Karya Seni Budaya Perlu Dicatatkan agar Terlindungi
Pemprov Bali berupaya menjaga dan melindungi seni dan budaya Bali yang menjadi aset daerah. Pemerintah mendorong para seniman agar mencatatkan karya seni, yang mereka produksi, sebagai kekayaan intelektual.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA M PUTRA
·3 menit baca
DENPASAR, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Bali berupaya menjaga dan melindungi seni dan budaya Bali yang menjadi aset daerah. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Bali mendorong para seniman agar mencatatkan karya seni, yang mereka produksi, sebagai kekayaan intelektual.
Hal itu dikatakan Kepala Dinas Kebudayaan Bali I Wayan Adnyana dalam seminar berjudul ”Prasikala Taru Mahottama: Nukilan Rupa Wana Mukti”, yang berlangsung secara dalam jaringan (daring), Jumat (12/2/2021). Dalam seminar itu dibahas mengenai seni prasi, yakni seni gambar di lontar, dengan menghadirkan I Gusti Bagus Sudiasta, penekun seni prasi dari Kabupaten Buleleng, dan I Wayan Suardana, akademisi dari Universitas Negeri Yogyakarta, sebagai narasumber.
Lebih lanjut Adnyana mengatakan, Pemprov Bali sudah memiliki organisasi perangkat daerah, yakni Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Bali, yang juga bertugas mendata berbagai ragam ekspresi budaya daerah Bali, terutama ekspresi budaya secara komunal, yang akan dicatatkan sebagai kekayaan intelektual ke Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia.
”Seni prasi akan dicatatkan sebagai ekspresi budaya komunal daerah Bali menyangkut teknik, tradisi, dan pengetahuan lokal,” kata Adnyana yang juga seorang pelukis dan akademisi. Adapun karya seni prasi yang dibuat seniman prasi dapat dicatatkan masing-masing senimannya sebagai kekayaan intelektual personal.
Pemprov Bali sudah mencatatkan kain tenun endek Bali sebagai kekayaan intelektual Bali di Kementerian Hukum dan HAM. Di samping pencatatan kekayaan intelektual kepemilikan komunal berupa ekspresi budaya tradisional dan pengetahuan tradisional, terdapat pula kekayaan intelektual kepemilikan personal berupa hak cipta dan kekayaan intelektual kepemilikan personal berupa hak paten.
Seni prasi
Dalam seminar daring yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali bersama Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, Jumat, Suardana mengatakan seni prasi termasuk seni rupa karena prasi memiliki visual yang dapat diamati. Seni prasi dinyatakan sebagai gambar dan teks yang digoreskan pada daun lontar dengan alat khusus berupa pisau kecil berujung runcing yang kemudian diberikan warna hitam dari buah kemiri yang dibakar.
Sebelumnya, Sudiasta memaparkan, seni lukis prasi diperkirakan sudah ada sejak abad ke-11 Masehi dengan bukti berupa prasasti dengan goresan motif wayang yang menggambarkan Dewa Siwa. Seni prasi dinyatakan semakin berkembang sekitar abad ke-15 Masehi di masa pemerintahan Dalem Gelgel di Klungkung.
Pada katalog pameran lontar prasi berjudul ”Prasikala Taru Mahottama: Nukilan Rupa Wana Mukti” disebutkan prasi merupakan anak kandung dari sastra lontar. Gambar dan tulisan dibuat pada daun lontar (Borassus flabellifer) dengan pangrupak atau pisau khusus, lalu daun lontar diolesi pewarna dari kemiri (Aleurites moluccanus).
Adapun pameran lontar prasi sedang berlangsung di Gedung Kriya, Taman Budaya Bali, Denpasar. Pameran yang diselenggarakan Dinas Kebudayaan Provinsi Bali itu melibatkan sekitar 60 seniman dari lintas generasi dengan menampilkan 89 karya prasi berupa gambar pada daun lontar maupun seni instalasi yang menggunakan daun lontar atau daun ental sebagai elemen utama.
Pameran prasi tersebut menjadi bagian dari penyelenggaraan Bulan Bahasa Bali 2021. Bulan Bahasa Bali merupakan program pelestarian bahasa, aksara, dan sastra Bali yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Februari. Bulan Bahasa Bali 2021 digelar di Taman Budaya Bali dan berlangsung mulai Senin sampai Minggu (1-28/2/2021).