Penuhi Kebutuhan Spesifik, Cegah Kekerasan di Pengungsian
Kebutuhan khusus perempuan, anak, disabilitas, lanjut usia, dan kelompok rentan di lokasi bencana, seringkali terlewatkan pada masa tanggap darurat. Belajar dari pengalaman, seharusnya hal tersebut tidak terulang lagi.
Oleh
SONYA HELLEN SINOMBOR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Pemenuhan kebutuhan kelompok rentan seperti perempuan hamil dan menyusui, anak, penyandang disabilitas, dan lanjut usia agar diprioritaskan di tengah bencana yang terjadi beruntun di berbagai daerah. Sarana di lokasi pengungsian juga harus ramah perempuan dan anak agar tidak terjadi kekerasan berbasis jender.
“Hal ini sesuai mandat Undang-Undang tentang Penanggulangan Bencana, kelompok rentan harus diprioritaskan dalam mitigasi dan situasi bencana, " kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, I Gusti Ayu Bintang Darmawati, saat dihubungi Kompas usai meninjau bencana longsor di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, Jumat (22/1/2021).
Di masa tanggap darurat, ia meminta agar pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan dan anak di pengungsian di Sulawesi Barat, Jawa Barat, dan berbagai lokasi bencana harus segera dipenuhi. Kebutuhan itu antara lain popok bayi dan dewasa (lanjut usia), pembalut, bubur bayi, susu, makanan dan vitamin tambahan, kit hygiene, peralatan mandi, dan lainnya.
Pos Perempuan ini diinisiasi oleh para relawan yang mempunyai kepedulian dan memberikan bantuan berupa kebutuhan khusus perempuan, bayi, anak-anak, lanjut usia, disabilitas. (Misiyah)
Belajar dari pengalaman-pengalaman bencana di masa lalu, perlindungan terhadap perempuan anak dari berbagai kekerasan harus diantisipasi pascabencana. Bintang mengatakan telah mengirim surat kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, agar toilet laki-laki dan perempuan dibangun terpisah, untuk mengantisipasi kekerasan seksual di pengungsian.
"Jangan lagi kasus-kasus kekerasan seksual saat bencana di Palu terulang kembali,” ucapnya.
Saat ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) bekerja sama dengan pemangku kebijakan setempat membangun Pos Ramah Perempuan dan Anak (PRPA) di Majene, Mamuju (Sulawesi Barat/Sulbar), dan Sumedang. PRPA juga menyediakan layanan pengaduan dan dukungan psikososial bagi perempuan dan anak.
Pendampingan terhadap perempuan-perempuan yang kini menjadi kepala keluarga karena suaminya meninggal juga menjadi perhatian KemenPPPA.
“Ini harus jadi perhatian kita semua agar para perempuan kepala keluarga dapat melanjutkan hidup dan kehidupan bersama anak-anaknya,” kata Bintang.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mengingatkan pentingnya pelibatan substantif perempuan dalam pemetaan kebutuhan korban terdampak maupun pengungsi termasuk kebutuhan khusus ibu hamil dan menyusui, kelompok rentan seperti penyandang disabilitas, lansia, orang sakit.
“Penting pelibatan kekuatan perempuan dalam situasi tanggap bencana maupun rehabilitasi dan rekonstruksi,” kata Retty Ratnawati, Komisioner Komnas Perempuan, dalam siaran pers, Jumat.
Selain itu dalam keterangan pers yang juga disampaikan oleh komisioner Komnas Perempuan lainnya yakni Rainy Hutabarat, Siti Aminah, dan Andy Yentriyani, KemenPPPA diminta memastikan ketersediaan layanan terpadu bagi ibu, perempuan hamil, ibu menyusui, balita dan anak, termasuk memastikan pelaksanaan protokol kesehatan untuk mencegah paparan covid 19. Selain itu mengembangkan dukungan penanganan segera kasus kekerasan terhadap perempuan pasca bencana.
Solidaritas
Bencana di Sulbar telah membangkitkan aksi solidaritas masyarakat, termasuk gerak cepat dari organisasi-organisasi perempuan. Sehari setelah gempa, Pos Perempuan Tanggap Darurat diinisiasi oleh KAPAL Perempuan bekerjasama dengan Lentera Perempuan di Majene dan Kartini Mannakarra di Mamaju. Pengadaan barang dan koordinasi relawan oleh Yayasan Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat (YKPM)-Sulawesi Selatan.
“Pos Perempuan ini diinisiasi oleh para relawan yang mempunyai kepedulian dan memberikan bantuan berupa kebutuhan khusus perempuan, bayi, anak-anak, lanjut usia, disabilitas terutama di wilayah yang sulit mengakses bantuan,” ujar Misiyah, Direktur Institut KAPAL Perempuan, Jumat, petang.
Hingga saat ini, donasi yang terkumpul sekitar Rp 42 juta, sebagian besar disalurkan untuk pemenuhan kebutuhan spesifik perempuan, anak dan lansia di wilayah terpencil di Majene, di 28 desa yang tersebar di 6 kecamatan. Pos Perempuan juga didukung oleh organisasi-organisasi diluar Sulbar dari Nusa Tenggara Barat, Padang, Jawa Timur, dan Kupang serta Posko Induk Pemerintah di Majene.
“Kehadiran pemerintah sudah sangat mendesak, bergerak cepat untuk menjangkau lokasi-lokasi terpencil dan akses jalannya terputus. Sebagian dari penduduk desa yang berani menembus longsor, nekad berjalan kaki untuk mendapatkan bantuan. Dibutuhkan bantuan pangan dan air bersih. Dibutuhkan juga susu, makanan dan perlengkapan bayi, anak-anak, ibu hamil, ibu menyusui, lansia dan disabilitas,” ujar Misiyah.