Pemerintah Kembali Gulirkan Gagasan Modifikasi Kurikulum SMK
Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi kembali menggulirkan gagasan modifikasi kurikulum untuk sekolah menengah kejuruan. Tujuannya adalah menunjang keselarasan dan relevansi dengan dunia usaha ataupun industri.
Oleh
Mediana
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah mendorong implementasi kurikulum sekolah menengah kejuruan agar sinkron dengan permintaan industri, kewirausahaan, dan tantangan masyarakat. Pembelajaran praktik juga mesti diutamakan.
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Wikan Sakarinto menyampaikan hal itu seusai membuka rapat koordinasi dan kick off program Ditjen Pendidikan Vokasi tahun anggaran 2021, Kamis (4/2/2021), di Jakarta.
Wikan mengatakan, pihaknya pernah menyebut akan memodifikasi kurikulum SMK. Pada kesempatan itu, dia kembali mengulangnya.
Modifikasi kurikulum yang pertama akan dia dorong adalah semua mata pelajaran yang bersifat akademis mesti dijadikan terapan. Misalnya, mata pelajaran Bahasa Indonesia harus diisi dengan materi yang berhubungan dengan komunikasi di dunia kerja.
Kedua, pembelajaran berbasis proyek dan ide kewirausahaan. Siswa SMK diminta bekerja dan belajar dalam sebuah grup. Industri mitra sekolah bisa memberikan suatu proyek ke siswa, lalu mereka mesti mengerjakan sekaligus sambil belajar.
Guru yang mengajar di SMK seharusnya guru sekolah, guru ahli berlatar belakang pelaku industri/usaha, dan guru berlatar dosen pendidikan tinggi vokasi. (Wikan Sakarinto)
”Guru yang mengajar di SMK seharusnya guru sekolah, guru ahli berlatar belakang pelaku industri/usaha, dan guru berlatar dosen pendidikan tinggi vokasi,” ujar Wikan.
Kemudian, magang atau praktik kerja industri minimal satu semester atau lebih. Mata pelajaran seperti itu diharapkan bisa menumbuhkan keterampilan lunak atau softskill. Berikutnya, SMK mesti menyediakan mata pelajaran pilihan, seperti teknologi informasi.
”Kami juga sedang merancang mata pelajaran yang berhubungan dengan logika dan teknologi digital bagi SMK,” katanya.
Wikan menambahkan, saat ini pemerintah fokus memajukan sektor industri manufaktur, kreatif, pariwisata (hospitality), jasa kesehatan (care service), pertanian, dan energi. Setiap sektor ini bisa optimal berkembang jika memanfaatkan teknologi industri. Perguruan tinggi vokasi, lembaga kursus dan pelatihan, juga SMK bisa berperan serta dari sisi pendidikan.
Sebelumnya sudah ada Peraturan Mendikbud (Permendikbud) Nomor 70 Tahun 2013 tentang Kerangka Dasar dan Struktur Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan/Madrasah Aliyah Kejuruan. Dalam lampiran permendikbud itu dijelaskan, Kurikulum 2013 dikembangkan dengan penyempurnaan sembilan pola pikir. Misalnya, pembelajaran berpusat pada peserta didik, interaktif, aktif, jejaring, belajar berbasis tim, kritis, dan kebutuhan pelanggan dengan memperkuat pengembangan potensi khusus siswa.
Salah satu filosofi Kurikulum 2013 yang dijelaskan dalam permendikbud itu adalah pendidikan untuk membangun kehidupan masa kini dan masa depan lebih baik. Caranya dengan melalui berbagai kemampuan intelektual, berkomunikasi, sikap sosial, kepedulian, dan berpartisipasi di masyarakat.
Guru SMK Negeri 1 Tengaran, Semarang, Jawa Tengah, Sri Wahyu Sarwoko, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, modifikasi mata pelajaran bersifat akademis menjadi terapan sebenarnya sudah pernah dilakukan pada kurikulum sebelumnya. Istilahnya adalah kelompok mata pelajaran normatif dan adaptif.
”Dulu, ujian nasional (UN) menyasar ke materi umum sehingga tujuan ’terapan’ tidak tercapai. Tahun ini, UN sudah ditiadakan sehingga guru leluasa menerapkan materi yang relevan dengan perkembangan zaman,” ujarnya.
Menurut Sri, pemerintah bisa membuat garis besar kompetensi dasar yang dinilai mendukung selaras dan relevansi (link and match) dengan kebutuhan dunia usaha/dunia industri (DUDI). Dengan demikian, dampak link and match yang diharapkan pemerintah dapat lebih terasa.
Dia menyampaikan, gagasan pemerintah untuk terus mendorong praktik kerja lapangan atau magang di DUDI lebih lama patut diapresiasi. Gagasan ini juga bukan hal baru.
Namun, implementasi magang di DUDI dengan durasi lama memiliki kendala. Salah satu permasalahan adalah jumlah DUDI dan siswa yang mau magang tidak imbang. Ditambah lagi, belum semua DUDI bersedia dan siap membimbing siswa magang. Akibatnya, kebanyakan siswa SMK sekadar asal dapat tempat magang. Situasi itu menimbulkan kekhawatiran siswa tidak memperoleh pembelajaran keterampilan ataupun karakter yang bagus.
Mengenai kebijakan yang memungkinkan ambil materi pilihan atau kompetensi lain, dia berpendapat, kebijakan itu berpotensi menimbulkan kebingungan baik dari sisi siswa maupun guru. Sejauh ini, masih banyak siswa belum paham tujuan kompetensi yang diambil.
Lebih jauh, Sri mengatakan, dalam Kurikulum 2013 telah terdapat mata pelajaran Produk Kreatif dan Kewirausahaan. Dia memandang, pemerintah semestinya memperkuat kembali pelaksanaan pembelajaran mata pelajaran itu, misalnya menambahkan penekanan sesuai potensi sumber daya alam daerah dan karakter siswa.
Guru SMK Negeri 1 Pacet, Jawa Barat, Dede Ismail mengungkapkan, gagasan modifikasi kurikulum SMK yang digulirkan Ditjen Pendidikan Vokasi bertujuan menguatkan hak vokasi dan berwirausaha untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Gagasan itu mesti disambut positif.
Namun, dia berpendapat, hal yang mesti selalu diperhatikan pemerintah adalah konsistensi pelaksanaan kurikulum di seluruh SMK. Pemerintah pusat-daerah sudah aktif mengawasi pelaksanaan atau belum.
Selain itu, Dede memandang, pemerintah perlu memperhatikan bahwa realitas kondisi SMK beragam. Apalagi, kondisi SMK di daerah yang punya permasalahan kompleks.
”Dengan beragam kondisi dan permasalahan yang dihadapi SMK, pemerintah harus melihat langsung sejauh mana mereka mampu mengimplementasikan kurikulum,” katanya.
Dede menambahkan, substansi Kurikulum 2013 untuk SMK sebenarnya telah mendukung link and match, seperti terbuka pada tuntutan kompetensi yang dibutuhkan industri. Hanya saja, dia menilai, implementasinya perlu dimaksimalkan.