Rumah Tangga di Daerah Bencana Berisiko Jatuh Miskin
Beban keluarga di daerah yang mengalami bencana alam bertubi-tubi. Belum selesai menghadapi bencana alam, selama setahun terakhir mereka harus bertarung menghadapi pandemi Covid-19. Intervensi pemerintah sangat penting.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
Resiliensi masyarakat di Indonesia benar-benar diuji. Pandemi Covid-19 yang berlangsung sekitar setahun membuat masyarakat yang mengalami bencana alam berada dalam situasi sulit. Para keluarga atau rumah tangga di daerah bencana pun mengalami beban ganda, terutama kerugian ekonomi.
Kajian cepat Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef) Indonesia, The United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia, dan SMERU Research Institute di Provinsi Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat pada Juli dan Agustus 2020 menemukan perubahan atau bencana memengaruhi rumah tangga secara berbeda. Bahkan, mayoritas keluarga di daerah bencana tersebut berisiko tinggi jatuh dalam kemiskinan.
Adapun rumah tangga yang paling terdampak adalah mereka yang berada dalam kelompok berpenghasilan rendah, rumah tangga yang dikepalai perempuan (perempuan kepala keluarga), rumah tangga dengan anak-anak dan penyandang disabilitas.
Survei terhadap lebih dari 800 rumah tangga yang diluncurkan pada Kamis (25/2/2021) ini berfokus di Kabupaten Lombok Utara dan Lombok Timur (Nusa Tenggara Barat), serta Kabupaten Sigi dan Palu (Sulawesi Tengah). Kajian cepat ini berjudul ”Dampak SDsial Ekonomi Pandemi COVID-19 di daerah Pasca-bencana” yang menganalisis dampak sosial ekonomi pandemi dan gempa bumi 2018 pada kedua provinsi tersebut.
Selain kondisi pendapatan dan keuangan, serta akses kesehatan dan pendidikan, studi tersebut juga meninjau kesadaran masyarakat dalam mengakses bantuan pemerintah. Sebanyak 603 keluarga yang disurvei kehilangan pendapatan yang signifikan pada tahun 2020. Sebanyak 21,8 persen rumah tangga juga mengalami kesulitan mengakses layanan pendidikan dan kesehatan bagi anak-anak mereka.
”Anak-anak mereka berisiko kehilangan akses ke nutrisi yang baik dan kebutuhan dasar lainnya. Program perlindungan sosial yang berfokus pada anak yang dipimpin oleh pemerintah dapat membantu mengurangi kemiskinan anak,” kata Fernando Carrera, Chief of Social Policy Unicef Indonesia.
Dari survei ditemukan, 65,7 persen rumah tangga berpenghasilan kurang dari Rp 1 juta per bulan melaporkan kehilangan pendapatan setelah bencana alam tahun 2018. Bahkan, 66,4 persen rumah tangga dalam kelompok pendapatan yang sama melaporkan kehilangan pekerjaan. Kondisi ini menunjukkan betapa rumah tangga tersebut rentan secara ekonomi dan cenderung terkena dampak bencana.
Baca juga: Lindungi Perempuan, Jangan Lagi Ada ”Bencana” Baru
Perempuan kepala keluarga
Dampak negatif yang signifikan sangat dirasakan perempuan. Sebanyak 83,9 persen perempuan di daerah bencana mengindikasikan pendapatan yang diperoleh lebih rendah pada Juni 2020 dibandingkan awal tahun 2020.
Meskipun lebih dari 40 persen rumah tangga melaporkan menerima bantuan pemerintah (tunai atau pun bentuk pangan), 47 persen rumah tangga mengakui tidak menerima bantuan langsung tunai dan 40,9 persen tidak menerima bantuan sosial pangan.
Kajian bersama ini menunjukkan bahwa perubahan atau bencana memengaruhi rumah tangga secara berbeda. Mereka yang berada dalam kelompok berpenghasilan rendah, rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan, rumah tangga dengan anak-anak dan penyandang disabilitas sangat rentan.
Dengan sumber daya yang terbatas, menurut Asep Suryahadi dari SMERU Research Institute, sistem pendukung eksternal harus memastikan mata pencarian rumah tangga rentan tersebut. ”Kami berharap studi ini dapat menjelaskan isu-isu yang perlu ditangani untuk melindungi rumah tangga rentan dari dampak bencana di masa depan dan menguatkan ketahanan mereka,” kata Asep.
Akan tetapi, terlepas dari kerentanan yang dihadapi komunitas masyarakat di daerah bencana, dari kajian cepat terlihat resiliensi masyarakat setempat yang kuat. ”Hasil survei menunjukkan bahwa banyak komunitas yang terkena dampak ingin segera melewati bencana dan membangun kembali kehidupan mereka, dan menunjukkan ketahanan yang kuat,” kata Sophie Kemkhadze, Deputy Resident Representative UNDP Indonesia.
Oleh karena itulah, hasil survei tersebut diharapkan mendorong Pemerintah harus bekerja dengan pemerintah desa dan anggota masyarakat lokal untuk mendokumentasikan rumah tangga rentan dan menyalurkan bantuan, serta melibatkan pemerintah desa dan anggota masyarakat setempat untuk mendukung praktik pendidikan.
Selain itu, perlu ada dukungan terhadap penyedia layanan kesehatan dan petugas kesehatan untuk memastikan layanan kesehatan dasar dapat diakses, serta memprioritaskan program pemulihan di daerah termiskin agar dampak yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 dapat diminimalisasi atau bahkan dihindari.
Hasil kajian tiga lembaga tersebut disambut baik pemerintah. Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan (PHP) Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Vennetia R Dannes menyatakan, hasil survei tersebut setidaknya memberikan gambaran kepada pemangku kepentingan terkait perencanaan dan kebijakan ke depan.
”Memang bencana yang paling terdampak adalah perempuan dan anak. Bahkan beban ganda, bahkan beban berlapis-lapis harus ditanggung perempuan keluarga, harus menyelamatkan keluarganya, memikirkan anak-anak, dan keselamatan dirinya yang rentan dari kekerasan dan diskriminasi. Di sisi lain, dia harus bertarung untuk perekonomian keluarganya,” ujar Vennetia, Jumat (26/2/2021).
Karena itulah, Vennetia menegaskan, kebijakan terhadap perempuan di wilayah bencana tidak bisa digeneralisasi. Penanganan bencana pun harus berperspektif jender. Intervensi program tidak bisa disamaratakan, apalagi perempuan kepala keluarga. Maka, Kementerian PPPA terus mendorong kementerian/lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah, untuk menjalankan program yang berperspektif jender.
”Pemberdayaan ekonomi jangan sesaat, tetapi harus jangka panjang. Maka pelatihan, dukungan pembiayaan, dan akses lapangan kerja harus diberikan kepada mereka,” kata Vennetia.