Nyaris Runtuh, Rumah Adat Terakhir di Simalungun Dipugar Tahun Ini
Rumah Bolon Pematang Purba berusia 341 tahun yang merupakan rumah adat Batak Simalungun satu-satunya yang tersisa nyaris runtuh. Rumah adat itu akan dipugar tahun ini.
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
PEMATANG RAYA, KOMPAS — Rumah Bolon Pematang Purba berusia 341 tahun yang merupakan rumah adat Batak Simalungun satu-satunya yang tersisa nyaris runtuh. Rumah adat yang merupakan bagian dari Situs Cagar Budaya Istana Pematang Purba itu direncanakan dipugar tahun ini.
”Kami tidak berani lagi masuk ke Rumah Bolon ini karena kondisi tiang, dinding, dan lantainya sudah sangat rapuh,” kata Jaipin Purba, keturunan Raja Pematang Purba XII, yang kini mengelola komplek Istana Pematang Purba, Kamis (18/2/2021).
Istana Pematang Purba didirikan tahun 1680 oleh Raja Pangultop-Ultop yang berkuasa di wilayah Pematang Purba, salah satu wilayah kerajaan di Simalungun. Istana dan kekuasaannya diwariskan secara turun-temurun hingga Raja XIV, yakni Raja Mogang yang meninggal pada 1946.
Setelah itu, istana yang terletak di Desa Pematang Purba, Kecamatan Purba, di kawasan Danau Toba itu diwariskan kepada keturunan raja, tetapi tidak mempunyai daerah kekuasaan lagi.
Istana Pematang Purba seluas 2 hektar itu mempunyai beberapa bangunan di dalamnya dengan bangunan utama yakni Rumah Bolon Istana Raja. Kompleks istana dikelilingi pelindung berupa jurang, tanaman berduri, dan pohon jelatang yang bisa membuat gatal. Hanya ada satu pintu terowongan kecil untuk masuk ke komplek istana.
Kondisi Rumah Bolon berukuran panjang 29,4 meter, lebar 7 meter, dan tinggi 5 meter itu kini nyaris runtuh karena sebagian besar dari 20 tiang utamanya sudah lapuk. Pengelola Rumah Bolon membuat 10 tiang besi untuk menopang rumah. ”Lima tahun lalu, keluarga besar keturunan raja mengumpulkan uang Rp 100 juta untuk membuat penopang rumah agar tidak runtuh,” kata Jaipin.
Dinding Rumah Bolon yang terbuat dari anyaman kulit bambu pun sudah rapuh dan bolong di beberapa bagian. Sementara itu, lantainya banyak yang jebol sehingga mereka tidak berani lagi masuk ke dalam rumah. Atap ijuk rumah itu pun sudah lapuk dengan ditumbuhi lumut dan tanaman pakis.
Rumah Bolon bahkan miring sejak gempa Aceh dan Sumut pada 2004. Sementara itu, kondisi bangunan lainnya di komplek istana itu masih lebih baik, seperti jambur (tempat tamu raja menginap), bale bolon (tempat rapat adat dan pengadilan), pattangan raja (tempat istirahat raja), pattangan puang bolon (tempat permaisuri menenun ulos), bale buttu (pos pengawal istana), jabu junga (tempat tinggal keluarga raja), rumah losung (tempat menumbuk padi), dan rumah persidangan.
Jaipin mengatakan, pemugaran berskala besar terakhir kali dilakukan pemerintah pada 1984 sampai 1985. Enam dari 20 tiang utamanya diganti. Namun, ketika itu tiang utama yang berdiameter sekitar 60 sentimeter itu diganti dengan diameter yang lebih kecil. ”Mereka lalu melapisnya dengan papan agar tampak sama dengan ukuran aslinya,” kata Jaipin.
Jenis kayunya juga bukan jenis kayu yang digunakan sebelumnya, yakni dari pohon pokki. Enam tiang yang diganti itu pun kini sudah busuk, sementara tiang lainnya yang berusia ratusan tahun masih ada yang bagus.
Enam dari 20 tiang utamanya diganti. Namun, ketika itu tiang utama yang berdiameter sekitar 60 sentimeter itu diganti dengan diameter yang lebih kecil. (Jaipin)
Prioritas
Kepala Balai Pelestarian Cagar Budaya Aceh-Sumut Nur Martias mengatakan, pemugaran Rumah Bolon Pematang Purba merupakan salah satu prioritas mereka tahun ini. ”Kami sudah melakukan studi teknis dan studi kelayakan pada Januari. Anggaran pemugaran juga telah kami siapkan sekitar Rp 650 juta,” katanya.
Hasil kajian teknis, kata Nur, sudah menentukan mana kayu yang bisa dipertahankan dan mana yang harus diganti. Pemugaran pun akan dilakukan melalui proses dan faedah cagar budaya.
Nur mengatakan, pihaknya belum menentukan metode pekerjaan apakah dengan lelang atau swakelola oleh masyarakat. Pihaknya sudah melakukan sosialisasi agar semua anggota komunitas keturunan raja di Istana Pematang Purba memahami dan menyetujui pemugaran yang akan dilakukan.
Kepala Dinas Pariwisata Pemerintah Kabupaten Simalungun Resman Saragih mengatakan, dalam beberapa tahun belakangan hampir tidak ada wisatawan yang mengunjungi situs cagar budaya itu. Sebelumnya, ratusan orang datang ke situs itu setiap hari dengan didominasi turis asing.
Kami sudah melakukan studi teknis dan studi kelayakan pada Januari. Anggaran pemugaran juga telah kami siapkan sekitar Rp 650 juta. (Nur Martias)
”Dalam waktu dekat ini prioritasnya adalah pemugaran. Kondisinya sudah cukup rusak,” kata Resman.
Istana Pematang Purba tersebut, kata Resman, bisa menjadi salah satu ikon wisata budaya di kawasan Danau Toba, khususnya di Simalungun.