Perlu Desain Baru Pendidikan Guru pada Era Digital
Pembelajaran di era digital tidak hanya bertujuan agar siswa dapat menguasai materi pembelajaran tetapi juga menyiapkan siswa menghadapi zamannya, abad ke-21. Guru harus disiapkan untuk memenuhi tuntutan itu.
Oleh
Yovita Arika
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembelajaran pada era digital bukan hanya bagaimana guru menguasai teknologi digital untuk pembelajaran. Lebih dari itu, guru bagaimana menyiapkan siswa memenuhi tuntutan zamannya. Ini menjadi tantangan bagi Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan untuk menyiapkan calon guru yang bisa menjawab kebutuhan tersebut.
Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) dituntut menyiapkan calon guru yang tidak hanya mampu membelajarkan siswa untuk menguasai materi, tetapi juga mampu menyiapkan siswa untuk menguasai kecakapan abad ke-21. Karena itu, dibutuhkan desain pendidikan guru yang bisa menjawab perkembangan dan tuntutan tersebut.
Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa. (Uwes Anies Chaeruman)
”Ini tantangan besar pendidikan guru ke depan, bagaimana menyiapkan guru untuk mengembangkan soft skill siswa,” kata Uwes Anies Chaeruman, dosen Teknologi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ dalam diskusi daring yang diselenggarakan Ikatan Alumni Universitas Negeri Jakarta, Rabu (24/2/2021).
Uwes mengatakan, paling tidak ada 10 kecakapan abad ke-21. Ini mulai dari kemampuan pemecahan masalah yang kompleks, pemikiran kritis, kreatif, kemampuan manajerial, kolaborasi, kecerdasan emosional, fleksibilitas kognitif, kemampuan negosiasi, berorientasi pada pelayanan, hingga kemampuan pengambilan keputusan.
Dengan tuntutan-tuntutan tersebut, kata Uwes, guru tidak cukup menguasai pengetahuan pedagogik dan pengetahuan konten, tetapi juga pengetahuan teknologi. Namun, yang paling penting, bagaimana guru mengombinasikan dan menerapkan ketiga pengetahuan itu secara holistik dalam pembelajaran. Ini tantangan untuk desain ulang pendidikan guru.
Menyiapkan guru pada era digital, menurut Prof Tian Belawati dari Universitas Terbuka, yang pertama kali perlu diketahui LPTK bukan apa yang harus diajarkan guru, melainkan siapa yang akan diajar oleh guru. Lulusan LPTK saat ini akan mengajar generasi Alpha, Beta, dan sebagainya atau anak-anak yang lahir setelah 2010.
”Mereka yang lahir setelah tahun 2010 adalah generasi yang perkembangan keterampilannya dibentuk dari segala sesuatu yang sifatnya digital. Mereka yang begitu lahir kenal smartphone (telepon pintar) dan ipad (papan sabak digital,” kata Tian.
Karakterisktik digital
Mendidik generasi Alpha, kata Tian, harus memperhatikan karakterisktik mereka yang lahir dan besar pada era digital. Mereka menggunakan teknologi bukan hanya sebagai alat, melainkan bagian dari kehidupan mereka, termasuk cara belajar dan cara mendemonstrasikan hasil belajar.
”Mereka juga mengharapkan pembelajaran yang sangat personalisasi. Belajar ini untuk apa. Mereka senang belajar, tetapi mengharapkan pengalaman langsung, bukan pembelajaran di kelas yang berpusat pada guru dan materi yang dipelajari,” kata Tian.
Karena itu, mendidik generasi Alpha membutuhkan strategi pembelajaran baru yang memicu pembelajaran mendalam. Selain itu juga pembelajaran yang memacu cara berpikir kritis dan kemampuan memecahkan masalah, fleksibel, serta penggunaan teknologi digital dan visual yang bisa memacu imajinasi mereka.
Hal-hal tersebut, kata Tian, akan berimplikasi pada kompetensi guru yang harus dikembangkan dan bagaimana pendidikan guru dikembangkan di LPTK. Calon guru harus disiapkan untuk memahami konsep pembelajaran di era digital, serta terampil membangkitkan pembelajaran mendalam untuk memicu pemikiran kritis dan kemampuan menyelesaikan masalah pada siswa.
Hal senada dikatakan Agus Putranto, Direktur Binus Online Learning. Dia mengatakan, penguasaan teknologi saja tidak cukup bagi guru untuk melakukan pembelajaran daring. Guru harus menguasai metode pembelajaran daring agar proses pembelajaran menarik dan efektif.
Untuk menguasai pembelajaran di era digital, kata Uwes, calon guru membutuhkan pengalaman. Ini dapat dilakukan dengan sejak dini menerjunkan mereka dalam praktik nyata di sekolah-sekolah yang menjadi mitra LPTK.
”LPTK dan PPG (Pendidikan Profesi Guru) juga harus memiliki contoh-contoh praktik pembelajaran yang baik di setiap matapelajaran. Ini PR besar bagi LPTK dan PPK,” kata Uwes.
Selain output atau hasil pendidikan, menurut Uwes, desain baru pendidikan guru juga harus memperhatikan input atau calon mahasiswa. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen menyebutkan guru profesional, karena itu calon yang direkrut pun harus calon terbaik dan dosen atau instrukturnya pun yang terbaik pula.