Pendidikan anak usia dini merupakan fondasi untuk menyiapkan pendidikan yang lebih baik. Karena itu, untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang masih rendah, harus dimulai sejak usia dini.
Oleh
Yovita Arika
·4 menit baca
Analisis Perkembangan Anak Usia Dini Indonesia 2018 yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik pada Oktober 2020 menunjukkan, Indeks Perkembangan Anak Usia Dini di Indonesia sebesar 88,30. Artinya, 88,30 persen anak usia 3-6 tahun di Indonesia telah berkembang sesuai dengan perkembangan usianya.
Indeks Perkembangan Anak Usia Dini mengukur perkembangan anak dalam dimensi literasi numerasi, kemampuan fisik, kemampuan sosial emosional, dan kemampuan belajar. Analisis menggunakan ukuran yang dikembangkan Unicef ini baru kali pertama dilakukan di Indonesia.
Jika dilihat dari kepesertaan anak di pendidikan anak usia dini (PAUD), perkembangan anak yang masih ataupun pernah di PAUD lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak pernah di PAUD.
Namun, jika dilihat dari kepesertaan anak di pendidikan anak usia dini (PAUD), perkembangan anak yang masih ataupun pernah di PAUD lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak pernah di PAUD. Indeks Perkembangan Anak Usia Dini (Early Childhood Development Indeks/ECDI) anak di PAUD, misalnya, mencapai 92,40, sedangkan yang tidak pernah di PAUD 87,13.
Perbedaan tersebut terutama disebabkan adanya perbedaan yang signifikan terkait perkembangan anak dalam dimensi literasi numerasi. Perkembangan literasi numerasi anak yang mengikuti PAUD mencapai 77,62, sedangkan anak tidak pernah mengikuti PAUD hanya 60,93.
Dibandingkan dengan tiga dimensi lainnya, dimensi literasi numerasi anak usia 3-6 tahun termasuk kategori rendah, yaitu 64,60. Artinya, baru 64,60 persen anak yang perkembangan literasi numerasinya sesuai dengan perkembangan usianya.
Membaca dan menghitung merupakan dua kemampuan dasar yang berkembang pada periode awal anak-anak. Kedua kemampuan itu sangat penting untuk kesiapan anak memasuki jenjang pendidikan selanjutnya dan menjadi tolok ukur pencapaian jangka panjang seorang anak.
”Anak-anak yang pernah mengikuti PAUD lebih kuat dorongannya untuk menyelesaikan pendidikan di setiap jenjang hingga pendidikan tinggi. Ini karena kemampuan literasi numerasinya bisa mencapai level tertinggi (berkembang optimal) di PAUD,” kata Direktur Agama, Pendidikan, dan Kebudayaan Kementerian PPN/Bappenas Amich Alhumami, di Jakarta, Selasa (2/2/2021).
Menjadi dasar
Kemampuan membaca penting untuk mengembangkan pengetahuan, sedangkan kemampuan menghitung merupakan dasar untuk membangun kemampuan memecahkan masalah, berpikir kritis, dan inovatif. Jika perkembangan kemampuan membaca pada anak terlambat, biasanya perkembangan kemampuan berhitung juga terlambat.
Hasil skor Program Penilaian Pelajar Internasional (PISA) Indonesia menunjukkan, siswa usia 15 tahun yang pernah mengikuti PAUD memiliki kemampuan membaca lebih baik dibandingkan dengan yang tidak pernah mengikuti PAUD. Kemampuan membaca dan matematika 71 persen siswa di bawah kompetensi minimum dan kemampuan sains 60 persen anak di bawah kompetensi minimum.
”Skor PISA kita rendah karena ujian PISA tidak bisa dijawab oleh anak-anak yang dari usia dini tidak dikembangkan kemampuan berpikir kritisnya,” ujar Ketua Umum Pimpinan Pusat Himpunan PAUD Indonesia (HIMPAUDI) Netty Herawaty, di Jakarta, Jumat (5/2/2021).
Jika dilihat dari tingkat partisipasi anak di PAUD, memang masih rendah meski ada tren meningkat. Data Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menunjukkan, angka partisipasi kasar PAUD 2020 baru 41,48 persen. Dari 19,11 juta anak usia 3-6 tahun, baru 7,87 juta anak yang mengikuti PAUD.
Minimnya pengetahuan orangtua akan pentingnya PAUD serta keterbatasan akses PAUD menjadi faktor utama rendahnya APK PAUD. Pemerintah telah mencanangkan program satu desa satu PAUD, kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Anak, Perempuan, dan Pemuda Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Femmy Eka Kartika Putri. Masih ada 27 persen desa yang belum memiliki PAUD.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2018 tentang Standar Pelayanan Minimal memberikan tanggung jawab pemerintah kabupaten/kota untuk memberikan layanan PAUD minimal satu tahun sebelum anak masuk SD. ”Bagaimana kita akan melayani anak usia dini yang nanti menjadi generasi emas, tetapi abai PAUD,” kata Femmy.
Standar pelayanan minimal pendidikan, termasuk PAUD, sejatinya menjadi salah nilai dalam rapor kepala daerah. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi juga menetapkan dana desa bisa digunakan untuk PAUD dan pengembangan anak usia dini holistik integratif mulai dari pengadaan sarana dan prasarana hingga makanan tambahan untuk anak.
Pengembangan anak usia dini holistik integratif merupakan penanganan anak usia dini secara menyeluruh. Mengoptimalkan perkembangan anak, kata Femmy, tidak hanya terkait pendidikan dan pengasuhan, tetapi juga layanan gizi dan kesehatan serta perlindungan. Untuk ini, perlu kerja sama semua pemangku kepentingan di tingkat masyarakat, pemerintah daerah, dan pusat.
Perlu terobosan
Selain itu, menurut Netty, harus ada terobosan pemerintah dengan membuat kebijakan wajib PAUD sebelum sekolah dasar. Pemerintah telah mempunyai program wajib belajar 9 tahun dan kini 12 tahun, tetapi baru untuk pendidikan dasar dan menengah.
”Meningkatkan kesadaran orangtua akan pentingnya PAUD butuh waktu. Beberapa daerah sudah meluncurkan program wajib PAUD, tetapi pemerintah pusat belum. Tidak ada alasan biaya mahal untuk PAUD, ada bantuan operasional penyelenggaraan PAUD,” kata Netty.
Amich pun menyadari, PAUD harus diperkuat agar program wajib belajar 12 tahun sukses. Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat sedang membahas rancangan Peta Jalan Pendidikan 2020-2035. Baik Amich, Femmy, maupun Netty berharap PAUD juga menjadi jalan yang wajib ditempuh untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Bukan hanya akan meningkatkan kualitas pendidikan, PAUD juga meningkatkan kesejahteraan anak sebagaimana ditunjukkan dari hasil studi terbaru UNESCO. Negara-negara yang menyelenggarakan PAUD secara gratis atau wajib memiliki tingkat kesejahteraan anak usia dini yang lebih tinggi. Anak-anak tersebut mempunyai tingkat literasi berhitung, perkembangan fisik, pembelajaran, serta perkembangan sosial-emosional yang baik.