Selama 17 tahun pekerja rumah tangga berjuang untuk mendapat pengakuan. Harapan besar ditumpukan pada anggota DPR, agar segera mewujudkan UU Perlindungan PRT yang sudah lama dinantikan oleh lebih dari 4,2 juta PRT.
Oleh
Sonya Hellen Sinombor
·5 menit baca
Dua puluh tahun yang lalu, tepatnya 12 Februari 2001, Sunarsih (14) pekerja rumah tangga anak yang dipaksa bekerja di Surabaya, Jawa Timur, meninggal dunia setelah mengalami penyiksaan dan perlakuan tidak manusiawi dari majikannya. Selain tidak diberi upah, Sunarsi bekerja lebih dari 18 jam, diberi makan yang tidak layak, tidak mendapat akses untuk keluar rumah karena dikunci, serta tidur di lantai jemuran.
Kematian Surnasih baru terkuak dua hari kemudian yakni 15 Februari 2001. Untuk mengingat peristiwa tersebut, mulai tahun 2007 Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT) bersama Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) dan Samitra Abhaya Kelompok Perempuan Pro Demokrasi (SA KPPD) meluncurkan tanggal 15 Februari sebagai Hari Pekerja Rumah Tangga (PRT) Nasional. (Kompas, 16 Februari 2007).
Hari PRT Nasional diperingati, sebagai hasil refleksi atas peristiwa penyiksaan dan kekerasan terhadap PRT Anak. “Dua puluh tahun berlalu, namun kasus kekerasan dan perbudakan terhadap PRT terus bertambah. JALA PRT mencatat dalam tiga tahun sejak 2018 hingga 2020 terjadi 1.743 berbagai kasus kekerasan terhadap PRT. Sebanyak 62 persen adalah multi kasus dari kekerasan psikis, fisik, ekonomi dan perdagangan orang,” ujar Lita Anggraini, Koordinator Nasional JALA PRT, Senin (15/2/2021) tepat Hari PRT Nasional ke-14 Tahun 2021.
Negara terus menerus melakukan diskriminasi, abai terhadap PRT dan memposisikan diri lebih sebagai agen perbudakan modern, daripada memberikan perlindungan. (Lita Anggraini)
Selama masa krisis pandemi Covid-19, menurut Lita, PRT sebagai warga negara dan pekerja juga luput dari perhatian dan subsidi Pemerintah. Sebanyak 82 persen PRT hingga kini tidak bisa mengakses jaminan sosial sebagai aspek dasar dalam kebutuhan hidup. Bahkan sejumlah PRT kini terancam hidupnya dalam krisis pangan dan papan.
Selain mengenang peristiwa penyiksaan PRT anak, Hari PRT Nasional 2021 juga menjadi refleksi betapa panjangnya perjuangan PRT melalui Randangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Sekitar 17 tahun tahun berlalu, tetapi hingga kini proses legislasi RUU PPRT tak kunjung dituntaskan Dewan Perwakilan Rakyat.
Perjalanan RUU PPRT hingga kini masih menanti kepastian dari DPR, untuk ditetapkan sebagai salah satu Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2021.
“Negara telah gagal menjalankan amanat Pancasila dan UUD 1945. Negara terus menerus melakukan diskriminasi, abai terhadap PRT dan memposisikan diri lebih sebagai agen perbudakan modern, daripada memberikan perlindungan,” tegas Lita.
Padahal, lebih dari 4,2 juta PRT di Indonesia adalah bagian warga negara yang bekerja menopang perekonomian keluarganya dan penopang jutaan rumah tangga pemberi kerja. Namun mereka bekerja dalam situasi tidak layak, rentan kekerasan, ekspolitasi, dan perbudakan modern.
Namun asa terus dijaga. Maka, saat memperingati Hari PRT Nasional 2021 di semua akun media sosial dari organisasi yang tergabung dalam JALA PRT pun terkirim pesan “Nyalakan Api dalam Hati, Usir Segala Kelam”. Bersama Komnas Perempuan dan organisasi/aktivis jaringan perlindungan perempuan dan anak pun mendesak DPR dan Pemerintah untuk segera mewujudkan UU PPRT.
Belajar dari Filipina
Sebab, tidak ada lagi alasan untuk menunda pembahasan RUU PPRT. Apalagi jika belajar dari pengalaman baik perlindungan PRT di Filipina yang memiliki UU PPRT (Batas Kasambahay) dan Konvensi ILO 189 yang mengakui pekerja sehingga mereka mendapatkan hak-haknya termasuk hak dasar jaminan sosial kesehatan dan Ketenagakerjaan.
Bahkan, di masa pandemi PRT Filipina mendapatkan subsidi dari Pemerintah Filipina untuk kehilangan pekerjaan, upah yang dipotong, bencana pandemi dan subsidi usaha alternatif.
Komnas Perempuan melalui para komisioner Mariana Amiruddin, Theresia Iswarini, Satyawanti Mashudi, Tiasri Wiandani, dan Andy Yentriyani juga menyatakan perlu adanya kebijakan afirmatif untuk mensejahterakan PRT.
Oleh karena itu Komnas Perempuan terus mendorong DPR untuk menetapkan RUU Perlindungan PRT sebagai Prioritas Prolegnas 2021 dan RUU Inisiatif DPR, membahas dan mengesahkan RUU ini. Selain itu, Pemerintah didorong segera meratifikasi Konvensi ILO 189 tentang Kerja Layak bagi PRT.
Pengakuan dan Perlindungan PRT melalui undang-undang akan memberikan kepastian hukum, perlindungan dan pemenuhan hak konstitusi kaum perempuan khususnya PRT dan Pemberi Kerja. Pada masa pandemi, perlindungan PRT sangat mendesak untuk segera diwujudkan guna mengurangi kerentanan dan segala bentuk kekerasan, penyiksaan dan perdagangan manusia.
Theresia Iswarini menegaskan, pada konteks politik, mungkin bagi parlemen, perlindungan PRT itu seperti impian. Sebab, masih banyak RUU lain yang dianggap lebih menjanjikan dan lebih bisa mengangkat daya juang para anggota legislatif di parlemen saat ini.
“Penting bagi para pembuat kebijakan untuk sekejap merefleksikan, apabila upaya memberikan perlindungan bagi PRT adalah sebuah mimpi, apakah kita akan membiarkan PRT juga bermimpi untuk dapat meraih hak-haknya sebagai warga negara dan sebagai manusia? Mungkin ke depan, para pembuat kebijakan dan PRT harus lebih sering duduk bersama demi menyamakan impian dan berjalan di tapak yang sama,” papar Iswarini.
Proses legislasi RUU PPRT menurut Ketua Panitia Kerja RUU PPRT di DPR, Willy Aditya, sebenarnya sudah selesai di tingkat Badan Legislasi (Baleg) DPR, tinggal menanti satu tahapan lagi yakni penetapan di Rapat Paripurna DPR. “Kita bersama menunggu RUU ini dibahas dan disahkan DPR. Di Hari PRT Nasional tahun ini tentu kita berharap pengakuan bagi mereka yang bekerja di sektor domestik khususnya PRT segera terwujud,” ujar Willy.
Karena dengan memberikan perlindungan pada PRT, Indonesia menjadi bangsa yang lebih bermartabat. Untuk itulah perlu ada UU yang memberikan afirmasi pada PRT. UU PPRT seharusnya menjadi UU yang populis di tengah situasi saat ini. Semoga.