Bing Leiwakabessy, maestro hawaiian dari Ambon, telah berpulang saat usianya mencapai 97 tahun, 11 bulan, dan 11 hari. Ia musisi lintas generasi dan punya kemampuan di atas rata-rata.
Oleh
FRANSISKUS PATI HERIN
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Bing Leiwakabessy, maestro hawaiian dari Ambon, Maluku, telah berpulang. Saat usianya mencapai 97 tahun, 11 bulan, dan 11 hari pada Kamis (21/1/2020), ia mengembuskan napasnya yang terakhir. Jumat (22/1/2021) hari ini, ia dimakamkan di Ambon, tanah kelahirannya.
Cliff Leiwakabessy, anak Bing, lewat sambungan telepon menuturkan, kondisi kesehatan Bing menurun dalam satu bulan terakhir. Itu akibat ia tergelincir. ”Setelah itu, Bapa lebih sering di tempat tidur. Ini juga karena usia Bapa yang sudah tua,” ujar Cliff. Bing meninggalkan 11 anak, 14 cucu, dan 14 cicit.
Tak hanya keluarga yang ditinggal, dunia musik Tanah Air bahkan dunia juga kehilangan Bing. Ia merupakan musisi hawaiian tertua di dunia saat ini. Sebelum jatuh, ia masih sempat bermain hawaiian, alat musik yang pertama kali ia mainkan pada tahun 1937. ”Feeling musiknya masih sangat kuat,” ucap Cliff.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, tahun 1946, Bing sudah tampil dengan musik hawaiiannya di Ambon. Selanjutnya, dia main di Makassar dan masuk Jakarta tahun 1955. Di Ibu Kota, dia sempat rekaman tahun 1963.
Musik hawaiian yang dimainkan Bing terdengar hingga Singapura. Tahun 1968, dia manggung dan rekaman di negeri itu. Tahun 1974, dia melebarkan sayap hingga ke negeri Belanda. Dia kembali ke negeri itu untuk manggung dan rekaman tahun 1996. Ia menciptakan sejumlah lagu hawaiian, antara lain, ”Angin Barat”, ”Hasil Maluku”, ”Bakti Ibu”, dan ”Tidurlah Anakku”.
Bing tidak mau pindah dari Ambon, tanah kelahirannya. ”Kalau mau cari uang memang di Jakarta. Di Ambon, kita tidak bisa hidup dari musik. Tapi, saya tidak bisa meninggalkan keluarga sebab mereka bisa menderita,” kata Bing yang hidup dari gaji pensiunan pegawai negeri sipil itu (Kompas, 18 April 2010).
Kalau mau cari uang memang di Jakarta. Di Ambon, kita tidak bisa hidup dari musik. (Bing Leiwakabessy)
Maynard Raynolds Nathanael Alfons, konduktor Molucca Bamboo Wind Orchestra di Ambon, mengatakan, Bing adalah musisi yang melampaui batas. Tak hanya bermain musik lintas generasi, tetapi juga memiliki kemampuan bermusik di atas rata-rata. ”Itu tidak membuat dia sombong. Dia selalu rendah hati dan sangat dekat dengan para yuniornya,” kata Maynard.
Menurut dia, satu mimpi Bing yang belum terwujud adalah memiliki kursus hawaiian di Kota Ambon. Ini lantaran Bing melihat bahwa semakin sedikit generasi muda yang berminat memainkan alat musik hawaiian. Maynard berharap, dengan ditetapkanya Ambon sebagai Kota Musik Dunia, Pemerintah Kota Ambon dapat mewujudkan mimpi Bing itu.
Sementara itu, juru bicara Pemerintah Kota Ambon Joy Adriaansz menyatakan, pemerintah dan masyarakat Kota Ambon berduka atas kepergian Bing. Bing dianggap sangat berjasa memajukan iklim bermain musik di Kota Ambon. Jasa Bing ikut berkontribusi mendorong Ambon ditetap sebagai Kota Musik Dunia oleh Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) tahun 2019.
Menurut Joy, pengembangan hawaiian akan menjadi salah satu program prioritas Pemerintah Kota Ambon. Itu sebagai bentuk penghormatan kepada Bing. Semoga semakin banyak generasi muda di Ambon yang memopulerkan hawaiian. Bing pasti akan tersenyum melihatnya dari alam sana.