Kemitraan Perguruan Tinggi-Industri Bukan Sebatas Program Magang
Untuk menghadapi perubahan yang disebabkan disrupsi digital, industri dan perguruan tinggi mesti meningkatkan kerja sama kemitraan.
Oleh
Mediana
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Selain magang, ada banyak kegiatan pembelajaran Kampus Merdeka yang bisa dilakukan, seperti pertukaran pelajar, asistensi mengajar, riset, proyek kemanusiaan, wirausaha, studi independen, dan kuliah kerja nyata tematik. Perguruan tinggi bisa bermitra dengan industri untuk mengoptimalkan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut.
”Saat ini, dunia berubah begitu cepat yang salah satunya dipengaruhi oleh disrupsi teknologi digital. Tenaga kerja kompeten harus disiapkan bersamaan dengan inovasi. Industri dan perguruan tinggi tidak bisa berjalan sendiri untuk menyikapi perubahan itu,” ujar Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Nizam saat menghadiri peluncuran Paragon Educational Leadership Program-Bersama Majukan Pendidikan Indonesia (Bermakna), Kamis (21/1/2021), di Jakarta.
Dia mengatakan, kerja sama perguruan tinggi dengan industri mesti mengedepankan berbagi visi, saling menguntungkan, berinisiatif, dan percaya. Keduanya harus punya target bersama.
Tujuh tahun lalu, publikasi riset Indonesia di kancah internasional menduduki peringkat ke-54 dunia. Peringkat Indonesia sekarang sudah di urutan ke-21 dunia.
Nizam menyebutkan, tujuh tahun lalu, publikasi riset Indonesia di kancah internasional menduduki peringkat ke-54 dunia. Peringkat Indonesia sekarang sudah di urutan ke-21 dunia. Malaysia tetap di peringkat yang masih sama, yaitu ke-23. Apabila kemitraan perguruan tinggi dengan industri dioptimalkan, ada peluang Indonesia bisa memperbaiki posisinya.
Rektor Telkom University Adiwijaya menyebut, magang sudah lama berjalan, bahkan sebelum ada kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka. Selain itu, kampus punya program rekognisi dan innovillage. Program rekognisi memberikan pengakuan berupa nilai kepada mahasiswa yang mempunyai usaha rintisan, sedangkan innovillage adalah kompetisi wirausaha sosial untuk menghasilkan inovasi bagi desa.
Innovillage dapat dikonversi menjadi dua satuan kredit semester (SKS) untuk mata kuliah kerja nyata. Mahasiswa peserta program harus menemukan permasalahan yang dialami desa lalu mencarikan solusi. Mereka dibekali oleh kampus dan industri mitra.
Rektor IPB University Arif Satria menyampaikan, kegiatan pembelajaran di dalam ataupun luar program studi yang diamanatkan Kampus Merdeka bukan hal baru bagi IPB University. Sejak 2005, IPB University telah menjalankan magang, riset, dan kegiatan pengabdian masyarakat. Untuk riset, perguruan tinggi memiliki pusat inovasi bisnis yang menghasilkan 519 produk hasil riset dan 25 persen di antaranya telah masuk pasar.
Contoh kegiatan pengabdian masyarakat adalah wirausaha sosial di desa. Satu desa menghasilkan satu produk unggulan. Desa-desa tersebut sekarang telah mampu menyuplai bahan-bahan pangan ke sejumlah restoran berskala besar.
Menurut Arif, IPB University telah mempunyai kurikulum 2020 yang substansinya merespons perkembangan disrupsi digital. Kurikulum ini melatih mahasiswa menjadi kompeten, baik dari sisi hard skill maupun soft skill sesuai kebutuhan pasar tenaga kerja.
Sejak awal masuk, kampus memetakan minat dan bakat mahasiswa, seperti bisnis, peneliti, dan lembaga swadaya masyarakat. Pemetaan ini memudahkan dosen untuk mengarahkan keterampilan mereka. Mereka mendapat pelatihan karakter dari mahasiswa senior dan dosen.
Upaya mendukung kebijakan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka lainnya adalah IPB University menyiapkan anggaran untuk membiayai riset mahasiswa.
Direktur Sarjana Kewirausahaan di Sekolah Bisnis dan Manajemen Institut Teknologi Bandung (ITB) Akbar Adhi Utama mengatakan, saat ini, setiap mata kuliah mempunyai sesi yang mengundang profesional dari industri. Masing-masing praktisi datang memberikan contoh kasus, lalu mahasiswa menyampaikan solusi.
Kampus juga mempunyai program jalur wirausaha bidang teknologi. Ini memudahkan mahasiswa yang berminat memulai bisnis.
”Di tataran institusi, ITB sejak dulu dikenal dengan lulusan teknik ataupun seni rupa yang kompeten. Namun, tidak semua lulusannya memahami bisnis. Kami menyiapkan pembelajaran wirausaha untuk lintas jurusan yang bekerja sama dengan industri,” kata Akbar.
Sementara itu, CEO Paragon Technology and Innovation Salman Subakat menyampaikan, pihaknya siap mengoptimalkan kemitraan dengan perguruan tinggi yang sudah dirintis. Inisiatif Paragon-Bermakna, misalnya. Inisiatif ini mencakup, antara lain, program magang kerja, innovation fellowship, kelas master, para desa inspirasi, dan riset bersama.
”Industri sekarang butuh inovasi produk yang kontekstual dan relevan dengan permintaan konsumen. Kami berusaha memperluas kemitraan dengan perguruan tinggi untuk memenuhi kebutuhan itu,” tutur Salman.