Kemendikbud Akan Memperbarui Pedoman Pencegahan Plagiat
Untuk menekan kasus plagiat di perguruan tinggi, pemerintah akan memperbarui pedoman pencegahan dan penanganan, salah satunya memasukkan substansi ”self plagiarism”.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menentang segala upaya plagiat di lingkungan perguruan tinggi. Oleh karena itu, kementerian akan memperbarui pedoman pencegahan dan penanggulangan plagiat.
Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam menyebut regulasi yang sudah ada, yaitu Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi.
Pasal 2 Permendiknas No 17/2010 menyebutkan plagiat meliputi tetapi tidak terbatas pada lima hal. Misalnya, mengacu ataupun mengutip istilah, kata-kata dan kalimat, serta data ataupun informasi tanpa menyertakan asal sumber yang memadai. Contoh lainnya adalah menggunakan sumber gagasan, pendapat, pandangan, atau teori tanpa menyatakan sumber secara memadai.
”Berbagai bentuk sanksi dalam permendiknas itu sudah dijelaskan. Namun, kami sedang mengupayakan memperbarui pedoman pencegahan ataupun penanggulangan agar semakin tegas,” ujar Nizam saat menghadiri konferensi pers secara virtual, Kamis (28/1/2021), di Jakarta.
Menurut dia, salah satu komponen yang akan diatur dalam pembaruan pedoman adalah self plagiarism. Hal ini bertujuan menjaga marwah dunia akademis. Masyarakat pun diharapkan semakin paham dan tidak lagi menimbulkan kerancuan persepsi.
Mengutip Glasgow Caledonian University (gcu.ac.uk), self plagiarism adalah penggunaan kembali bagian penting, identik, atau hampir identik dari karya sendiri tanpa mengakui bahwa seseorang melakukannya atau mengutip karya aslinya.
Dalam dunia akademis, self plagiarism terjadi ketika seseorang menggunakan kembali bagian dari karya mereka yang telah diterbitkan dan dilindungi hak cipta di terbitan sebelumnya, tetapi seseorang itu tidak mengaitkannya.
Dalam dunia akademis, self plagiarism terjadi ketika seseorang menggunakan kembali bagian dari karya mereka yang telah diterbitkan dan dilindungi hak cipta di terbitan sebelumnya, tetapi seseorang itu tidak mengaitkannya.
Pada hari yang sama, Mendikbud Nadiem Anwar Makarim secara virtual melantik Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) periode 2021-2025 Sumaryanto dan Direktur Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta Supadma. Kemudian, Majelis Wali Amanat Universitas Sumatera Utara (USU) melantik Muryanto Amin jadi Rektor USU periode 2021-2026.
Nizam mengatakan, tudingan plagiat kepada Muryanto Amin yang belakangan berkembang tidak tepat. Publikasi akademis Rektor USU itu tidak terbukti plagiat ataupun hak cipta yang dilanggar.
Sebelumnya, tim akademik Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA) melalui siaran pers Selasa (26/1/2021) menyebut kasus plagiat yang dilakukan Fathur Rokhman, Rektor Universitas Negeri Semarang (UNNES), masih berlarut-larut sejak 2018. Pembentukan Tim Akademik KIKA bertujuan menindaklanjuti dugaan plagiat disertasi Fathur Rokhman dari pengaduan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia-Lembaga Bantuan Hukum Semarang, selaku kuasa hukum Sucipto Hadi, dosen UNNES yang dinonaktifkan karena dianggap kritis menyikapi kasus plagiat pada 2 Juli 2020.
Tim akademik KIKA merekomendasikan tujuh hal agar kasus itu segera selesai. Salah satu rekomendasi adalah mendesak Rektor UGM agar menegaskan disertasi Fathur Rokhman tahun 2003 telah memplagiat skripsi dua mahasiswa bimbingannya pada tahun 2001. Kemendikbud juga diminta untuk mengevaluasi kasus tersebut dan menyatakan ada plagiasi.
Saat pelantikan Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) periode 2021-2025 Sumaryanto dan Direktur Akademi Komunitas Negeri Seni dan Budaya Yogyakarta Supadma, Nadiem berharap pimpinan perguruan tinggi mesti menjamin terwujudnya nilai-nilai positif di kampus. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan perguruan tinggi dalam rangka melaksanakan transformasi pembelajaran.
”Perubahan ekonomi dan sosial bergerak semakin cepat. Perguruan tinggi mesti merespons hal itu dengan cara menghasilkan lulusan yang unggul, kompeten, berbudaya, berkarakter, serta mampu menghadapi tantangan zaman,” ujarnya dalam pernyataan resmi.