Dasar negara Pancasila menjadi titik temu keberagaman yang tumbuh di Indonesia.
Oleh
Mediana
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pancasila adalah titik temu dari keberagaman suku, agama, ras, dan antargolongan yang dimiliki Indonesia. Kelima sila Pancasila memungkinkan masyarakat Indonesia yang majemuk tetap terlindungi.
”Pancasila merupakan rahmat bagi Indonesia,” ujar pengajar Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, saat menghadiri diskusi daring ”Merajut Kebangsaan dan Keumatan Mewujudkan Indonesia Maju dalam Perspektif Masyarakat Inklusif, Toleran, dan Moderat”, Rabu (10/2/2021), di Jakarta.
Diskusi daring itu diselenggarakan oleh Departemen Kerja Sama Antar Umat Beragama Majelis Nasional Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI).
Lebih dari 75 tahun Indonesia mengalami berbagai peristiwa yang berusaha memecah persatuan. Namun, dengan berdasar Pancasila, masyarakat tetap bisa saling menerima aneka kekhasan dalam perbedaan.
Ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan, yakni kemiskinan dan korupsi. Pancasila melalui sila kelima telah mengamanatkan keadilan sosial bagi semua kelompok masyarakat. (Franz Magnis-Suseno)
Menurut dia, ada persoalan mendasar yang perlu diselesaikan, yakni kemiskinan dan korupsi. Pancasila melalui sila kelima telah mengamanatkan keadilan sosial bagi semua kelompok masyarakat.
Ketika permasalahan itu belum kunjung terselesaikan, perpecahan akan selalu berkembang. Radikalisme juga selalu muncul.
Menteri Luar Negeri periode 1999-2001 Alwi Shihab menganggap Pancasila sebagai pertemuan dari keberagaman perbedaan yang dimiliki masyarakat Indonesia. Di beberapa negara yang mempunyai banyak ragam suku, agama, ras, dan antargolongan, masyarakat belum bisa hidup berdampingan secara harmonis seperti di Indonesia.
Dia mengatakan, Islam pun, melalui sejumlah ayat dalam Al Quran, tidak mengajarkan untuk menjadi kelompok warga paling benar atau baik. Substansi dalam Al Quran mendorong perbedaan sebagai dialog.
Dia berharap, warga tidak mengikuti ajaran pemuka agama yang esensinya mengacu ke cerita sejarah yang tidak harmonis. Apalagi, warga sampai mendukung pandangan kelompok tertentu yang ingin mendirikan negara Islam di Indonesia.
Rektor Universitas Islam Internasional Komaruddin Hidayat berpendapat, organisasi kemasyarakatan (ormas) perlu mendukung ekspresi keberagaman yang baik. Moderasi beragama yang kini digaungkan pemerintah juga mesti didukung oleh tokoh-tokoh masyarakat.
”Tokoh partai politik seharusnya menunjukkan sikap yang mencerminkan pilar Indonesia,” katanya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengakui betapa tidak mudah merawat keberagaman Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Serangan terhadap ideologi Pancasila terus merongrong. Sebagai contoh, masih ada sekelompok masyarakat yang ingin mengganti ideologi Pancasila.
Dia berharap, kehadiran organisasi masyarakat, seperti KAHMI, ikut mengawal upaya-upaya merawat keberagaman. Menurut dia, hal itu diperlukan sebab pemerintah tak bisa sendiri melawan ancaman antinasionalisme.