman, dosen berkegiatan di luar kampus, praktisi mengajar di dalam kampus, program studi bekerja sama dengan mitra kelas dunia, program studi berstandar internasional, serta kelas kolaboratif dan partisipatif.
Salah satu sub-kebijakan Kampus Merdeka adalah hak tiga semester bagi mahasiswa untuk belajar di luar program studi ataupun kampus. Ada sembilan kegiatan yang bisa dipilih mahasiswa, antara lain magang, kampus mengajar, dan komponen cadangan bela negara.
”Kita berhadapan dengan ketidakpastian. Individu dituntut lincah menghadapi perubahan dengan menjadi pembelajar sepanjang hayat. Pimpinan perguruan tinggi semestinya punya kesadaran hal itu,” katanya.
Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia dan Brunei Darussalam Vincent Piket mengatakan, di Indonesia, Uni Eropa memiliki sekitar 42 program pengembangan kapasitas sumber daya manusia. Selain iHiLead, Uni Eropa juga mendukung program pertukaran pelajar.
Uni Eropa telah mengetahui Indonesia sekarang fokus meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk menyokong pertumbuhan ekonomi.
Meski tidak mempunyai wawasan cukup tentang Asia Tenggara, Vincent menilai, rata-rata negara di kawasan itu membutuhkan sumber daya manusia yang kompeten dan adaptif. Perguruan tinggi berperan memenuhi tuntutan itu.
”Perguruan tinggi dapat mengubah kurikulum sejalan dengan perubahan. Pelatihan kepemimpinan perguruan tinggi bukan sebatas pertukaran profesor, tetapi juga mendorong mereka lebih adaptif. Perubahan kurikulum bisa terjadi kalau pemimpinnya transformatif,” katanya.