3.000 Mahasiswa Mengikuti Pelatihan Teknologi Program ”Bangkit”
Untuk membantu mengatasi kekurangan tenaga terampil bidang teknologi digital, pemerintah kembali mendukung program ”Bangkit” pada 2021. Program ini digagas oleh sejumlah perusahaan teknologi nasional dan internasional.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Program pelatihan keterampilan bidang teknologi digital Bangkit tahun 2021 memikat 40.000 pendaftar mahasiswa. Dari jumlah itu, hanya 3.000 orang lolos seleksi untuk mengikuti pelatihan.
Program Bangkit digagas sejumlah perusahaan teknologi Indonesia, antara lain Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Google. Program ini pertama kali diselenggarakan tahun 2020. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mendukung pelaksanaan program tersebut.
Pada 2020, program Bangkit diminati sekitar 2.500 orang pendaftar, tetapi jumlah mahasiswa lolos seleksi ikut pelatihan hanya 300 orang. Sebanyak 26 persen di antaranya merupakan perempuan. Dari 300 orang mahasiswa yang dilatih, 219 orang berhasil lulus.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud Nizam, Senin (15/2/2021), di Jakarta, mengatakan, program Bangkit kembali dilaksanakan tahun 2021 karena mempertimbangkan pesatnya perkembangan teknologi digital untuk kehidupan sehari-hari. Industri marak memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan produktivitas. Perusahaan rintisan berbasis teknologi berstatus unicorn ataupun decacorn bermunculan di Indonesia.
Beberapa kabupaten/kota bertransformasi menuju kabupaten/kota cerdas yang ditandai dengan layanan publik memakai teknologi digital atau e-government. Pembangunan hunian baru sekarang juga menerapkan konsep rumah cerdas.
Salah satu riset lembaga internasional, kata Nizam, menyebutkan penggunaan kecerdasan buatan (AI) di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, bisa menyumbang 360 miliar dollar AS untuk ekonomi digital. Proyeksi ini membutuhkan sumber daya manusia terampil bidang teknologi digital.
Masa depan kehidupan yang menggunakan teknologi digital sudah hadir. Pembangunan sivitas akademika terampil adalah keharusan sekarang. Ketika lulus, mereka punya keterampilan yang relevan. (Nizam)
”Masa depan kehidupan yang menggunakan teknologi digital sudah hadir. Pembangunan sivitas akademika terampil adalah keharusan sekarang. Ketika lulus, mereka punya keterampilan yang relevan,” ujar Nizam menjelaskan pentingnya program Bangkit.
Asia Pacific Education Programs Lead Google William Florance menerangkan, program Bangkit tidak hanya mengajarkan keterampilan teknis bidang teknologi digital, seperti kecerdasan buatan dan mesin pembelajaran, tetapi juga kecerdasan emosional (soft skill). Pendaftar program diseleksi ketat untuk mengetahui kemampuan teknis ataupun kepribadian.
Kenaikan pendaftar hampir 10 kali lipat dibanding tahun lalu patut diapresiasi. Para sukarelawan yang mengajar pun ikut meningkat, yakni dari 70 orang dari 8 negara menjadi 376 orang dari 24 negara. Sebagian besar sukarelawan berasal dari perusahaan teknologi penggagas program Bangkit dan pelaku industri lain.
”Kami selalu berharap program Bangkit selalu berkembang lebih inklusif. Artinya, semakin banyak mahasiswa dari berbagai latar belakang ekonomi, keterampilan ilmu, kampus, dan jender perempuan ikut pelatihan ini,” ujar William.
Sebagai gambaran, dari 3.000 mahasiswa lolos seleksi ikut pelatihan, 30 persen adalah perempuan. Sebanyak 3.000 orang mahasiswa itu berasal dari 250 perguruan tinggi di 32 provinsi. Sebanyak 29 persen dari total mahasiswa yang lolos seleksi itu berlatar belakang keilmuan bukan teknologi informasi.
Keunikan program Bangkit tahun 2021, lanjut dia, adalah diikuti 15 perguruan tinggi nasional. Lalu, mahasiswa yang bisa menyelesaikan pelatihan sampai tuntas dan lulus berhak mengikuti program University Innovation Fellows yang didesain oleh Universitas Stanford.
”Program University Innovation Fellows mempertemukan mahasiswa dari sejumlah negara. Mereka akan dilatih memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat, membuat solusi, dan kecerdasan emosional ikut berkembang,” kata William.
Co-Founder Tokopedia Leontinus Alpha Edison mengatakan, saat ini, Indonesia sedang mengalami kekurangan tenaga terampil di bidang teknologi digital. Lulusan perguruan tinggi di bidang itu yang memahami kebutuhan industri juga tidak marak.
Dia berharap, program Bangkit bisa berdampak kepada mahasiswa ataupun pasar kerja bidang teknologi digital di Indonesia. Di sejumlah negara, program seperti itu juga bermunculan.
”Saya banyak berdiskusi dengan rekan kerja di Silicon Valley, Amerika Serikat. Di antara mereka berlatar belakang gelar doktor, tetapi mereka tetap butuh perjumpaan dengan praktisi industri agar keterampilan mereka relevan,” ujarnya.
Co-Founder Traveloka Albert menyampaikan, sertifikat keahlian bidang teknologi digital menjadi prasyarat pertama lulusan perguruan tinggi diterima di pasar kerja. Prasyarat kedua, lulusan punya soft skill yang diantaranya berupa pola pikir terus maju atau growth mindset. Kurikulum dalam program Bangkit telah memperhitungkan dua hal itu.